Sejarah
Sejarah Hari Ini, 5 September 1949 Wolter Mongisidi Pejuang Indonesia Dieksekusi di Makassar
Wolter Mongisidi adalah lelaki suku Bantik, Sulawesi Utara, yang mendarmakan hidupnya demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Hari ini tanggal 5 September 1949, di Pacinang, Kota Makassar, Wolter Mongisidi menjalani hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan kolonial Belanda.
Wolter Mongisidi adalah lelaki suku Bantik, Sulawesi Utara, yang mendarmakan hidupnya demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Saat akan dieksekusi, Wolter Mongisidi meminta untuk tidak dipakaikan penutup mata. Ia ingin melihat peluru musuh menembus tubuhnya.
Dengan mantap, Wolter Mongisidi maju ke tempat pelaksanaan eksekusi. Tangan kirinya menggenggam Alkitab.
Tatapan matanya tajam, tiada ketakutan yang terpancar di sana. Nyali seorang Bantik benar-benar mendarah daging dalam dirinya.
Setelah tiga kali pekik merdeka, delapan peluru menyusul menembus raganya. Sang Tuama Bantik rebah. Ia gugur pada usia 24 tahun.
Ditemukan sebuah kalimat dalam secarik kertas yang terselip pada Alkitab yang dibawanya. Kalimat yang kelak menjadi salah satu slogan prajurit TNI, yakni "Setia hingga Akhir."
Profil

Robert Wolter Mongisidi lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari 1925.
Ia adalah anak keempat pasangan Petrus Mongisidi dan Lina Suawa.
Panggilan akrab Robert Wolter Monginsidi semasa kecil adalah Bote.
Bote memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Bote lalu dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di Tomohon.
Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Mongisidi berada di Makassar.
Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda).
Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.
Dengan keberanian dan kepintaran yang dimiliki Monginsidi, beliau dipercaya untuk memimpin pertempuran melawan Belanda dan menjadi sosok yang disegani.
Pada17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS dengan Wolter Monginsidi sebagai ketuanya.
Pasukan LAPRIS kerap mempermalukan Belanda.
Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947.
Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949.
Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada 10 November 1950.
Perjuangan Monginsidi tidak berhenti di situ, tak lagi mampu berjuang secara fisik dalam pertempuran, Monginsidi menyuarakan semangat perjuangan melalui tulisan-tulisannya.
Dalam Alkitab yang dipegangnya saat hukuman mati, terdapat tulisan "Setia Hingga Akhir di Dalam Keyakinan".
Pada 6 November, 1973 Robert Wolter Mongisidi mendapatkan anugerah gelar Pahlawan Nasional Pemerintah Indonesia.
Tak hanya itu, pada 10 November 1973 ia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana).
Guna mengenang jasa-jasanya, namanya dipakai sebagai nama jalan yang ada di Manado.
Di Kendari, namanya dijadikan nama Bandara, yaitu Bandara Wolter Monginsidi yang kini diubah nama menjadi Bandar Udara Haluoleo.
Namnya juga dipakai untuk penamaan Kapal TNI Angkatan Laut, KRI Wolter Mongisidi dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi di Manado.
Kalimat yang terselip di alkitab miliknya yakni Setiap Hingga Akhir Dalam Keyakinan kini menjadi salah satu semboyan Tentara Nasional Indonesia.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>
Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>
Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>
Kisah AH Nasution, Pahlawan Nasional Indonesia, Konseptor Perang Gerilya yang Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Amir Syarifuddin, Pejuang Tiga Zaman: Kolonial, Jepang, dan Revolusi RI |
![]() |
---|
Kisah di Balik Nama Es Teler: Dari Celetukan Mahasiswa UI hingga Legenda Metropole |
![]() |
---|
3 Agustus dalam Sejarah: Mantan Presiden Soeharto Jadi Tersangka Korupsi Rp 600 Triliun |
![]() |
---|
Kisah Tsar Terakhir Rusia: Kejatuhan Nicholas II dan Runtuhnya 300 Tahun Kekuasaan Romanov |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.