Sejarah
Sejarah Hari Ini, 12 Agustus 1902 Bung Hatta Lahir, Proklamator Kemerdekaan yang Nyaris Jadi Ulama
Dikenang sebagai bapak bangsa, dan salah satu tokoh pemikir terhebat yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, Mohammad Hatta nyaris jadi ulama.
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Hari ini 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Hindia Belanda, Mohammad Athar lahir.
Dikenang sebagai bapak bangsa, dan salah satu tokoh pemikir terhebat yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, Mohammad Hatta sebenarnya nyaris jadi ulama.
Namun dirinya lebih memilih masuk pusaran sejarah lewat pintu Belanda, bukan pintu Mekkah.
Kelak, ia dikenal sebagai Bung Hatta, dan bersama Bung Karno rekan seperjuagannya ia menjadi tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Dirinya punya peran teramat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan merupakan wakil presiden pertama Indonesia.
Selain dikenal sebagai Bapak Proklamator bersama Soekarno, dirinya juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Biografi
Arti kata Athar dari nama Mohammad Athar dalam bahasa Arab adalah Harum.
Ayah dari Mohammad Hatta adalah Muhammad Djamil, seorang keturunan ulama tarekat tasauf Naqsyabandiyah di Payakumbuh, Sumatera Barat.
Ibunya, Siti Saleha merupakan keturunan pedagang di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Mohammad Hatta tumbuh di lingkungan keluarga yang taak dalam menjalankan agama Islam.
Terlebih, kakeknya Abdurrahman Batuhampar, merupakan seorang ulama besar.
Pendidikan formal pertamnya ditempuh saat usia 11 tahun.
Ia bersekolah di Sekolah Melayu pada 1913 dan tamat pada 1916.
Selanjutnya, Hatta muda menempuh pendidikannya di Europeescha Lagere School (ELS) di Padang.
Di usia 13 tahun 1915 Hatta lulus ujian untuk masuk ke Hoogere Burgerschool (HBS) yang setara SMA di Jakarta.
Sayang, ibunya tidak mengizinkan Hatta berangkat ke Jakarta karena usianya yang masih sangat belia.
Walhasil, dirinya melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang hingga lulus pada 1919.
Di luar pendidikan formal, dirinya menimbah ilmu agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.
Lulus dari MULO akhirnya Hatta menempuh pendidikan di HBS Jakarta, hingga lulus dengan hasil sangat baik pada 1921.
Jalan sejarah Mohammad Hatta bisa jadi akan berbeda jika kemauan keluarga dari pihak ayahnya dituruti.
Bung Hatta nyaris menjadi ulama, jika ia mau ikut pamannya bermukim dan belajar agama di Mekkah, supaya kelak bisa melanjutkan pelajaran di Al Azhar, Kairo.
Tapi jalan hidupnya bukan di situ, ia lebih memilih untuk belajar di Batavia dan Belanda untuk melempangkan jalannya mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Ya, keluarga dari pihak bapaknya memang lebih menginginkan Hatta melanjutkan kiprah kakeknya, seorang ulama terpandang di Batuhampar.
Namun, Bung Hatta memilih memasuki pintu sejarah bukan dari Mekkah melainkan dari Belanda, negeri yang pada waktu itu tengah menjajah bangsanya.
Belajar di negeri penjajah justru membangkitkan kesadaran bahwa tanpa sebuah generasi yang rela terjun memperjuangkan nasib bangsanya, mustahil rakyat akan memperoleh kemerdekaan.
Selesai dari HBS dirinya berangkat ke Rotterdam, Belanda untuk mempelajari ilmu ekonomi di Nederland Handelschogeschool yang saat ini menjadi Erasmus Universiteit.
Ikut organisasi pergerakan
Sejak bersekolah di Padang, Moh Hatta sudah aktif berorganisasi.
Ia tercatat pernah menjabat sebagai bendahara organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang.
Ketika pindah ke Jakarta, Hatta aktif di Jong Sumatranen Bond pusat dengan menjabat bendahara.
Sementara itu, ketika berada di Belanda, Moh Hatta tergabung dalam Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging pada 1922.
Saat itu, Hatta menjabat sebagai bendahara.
Pada awalnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908, merupakan ajang pertemuan pelajar asal Indonesia di Belanda.
Namun, seiring perkembangan kesadaran dan rasa nasionalisme para mahasiswa asal Indonesia, organisasi tersebut berubah menjadi gerakan politik.
Hal itu disebabkan kedatangan tiga tokoh Indische Partij, yakni Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo pada 1913.
Sejak saat itu, pemikiran Moh Hatta semakin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah politik.
Adapun tokoh politik yang menjadi idola Moh Hatta adalah Abdul Moeis.
Pada 1927, Moh Hatta bergabung ke dalam organisasi atau Liga Menentang Kolonialisme di Belanda.
Di sana, Hatta bertemu dan bersahabat dengan seorang nasionalis asal India, yakni Jawaharlal Nehru.
Aktivitas Hatta di dalam organisasi tersebut menyebabkan ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda.
Moh Hatta dijebloskan ke penjara di Den Haag, Belanda, pada 23 September 1927 dan baru dibebaskan pada 22 Maret 1928.
Ia berhasil bebas setelah menyampaikan pidato pembelaannya yang dikenal dengan judul Indonesia Free.
Kembali ke Tanah Air
Moh Hatta kembali ke Indonesia pada 1932.
Begitu sampai di Tanah Air, Hatta kemudian bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia.
Organisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui berbagai pelatihan.
Namun, Hatta ditangkap Belanda akibat aktivitasnya di organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia.
Moh Hatta ditangkap bersama Sutan Sjahrir pada Februari 1934. Ia kemudian diasingkan ke Boven Digoel, Irian Barat, dan dipindahkan ke Banda Naira di Maluku selama enam tahun.
Selain itu, Moh Hatta juga pernah dipenjara di Sukabumi pada 1942 dan bebas pada 9 Maret 1942.
Baca juga: Biografi Soekarno: Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia
Setelah Belanda menyerah dan Jepang menguasai Indonesia, Moh Hatta bersama Soekarno, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Moh Mansyur menjadi pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Moh Hatta dipilih menjadi Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945.
Segala pemikiran dan gagasan Hatta dicurahkan untuk mengupayakan kemerdekaan Indonesia.
Hingga akhirnya pada 17 Agustus 1945, Moh Hatta mendampingi Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Menjadi Wakil Presiden Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Moh Hatta terpilih menjadi wakil presiden pertama RI dengan mendampingi Soekarno yang menjadi presiden.
Moh Hatta terpilih menjadi wakil presiden melalui sidang PPKI yang digelar di Jakarta pada 18 Agustus 1945.
Selain menjadi wakil presiden, Moh Hatta juga sempat merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan sejak Januari 1948 hingga Desember 1949.
Hatta juga pernah merangkap sebagai menteri luar negeri dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) sejak Desember 1949 hingga Agustus 1950.
Pada akhirnya, Moh Hatta mundur dari kursi wakil presiden pada 1 Desember 1956 setelah 11 tahun menjabat.
Akhir hayat
Moh Hatta mundur dari jabatan sebagai wakil presiden Indonesia karena perbedaan pandangan politik dengan Soekarno.
Setelah itu, Hatta lebih sering berada di balik layar dalam kehidupan politik Indonesia.
Ia menerbitkan buku Demokrasi Kita untuk mengkritik kebijakan politik Soekarno karena dianggap telah melenceng dari dasar-dasar demokrasi.
Moh Hatta berada di balik layak dunia politik Indonesia hingga akhir hayatnya.
Ia meninggal dunia pada 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Pada 23 Oktober 1986, Moh Hatta diberi gelar Pahlawan Proklamator bersama dengan Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81/TK/1986.
Quote Bung Hatta
"Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki."
"Hamba-hamba Allah penghuni surgawi, harus menggunakan bahasa yang halus dan sopan".
"Pemimpin yang suci senantiasa terjauh daripada godaan iblis."
"Pergerakan rakyat timbul bukan karena pemimpin bersuara, tetapi pemimpin bersuara karena ada pergerakan."
"Tak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran."
"Biarlah pengalaman masa lalu kita menjadi tonggak petunjuk, dan bukan tonggak yang membelenggu kita".
"Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-citanya".
"Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas".
"Memang benar pepatah Jerman: 'Der Mensch ist, war es iszt', artinya: 'sikap manusia sepadan dengan caranya ia mendapat makan."
"Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat".
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>
Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>
Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>
SUMBER:
Kisah AH Nasution, Pahlawan Nasional Indonesia, Konseptor Perang Gerilya yang Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Amir Syarifuddin, Pejuang Tiga Zaman: Kolonial, Jepang, dan Revolusi RI |
![]() |
---|
Kisah di Balik Nama Es Teler: Dari Celetukan Mahasiswa UI hingga Legenda Metropole |
![]() |
---|
3 Agustus dalam Sejarah: Mantan Presiden Soeharto Jadi Tersangka Korupsi Rp 600 Triliun |
![]() |
---|
Kisah Tsar Terakhir Rusia: Kejatuhan Nicholas II dan Runtuhnya 300 Tahun Kekuasaan Romanov |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.