Hikmah Ramadhan
Takjil Versus Konsumerisme
Fenomena pasar takjil yang biasa terjadi di bulan Ramadhan adalah tiadanya aturan penjualan makanan yang standar untuk berbuka.
Oleh:
Ali Amin, PhD
Kepala Pusat Moderasi Beragama IAIN Manado
TRIBUNMANADO.CO.ID - Di bulan puasa bermunculan banyak sekali lapak takjil dengan berbagai jenis makanan untuk berbuka puasa.
Banyaknya jenis makanan yang dipasarkan sebelum waktu berbuka memberikan kemudahan bagi segmen masyarakat tertentu terutama di perkotaan yang sibuk bekerja dan tidak punya waktu untuk menyiapkan makanan sendiri di rumah.
Salah satu fenomena pasar takjil yang biasa terjadi di bulan Ramadhan adalah tiadanya aturan penjualan makanan yang standar untuk berbuka.
Semua orang bebas menjual dan memasarkan dagangan tanpa kewajiban mendaftarkan atau memeriksakan jenis dagangannnya untuk mekanisme pengawasan. Konsumen juga tidak curiga akan kualitas dan kandungan makanan takjil yang dibelinya.
Tak hadirnya prosedur pengawasan ini salah satunya mungkin disebabkan oleh kondisi penjual dan pembeli yang berpuasa yang terikat dalam satu traktat perasaan psikologis yang sama: berpuasa.
Orang berpuasa tidak boleh berbohong, harus jujur, dan orang berpuasa tidak boleh berprasangka / curiga. Orientasi inilah yang meyakinkan para pembeli merasa aman untuk memborong makanan apa saja yang tersedia di pasar.
Masalahnya di pasar takjil, tidak hanya berjalan praktik berjualan orang berpuasa secara ideologis. Di pasar takjil juga berjalan kultur marketing pada umumnya.
Para pedagang dan investornya juga terikat hukum marketing supply and demand juga kultur otentik pasar yaitu meraih keuntungan di tengah persaingan.
Sama seperti aktivitas pasar pada umumnya, aktivitas pasar takjil tidak suci dari pihak-pihak yang memanfaatkannya demi mencari keuntungan semata tanpa memikirkan kesehatan konsumen.
Awalnya seperti di masyarakat pedesaan, kita membeli dan mengkonsumsi makanan dari yang kita ketahui siapa yang memasaknya, siapa yang memproduksinya sehinggg kita yakin bagaimana kualitasnya.
Tapi ketika konsumerisme modern melanda masyarakat, kebanyakan kita tidak tahu siapa pembuatnya dan bagaimana kandungan makanannya.
Berdasarkan keharusan postive thinking Yang didoktrinkan agama ketika berpuasa. Membuat semua pihak abai dengan kualitas makanan takjil.
Pembeli abai untuk mewaspadai kandungan makanan. Pemerintah abai untuk mengatur pengawasan makanan yang beredar.
Di sebuah kota di Jawa misalnya saya mendapatkan pedagan es yang diam-diam mencampurkan zat pewarna untuk produk jus mangga yang dijualnya tanpa memberitahu ke konsumennya.
Banyak pula makanan digoreng dengan minyak yang sudah berwarna hitam karena berkali kali dipakainya. Aneka rupa makanan dengan warna warni yang mencolok, belum tentu semuanya menggunakan pewarna yang sehat.
Absenya berbagai pihak untuk bersikap lebih kritis dengan menjamurnya fenomena pasar takjil tersebut sekali lagi dipengaruhi tradisi dan hukum sosial berpuasa yang harus menjauhi prasangka sehingga pengawasan terhadap pasar takjil sepertinya tidak pernah dibicarakan dalam wacana publik.
Dalam ajaran adab berpuasa misalnya menurut Imam Al-Ghazali (Majmuah Rasail) pada urutan yang pertama adalah makanan yang baik.
Berpuasa akan menyehatkan kalau diawali (sahur) dan diakhiri (buka) dengan makanan yang baik. Tidak banyak keterangan tentang jenis makanan yang baik ( susu, madu daging) ;kecuali soal tidak merusak kesehatan dan halal perolehannya.
Sebagai urutan pertama dari enam adab kesempurnaan berpuasa menurut Al-Ghazali makanan sebenarnya ini penting sekali untuk diperhatikan. Di masa hidupnya mungkin Alghazali tidak menemui pedagang pasar takjil seperti sekarang yang mempunyai beragam motivasi.
Sekarang pedagang bermotivas tidak hanya membantu memudahkan persiapan buka puasa untuk yang berpuasa namun juga mencari untung di tengah ketatnya persaingan.
Jika dikaitkan dengan saran Al Ghazali di atas tentang keharusan makanan yang baik, dan demi jaminan perlindungan konsumen harus ada regulasi di publik untuk menjamin ketersediaan makanan yang berkualitas dan harga terjangkau.
Jangan sampai terlalu baiknya orang di bulan puasa menjadikan para pedagang, pembeli dan pemerintah abai terhadap pengawasan makanan yang ada.
Di luar sana banyak sekali para pedagang yang tetap lebih setia dengan orientasi kapitalisme daripada ancaman tertolaknya pahala puasa.
Di luar sana juga banyak pedagang yang masih berfikir "memanfaatkan psikologi postif orang yang berpuasa"
Mencuatnya trending war takjil dan vlog vlog takjil harus disadari semua pihak fenomena pasar takjil telah menjadi tradisi khas Indonesia saat ini dan tahun-tahun yang akan datang yang patut dijaga eksistensinya.
Kebaikan kebaikan yang terjadi dalam pasar takjil seperti adanya war takjil harus disertai kesadaran semua pihak agar makanan yang tersedia tidak hanya ramai warnanya, murah harganya, manis rasanya tapi sehat bagi yang mengonsumsinya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.