Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Jurnalis

Torang Deng Ka Mikha

Hampir tiap selebrasi muncul bendera Israel. Imbauan panitia untuk tidak membawa bendera non GMIM selalu dilanggar.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Tribun Manado
Selebrasi Paskah pemuda dan remaja GMIM. Nampak sebuah tulisan Torang deng Ka Mika. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Selebrasi Paskah pemuda dan remaja GMIM selalu menarik untuk diliput.

Acaranya sih biasa saja. Pawai, nyanyi, joged - joged. Begitu setiap tahun.

Yang menarik adalah peristiwa yang tidak direncanakan, yang heboh, nyeleneh tapi bernilai. 

Contohnya bendera Israel

Hampir tiap selebrasi muncul bendera Israel. Imbauan panitia untuk tidak membawa bendera non GMIM selalu dilanggar. 

Pada selebrasi remaja tahun 2018 di Kema, Minut, sebuah bendera Israel berkibar. 

Ini bendera Israel yang aneh. Karena ada dua salib di kiri kanan bintang David

Saya pun mewawancarai pembina remaja jemaat yang membawa bendera Israel itu.

"Ini hanya ikut ikutan saja, tak ada maksud politik didalamnya," katanya. 

Nah saya kembali mencari bendera Israel dalam selebrasi pemuda di Bitung tahun ini. 

Kok tak ada? Saya mengira bakal menemukan banyak bendera Israel setelah ramainya penolakan terhadap timnas U 20 Israel. Yang muncul malah janda. 

Tulisan biar janda asal GMIM ramai dipasang dalam selebrasi Pemuda GMIM dan jadi viral dimana - mana. 

Kecaman pun berdatangan. Saya seorang GMIM termasuk yang mengecam. Tapi persoalannya tak sepele, sebatas orang iseng atau orang mabuk. 

Saya melihat ini sebagai buah penanaman fanatisme lembaga yang sayangnya tidak diikuti pengajaran doktrin yang kuat. 

Aku cinta GMIM jadi mantra. Dari situ muncul mantra mantra lainnya. 

Mungkin salah satunya adalah kata kata yang lagi viral itu yang anda pasti sudah tahu. 

Tapi kejadian beberapa tahun lalu lebih gawat.

Dalam selebrasi remaja pada 2018 lalu, ratusan remaja pingsan saat pawai. 

Puskesmas dan rumah sakit di Minut dipenuhi para remaja yang pingsan.

Sebagai wartawan yang meliput peristiwa itu, saya melihat remaja yang ciri cirinya mirip orang kesurupan.

Tapi saya takut mengatakan itu. Katakan saja ratusan remaja itu hanya kelelahan dan kurang makan. 

Memang pawai melewati lokasi angker yang dulunya tempat tentara Jepang membantai korbannya.

Dan banyak peserta pawai menyanyikan lagu rohana. Seandainya mereka menyanyi Kristus bangkit, pasti semua aman. Semua Iblis pasti lari. 

Nah pada selebrasi remaja 2023 di Desa Kaima Minut, semua tampak aman dan lancar. Heboh tapi terkendali. 

Panitianya bekerja dengan baik. 

Ada hal menyentuh disini, yang belum pernah terjadi dalam sejarah selebrasi. 

Para remaja meneriakkan dukungan kepada  Ketua Remaja Michaela Elsiana Paruntu (MEP).

"Torang deng ka Micha," teriak sejumlah remaja. 

Bahkan ada grup remaja yang mencetak spanduk dukungan kepada MEP. 

Melihat itu MEP meneteskan air mata. Semua tahu yang dialami MEP. 

Rumah tangganya tengah dalam prahara dan terancam bubar. 

MEP berhadapan dengan pilihan sulit. 

Bertahan dengan suami hobi selingkuh berarti menderita. 

Tapi berpisah adalah kehilangan. 

Di tengah segala persoalan keluarganya, MEP tak kendur dalam melayani.

Palagan pelayanan seolah bisa menjauhkannya dari duka. 

Tapi saat lagu rohani penolong yang setia dibawakan Melitha Sidanutar, MEP tak kuasa menahan air mata. 

Kemanusiannya muncul. Ia hanya seorang wanita 

Saya percaya, doa dari ribuan remaja yang hadir akan memampukan MEP untuk mengambil keputusan terbaik sesuai dengan ajaran Injil. 

Bagi saya inilah substansi dari ibadah Paskah.

Bukan pada kehebohan, slogan slogan vulgar atau perilaku show of force. Tapi pada cinta kasih. 

Bagaimana kita peduli dengan sesama, menghibur yang menderita, mendoakan yang tengah berasa di persimpangan. (Arthur Rompis)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved