Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Korupsi di Pertamina

Indonesia Diserang Skandal Mega Korupsi Beruntun: Rp 271 Triliun Belum Usai, Muncul Rp 193,7 Triliun

Setelah skandal PT Timah yang merugikan negara Rp 271 triliun belum selesai, kini muncul kasus di Pertamina dengan kerugian mencapai Rp 193,7 triliun.

Kolase Tribun Manado/Istimewa
MEGA KORUPSI: Indonesia Diserang Skandal Mega Korupsi Beruntun: Rp 271 Triliun Belum Usai, Muncul Rp 193,7 Triliun. Setelah skandal PT Timah yang merugikan negara Rp 271 triliun belum selesai, kini muncul kasus di Pertamina dengan kerugian mencapai Rp 193,7 triliun. 

Sebagai contoh, dalam kasus korupsi PT Timah, salah satu pelaku utama awalnya hanya divonis 6,5 tahun, sebelum akhirnya diperberat menjadi 20 tahun di tingkat banding.

Namun, mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan, hukuman ini masih terbilang ringan.

Dengan ancaman hukuman yang tidak sebanding, korupsi menjadi kejahatan yang berisiko rendah, tetapi memiliki keuntungan luar biasa besar. Bahkan jika tertangkap, seorang koruptor tetap bisa menikmati hasil kejahatannya setelah menjalani hukuman.

Selain hukuman yang ringan, lemahnya pemulihan aset semakin memperburuk masalah ini, karena uang hasil korupsi sering kali tetap bisa dinikmati para pelaku.

Perampasan aset

Lemahnya mekanisme pemulihan aset semakin memperparah keadaan. Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang dapat menjadi dasar hukum untuk mengembalikan hasil kejahatan korupsi hingga kini belum disahkan.

Setiap periode, RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tetapi tidak pernah benar-benar dibahas hingga disahkan.

Urgensi untuk mengatasi masalah ini tidak bisa diabaikan. Kasus mega korupsi terbaru menegaskan perlunya tindakan tegas dari pemerintah.

Salah satu solusi yang dapat segera diambil adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.

Regulasi ini akan mempercepat pemulihan aset negara yang hilang dan mengirimkan sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam memberantas korupsi.

Syarat “hal ihwal kegentingan yang memaksa” untuk menerbitkan Perpu jelas telah terpenuhi, mengingat besarnya kerugian negara akibat dua kasus korupsi besar baru-baru ini.

Lemahnya penegakan hukum juga memperkuat budaya impunitas di kalangan pejabat korup. Ketidaktegasan dalam menjatuhkan hukuman menimbulkan persepsi bahwa korupsi dapat dilakukan tanpa konsekuensi serius, menciptakan lingkungan yang membiarkan praktik tidak etis terus berlangsung.

Masalah ini diperparah keterkaitan pejabat publik dengan kepentingan politik dan ekonomi yang kuat, sehingga sulit menuntut pertanggungjawaban mereka.

Oleh karena itu, selain memperberat hukuman, langkah-langkah pencegahan juga harus dioptimalkan melalui reformasi regulasi dan transparansi birokrasi.

Pemerintah harus memprioritaskan pengesahan undang-undang anti-korupsi yang lebih komprehensif. Ini mencakup tidak hanya RUU Perampasan Aset, tetapi juga kebijakan peningkatan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik.

Penguatan kapasitas aparat penegak hukum dalam menyelidiki dan menuntut kasus korupsi sangat penting.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved