Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Lokal Bercerita

Cerita Terbentuknya Kampung Jawa Tondano di Minahasa, Berawal dari Kedatangan Rombongan Kyai Modjo

Awalnya Kampung Jawa Tondano berstatus Desa yang unik, didirikan oleh Kyai Modjo yang nama aslinya Kyai Muslim Muhammad Chalifah.

|
Penulis: Mejer Lumantow | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Mejer Lumantow
Masjid dengan arsitektur khas Jawa di Kampung Jawa Tondano atau Jaton, Minahasa, Sulawesi Utara. Jaton bermula dari kedatangan rombongan Kyaid Modjo ke Tondano yang diasingkan oleh Kolonial Belanda. 

Di mana saat itu penduduk setempat belum mengenal cara menanam padi seperti yang diajarkan orang-orang Jawa ini, kecuali keahlian mengolah padi ladang. 

Sehubungan dengan itu ternyata dengan bertempat tinggalnya Kyai Modjo dan Pengikutnya diwilayah itu membuat penduduk  setempat bekerja lebih baik, karena orang-orang Jawa itu mengajar bercocok tanam.

Walhasil para pengikut Kyai Modjo ini diterima dengan sangat baik oleh penduduk setempat. 

"dan kemudian bisa diterima meminang dan menikahi wanita penduduk asli di Tonsealama dan Tondano jantung Minahasa," terang Prof Pulukadang.

Terbentuknya Komunitas Jawa Tondano atau Jaton

Awal mula terbentuknya komunitas Jaton bermula dari mantan Komandan Pasukan seorang Pemuda bernama Tumenggung Zees umur 20 tahun kawin dengan Wurenga anak gadis dari Walak (Hulubalang) Tonsealama Rumbayan.

Pernikahan itu diselenggarakan 7 hari 7 malam dengan paduan pakaian Adat Kraton Jogja dan Kebaya Minahasa.

Serta paduan seni Jawa Islami (dimeriahkan dengan seni Terbangan dan Selawatan Jowo didalangi oleh 4 ahli Selawatan dengan Kitab Telodo( Barzanzi) dan seni Minahasa (Maengket dan Masambo). 

Lalu disusul Gazali Modjo anak Kyai Modjo kawin dengan Ingkingan Tombokan anak dari Walak Tondano Tombokan.

Kemudian Haji Ngiso (Wiso Pulukadang) Komandan Pasukan dan Penasehat Pangeran Diponegoro kawin dengan anak Opo Pakasi Warouw Walak Kakas.

Asnawi Tumenggung Reksonegoro Pulukadang menikah dengan Wuring Tumbelaka anak Walak Amurang.

Haji Tayeb menikah dengan Rea Wenas dari Tonsealama (asal Tomohon), Ali Imran (Masloman) menikah dengan Yehia Ratulangi asal Paleloan Urongo Tondano.

Singkat cerita pada tahun 1831 sejumlah kurang lebih 50 orang pengikut Kyai Modjo telah kawin dengan gadis penduduk Asli Minahasa dan mereka semua masuk Islam mengikuti suami.

"Dari perkawinan ini menurunkan generasi yang dinamakan Jawa Tondano atau popular disebut Jaton yang  beragama Islam dan mewarisi paduan budaya Jawa dan Minahasa dengan keunikannya tersendiri," papar Prof Pulukadang.

Oleh karena keunikannya itu, sejak lama Kampung Jawa Tondano dijadikan wisata Religi dan Desa Budaya oleh masyarakat serta oleh Pemerintah Minahasa.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved