OPINI PEMILU
OPINI PEMILU - Kualitas Pemilu dan Kemandirian PPK
HARI ini Rabu, 4 Januari 2023 KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia baru saja menyelesaikan satu tahapan yaitu pelantikan anggota Panitia Pemilihan Kecamata
Ferry Daud Liando
Dosen Tata Kelola Pemilu
HARI ini Rabu, 4 Januari 2023 KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia baru saja menyelesaikan satu tahapan yaitu pelantikan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
PPK sering disebut sebagai penyelenggara ad hoc untuk tingkat kecamatan. Tidak bersifat permanen dan merupakan perangkat dari lembaga yang membentuknya yakni KPUD.
Karena disebut perangkat maka jika kelak mereka “goyah” maka akan mempengaruhi kerja pihak yang mengangkatnya. Agar yang terseleksi itu benar-benar profesional maka langkah-langkah yang dilakukan adalah mengumumkan ke khalayak ramai agar diharapkan akan semakin banyak yang mengikuti kompetisi. Semakin banyak yang berkompetisi maka akan semakin bagus untuk mendapatkan calon terbaik.

Dalam proses seleksi anggota PPK telah melalui proses penjaringan dengan dua cara yakni tes tertulis dan wawancara. Untuk memperkaya track record calon maka dilakukan uji publik. Tahapan ini tidak banyak dilakukan masyarakat sehingga di beberapa tempat bisa jadi ada calon yang aktif menjadi tim sukses pada salah satu kekuatan politik.
Kedepan akan ada banyak tantangan yang bisa saja mengganggu kerja-kerja lembaga ini.
Pertama, tantangan eksternal. Pemilu 2024 adalah kompetisi. Semua peserta selalu menginginkan kemenangan. Bisa saja dengan segala cara bisa dilakukan calon agar kompetisi dapat dimenangkannya. Salah satu cara yang sangat mudah dilakukan adalah berupaya membangun kerjasama dengan penyelenggara. Pada pengalaman pemilu 2019 ada dugaan kerja-kerja persekongkolan antara calon dengan penyelenggara. Fakta yang terungkap pada persidangan baik dalam sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun dalam sidang pelanggaran kode Etik di DKPP terungkap adanya keterlibatan lembaga di tingkat ad hoc.
Motif persekongkolan bisa saja akan terjadi karena:
1. Kemungkinan kedekatan emosional antara penyelenggara dengan salah satu calon. Kedekatan itu bisa saja karena kesamaan keyakinan agama, hubungan darah atau karena sekampung.
2. Kemungkinan karena uang kehormatan yang diterima tidak sebanding dengan volume dan resiko pekerjaan yang dihadapi. Walapun KPU telah memperbaiki nominal uang kehormatan itu pada pelaksanaan pemilu 2024. Jika ada tawaran dari calon maka persekongkolan tak dapat dihindari.
3. Kemungkinan karena pengaruh intimidasi. Jika penyelenggara itu berasal dari ASN atau istri atau suaminya sebagai ASN kemungkinan besar pengaruh intimidasi atasan sangat rentan. Sebagian telah ditawari jabatan jika bisa bersekongkol dengan calon terutama calon yang mendapat dukungan dari kepala daerah
Kedua, tantangan internal. Lembaga adhoc akan didukung oleh sekretariat yang berasal dari ASN setempat. Tak jarang ASN yang ditempatkan di lembaga itu memiliki misi tertentu, apalagi jika kepala daerah memiliki dukungan terhadap calon tertentu. Suasana ini kerap menyebabakan terjadi konflik internal.
Konflik ini dapat saja dengan mudah melumpuhkan operasionalisasi penyelenggaraan pemilu di wilayah itu. Dalam kondisi tertentu tak jarang pula terjadi konflik antar sesama penyelenggara. Belum lagi dengan keberadaan kantor sekretariat yang menyatu dengan kantor pemerintahan.
Indeks Kerawanan Pemilu 2024 (IKP) yang dirilis Bawaslu menempatkan posisi penyelenggara berada di titik rawan.
Terdapat tiga cara yang bisa dilakukan untuk membatasi segala bentuk persoalan diatas.
Pertama, salah satu cara memudahkan para penyelenggara siap menghadapi pemilu 2024 adalah membekali dirinya dengan pengetahuan Pemilu terutama berkaitan dengan tugas dan kewenangannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.