Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Wartawan

Kubur Kosong

Suatu hari saya menemui seorang pria tua yang mampu memaafkan pembunuh anaknya. Di situ, saya belajar banyak hal.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
istimewa
Ilustrasi Kebangkitan Yesus 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pria tua itu ringkih karena usia serta beban hidup yang berat.

Di wajahnya tergurat senja dan kesedihan hidup tiada tara. 

Ia mengaku kerap sakit bahu, mungkin sudah lelah memikul salib yang beratnya berton-ton.

Ia pria tua yang kehilangan anaknya, seorang gadis manis berumur 7 tahun.

Sang anak diculik, dirudapaksa, dan dibunuh. 

Mayatnya ditemukan dalam karung.

Pelakunya tetangga sendiri yang ia kenal dekat, oknum aparat desa.

Sang pembunuh mati bunuh diri setelah "dibunuh" di medsos.

Tak ada lagi ceria dalam hidupnya dan ia lupa caranya berbahagia.

Hendak makan, tampak wajah si pembunuh dalam piring.

Hingga piring tak berdosa itu jadi sasaran amukan; dibanting lalu pecah.

Ingin mandi, air di bak menjadi layar bioskop yang menayangkan kejadian pembunuhan sang anak dalam imajinya. 

Peristiwa pembunuhan ini viral awal tahun 2021. 

Sebagai wartawan saya beruntung dapat mewawancarai si bapak secara dekat.

Tiap hari saya mewawancarainya dan di hari ketiga ia mengejutkan saya.

"Saya sudah mengampuninya," kata dia.

Saya tersentak.

Pria itu mengucapkan kata-kata tersebut dengan lembut dan ekspresi yang mantap.

Ia mengaku pengampunan tumbuh oleh doa yang tiap hari dipompakan pendeta serta majelis di gerejanya.

"Saya melihat Yesus yang terpaku di kayu salib dan berkata Bapa ampunilah karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Seketika saya sadar bahwa pengampunan adalah kewajiban kita seperti halnya Yesus sudah mengampuni saya. Pembalasan adalah hak-Nya," katanya. 

Baca juga: Chord Gitar dan Lirik Lagu Insan Biasa by Lesti Kejora, Soal Permohonan Maaf

Baca juga: Pemprov Sulawesi Utara Siapkan Bimbel untuk Peserta Tes Sekolah Kedinasan

Bukan hanya dalam kata, pria itu mempraktikkannya. 

Ia mengundang keluarga pembunuh anaknya, saling bermaafan, berdoa, dan makan bersama. 

Dendam sudah berlalu dari desa kecil itu.

Hanya ada dunia baru yang pondasinya pengampunan. 

Di hari Paskah 2022, saya kembali teringat kisah itu.

Kematian dan kebangkitan Yesus. 

Itulah pokok kekristenan.

Sayangnya kematian dan kebangkitan hanya sekadar jadi teologi, hanya jadi teori mati di atas mimbar. 

Kita kerap berbicara tentang kematian dan kebangkitan dengan mulut berbusa, tapi enggan mengasihi dan mengampuni.

Ada oknum hamba Tuhan yang tidak mau menjadi Kristus tapi menjadi Pilatus, Kayafas, dan tentara Romawi. 

Ilustrasi Kebangkitan Yesus
Ilustrasi Kebangkitan Yesus (istimewa)

Makanya si pria tua itu adalah guru saya dalam hal mewujudkan kematian dan kebangkitan Kristus dalam kehidupan sehari-hari.

Ia mungkin tak paham teologi secara ilmu tapi ia mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.

Saya takjub padanya.

Siapa yang kehilangan orang dicintai tapi memberitakan pengampunan bagi pembunuhnya?

Saya tak bisa begitu.

Kubur itu telah kosong. 

Baca juga: Pengamat Politik Asal Sulut: Ferry Liando: Jangan Calonkan Anggota DPRD yang Tidak Produktif

Baca juga: Hari Raya Paskah, Ratusan Jemaat di GMIM Anugerah Bitung Dapat Tekur dan Kue Paskah

Di dalamnya tak ada lagi kebencian dan balas dendam.(*)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved