Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pendidikan Gratis

Segini Anggaran Untuk Pendidikan Gratis SD dan SMP, Tunggu Arahan Prabowo

Dengan demikian, maka pemerintah diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp84 triliun agar wacana tersebut terealisasi.

Editor: Alpen Martinus
(Shutterstock)
GRATIS: Ilustrasi siswa SD. Dikalkulasi Rp84 triliun anggaran untuk pendidikan gratis 

TRIBUNMANADO.CO.ID- Mahkamah Konstitusi RI (MK) sudah memutuskan bahwa pendidikan dasar 9 tahun gratis.

Itu artinya tidak boleh ada pembayaran utuk sekolah tingkat SD dan SMP Negeri maupun swasta.

Namun yang akan melaksanakan keputusan tersebut adfalah pemerintah.

Baca juga: Daftar 22 Sekolah Kedinasan Kemenhub 2025, Pendidikan Gratis dan Lulus Jadi CPNS

Segera dilakukan kalkulasi terhadap estimasi anggaran.

Ditemukanlah angka Rp84 triliun.

Sebab memang negara yang harus membayar pendidikan gratis tersebut.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada Selasa (27/5/2025). 

Dengan demikian, maka pemerintah diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp84 triliun agar wacana tersebut terealisasi.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji.

"Kalau hitung-hitungan JPPI secara persis itu kita ketemu angka Rp84 triliun," ujar Ubaid, Rabu (28/5/2025).

Namun, Ubaid menekankan bahwa anggaran untuk sekolah gratis itu tidak harus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan.

Dana itu, kata Ubaid, bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas.

"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," tegasnya.

Ubaid mengatakan, alokasi ini merupakan kewenangan presiden, bukan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Selain dari APBN, Ubaid menyebut anggaran juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah agar segera menghitung ulang jumlah peserta didik dan daya tampung sekolah negeri.

"Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum tertampung) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," ujarnya.

Pasalnya, data itu dirasa penting agar pemerintah bisa menyusun skema pembiayaan yang tepat, termasuk menutupi kekurangan kapasitas dengan menggandeng sekolah swasta.

Sedang Dikaji dan Menunggu Arahan Prabowo

Mengenai wacana sekolah gratis ini, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza UI Haq mengatakan bahwa hal tersebut sedang dikaji.

 Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), juga bakal menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu soal hal itu.

"Ya, kami sedang dalam proses pengkajian di internal, tentu juga kita akan menunggu arahan Bapak Presiden mengenai hal ini," kata Fajar di Movenpick Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Fajar mengatakan, hingga saat ini, Kemendikdasmen diketahui belum menerima salinan resmi putusan MK tersebut. 

"Kan kemarin keputusannya keluar, jadi kita masih proses, kita akan lihat juga, karena salinan resminya belum kami terima. Jadi kan pasti berada di media sosial," katanya. 

Meski begitu, Fajar mengatakan bahwa tanggung jawab pendidikan tingkat dasar berada pada Pemerintah Daerah.

Karena menurutnya, urusan pendidikan tidak hanya menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat. 

"Ini juga akan terkait dengan pemerintah daerah, karena urusan pendidikan bukan kewenangan absolut pemerintah pusat, tapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena bersifat konkuren," jelasnya. 

"Apalagi pendidikan dasar seperti SD, SMP itu juga berada di bawah pengelolaan dan tanggung jawab pemerintah daerah," tambahnya.

Sekjen Golkar Pesimis Pemerintah Bisa Jalankan Putusan MK Soal Sekolah Gratis
Terkait dengan wacana sekolah gratis tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengatakan bahwa keputusan yang ditetapkan oleh MK itu harus dijalankan, sebagaimana amanat konstitusi yang menyebut kalau putusan MK adalah final dan mengikat.

Namun, Sarmuji merasa pesimis pemerintah bisa menjalankan mandat dari MK itu, karena pemerintah harus memiliki banyak dana untuk mengimplementasikan putusan tersebut.

"Negara mesti menyediakan uang yang sebegitu besar, saya khawatir, kita khawatir saja, keputusan MK itu sulit untuk dihasilkan oleh pemerintah," kata Sarmuji saat ditemui usai acara soft launching, AMPI Media Center, di Kawasan Menteng, Jakarta, Rabu.

Kendati demikian, di luar itu semua, Sarmuji menegaskan bahwa pemerintah harus tetap menjalankan keputusan MK tersebut, meskipun agak membuat repot.

"Ya repotnya keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu kerepotannya, nggak bisa dibantah, jadi kita sulit sekali mengomentari sesuatu yang sudah diputuskan oleh MK," ucap dia.

Selain itu, Sarmuji juga menyinggung soal amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945, yang memerintahkan kepada pemerintah agar mengalokasikan 20 persen dari APBN untuk dunia pendidikan.

Menurut dia, dengan adanya keputusan dari MK ini, membuat pemerintah menjadi lebih rumit lagi untuk menetapkan porsi alokasi ke depannya.

"Karena anggaran pendidikan itu kan luas sekali ya, mulai PAUD sampai ke perguruan tinggi. Kalau diputuskan oleh MK seperti itu, dan kalau itu saklek, maka seluruh pembiayaan SD dan SMP itu dibiayai oleh pemerintah termasuk swasta-swastanya dan digratiskan. Tentu saja itu sesuatu yang tidak mudah," jelasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Mario Christian/Fahdi Fahlevi/Rizki Sandi)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved