Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bitung Sulawesi Utara

Marak Tindak Pidana di Bitung Sulawesi Utara, Akademisi Minta Reformasi Undang-Undang SPPA

"Kami sangat mengkritisi hal ini karena jika dibiarkan ketika mereka di dalam penjara diperlakukan dengan baik, maka tidak akan ada efek jera,"

Dok. Pribadi
AKADEMISI - Dosen STIE Petra Bitung Daysi Kelejan. Ia mengkritisi Undang-Undang SPPA yang dikaitkan dengan maraknya peristiwa kasus tindak pidana yang dilakukan anak di bawah umur. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Maraknya penganiayaan menggunakan senjata tajam (sajam) di Kota Bitung, Sulawesi Utara, menyita perhatian publik.

Pasalnya, pelaku ada yang masih di bawah umur.

Bahkan, beberapa sampai memakan korban jiwa.

Situasi ini mendatangkan tanggapan dari dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Petra Bitung Daysi Fikka Kelejan SE MM.

Ia meminta adanya reformasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Menurutnya SPPA adalah pengadilan keadilan bukan seruan kebencian.

"Revisi bukan berarti kita tidak peduli pada anak, tetapi justru karena kita peduli pada semua anak yang jadi pelaku, dan terutama yang menjadi korban. Karena kita tidak akan tau hari ini mungkin mereka yang menjadi korban, dan hal itu bisa saja terjadi pada kita dan keluarga kita sendiri," kata Daysi Kelejan, Rabu (16/4/2025).

Sebagai akademisi dengan latar belakang Ilmu Ekonomi, Daysi mengaku tidak terlalu mendalami tentang hukum.

Namun menurut perempuan yang akrab disapa Ecy ini hukum tidak hanya bekerja sebagai alat pengendali sosial, tetapi juga sebagai cermin nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. 

Dalam praktiknya, hukum juga bisa menjadi perangkat yang timpang berpihak kepada satu sisi sembari menyingkirkan sisi lainnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) adalah contoh nyata yang lahir dari niat luhur, menyelamatkan masa depan anak yang bersalah dengan pendekatan pembinaan dan bukan pembalasan. 

Tapi dalam penerapannya, kita menghadapi realita berbeda, yaitu korban dan keluarganya nyaris tak mendapatkan ruang dalam sistem ini. 

Narasi besar tentang perlindungan anak ternyata menciptakan ketimpangan struktural baru, yakni pengabaian terhadap keadilan korban. 

Apalagi kasus kejahatan dengan menggunakan sajam ini bukan hanya dilakukan oleh seseorang yang sudah mencapai umur dewasa 18 tahun ke atas, melainkan para pelaku adalah anak-anak yang masih di bawah umur, yang harusnya masih dalam pengawasan orang tua atau pihak keluarga.

Ia melihat bahwa UU SPPA terlalu berfokus pada satu sisi, yaitu pelaku yang masih di bawah umur. 

PENIKAMAN - Pelaku penikaman di Wangurer Barat Bitung, Sulawesi Utara ditangkap. Pelaku ternyata suami dari korban.
PENIKAMAN - Pelaku penikaman di Wangurer Barat Bitung, Sulawesi Utara ditangkap. Pelaku ternyata suami dari korban. (Kolase Tribun Manado/Fistel Mukuan)
Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved