Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Bapontar Sangihe

Pesona Pantai Pananualeng di Kepulauan Sangihe dan Cerita Bambu Berdarah

Lautnya tenang. Hamparan pasirnya putih dan bersih. Banyak pohon kelapa tumbuh di sepanjang pesisir pantainya.

Jumadi Mappanganro
Pengunjung bersantai di Pantai Pananualeng, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sabtu (26/3/2022) lalu. 

KABUPATEN Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, memiliki banyak pantai yang menarik dikunjungi. Satu di antaranya adalah Pantai Pananualeng.

Berlokasi di Desa Tariang Baru, Kecamatan Tabukan Tengah. Berjarak sekitar 30 km dari Tahuna, ibu kota Kabupaten Sangihe.

Lautnya tenang. Hamparan pasirnya putih dan bersih. Banyak pohon kelapa tumbuh di sepanjang pesisir pantainya.

Juga banyak pohon kapuraca dengan untaian dahan yang menjulur ke laut. Sehingga walau siang hari berada di pesisir pantai, pengunjung bisa berlindung dari terik matahari.

Baca juga: Mengunjungi Lenganeng, Kampung Perajin Parang Khas Sangihe

Plaza kuliner dan kios-kios sederhana milik warga setempat yang menjajakan aneka minuman dan makanan ringan juga tersedia.

Pengunjung bisa memesan pisang goreng sembari minum kopi atau teh panas. Harganya murah. Para pedagangnya juga ramah-ramah.

Beberapa gazebo hingga pendopo untuk pertemuan juga tersedia di pantai ini. Area parkirnya luas.

Plaza Kuliner di Pantai Pananualeng di Kabupaten Kepulauan Sangihe
Plaza Kuliner di Pantai Pananualeng di Kabupaten Kepulauan Sangihe (Jumadi Mappanganro)

Fasilitas MCK juga sudah ada. Pengunjung hanya dikenakan biaya Rp 2.000 per orang untuk sekali menggunakannya.

Perahu tradisional milik nelayan setempat juga tersedia untuk disewa. Bisa digunakan sekadar berperahu atau memancing.

Itulah yang kami lihat saat berkunjung ke Pantai Pananualeng, Sabtu 26 Maret 2022.

Butuh waktu satu setengah jam mengendarai mobil dari Hotel Dialoog Tahuna, tempat kami menginap selama tiga malam di ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Baca juga: Mengunjungi Rumah Raja Manganitu Welem Mocodompis di Kepulauan Sangihe

Di pantai ini, kami menikmati nasi dan ikan bakar yang langsung dibakar di pesisir pantai. Sungguh nikmat.

Apalagi kami juga disajikan kopi pala. Ini kali pertama saya minum kopi dicampur buah pala. Rasanya khas. 

Akhir Pekan

Kadisparda Kabupaten Kepulauan Sangihe Femmy Montang mengatakan, Pantai Pananualeng selalu ramai dikunjungi pada setiap akhir pekan atau hari libur.

"Paling ramai hari Minggu,” tuturnya saat ditemui Pantai Pananuareng, Sabtu (26/3/2022).

“Di sini juga sering ada pengunjung menginap dengan mendirikan tenda kemah di pantai,” tambah kandidat doktor dari Unsrat ini.

Mereka yang liburan di pantai ini tak hanya warga Kecamatan Tabukan Tengah. Tapi juga sering datang dari Tahuna dan kecamatan lainnya. Bahkan luar Sangihe.

Untuk masuk ke kawasan pantai ini, pengunjung hanya dikenakan biaya Rp 2.000 bagi orang dewasa dan Rp 1.000 bagi anak-anak.

Setiap motor dikenakan biaya masuk Rp 3.000. Mobil biasa Rp 5.000. Sedangkan bus dikenakan Rp 10 ribu.

Baca juga: Melihat Potensi Alam dan Budaya Masyarakat Sangihe di Galeri Seni Adhyaksa Creative Center

Siang itu, Branch Manager Bank SulutGo Cabang Sangihe Wunike Wynni Abram bersama stafnya juga terlihat datang berlibur di Pantai Pananualeng.

Ia mengaku suka dengan pantai ini. Alasannya, pemandangannya sangat indah. Cocok untuk berjemur, berenang, hingga relaksasi bersama keluarga.

“Pantai ini juga betul-betul bisa dinikmati dan terjangkau oleh siapa saja,” tutur Wunike Wynni Abram.

Kelebihan lainnya, masih terlihat alami. Juga dekat dari pemukiman penduduk.

Branch Manager Bank SulutGo Cabang Sangihe Wunike Wynni Abram dan Kadisparda Kabupaten Kepulauan Sangihe Femmy Montang di Pantai Pananuareng, Sangihe, Sulut, Sabtu (26/3/2022
Branch Manager Bank SulutGo Cabang Sangihe Wunike Wynni Abram dan Kadisparda Kabupaten Kepulauan Sangihe Femmy Montang di Pantai Pananualeng, Sangihe, Sulut, Sabtu (26/3/2022 (Jumadi Mappanganro)

Menurutnya, Sangihe itu memiliki begitu banyak potensi wisata yang terbentang di pulau induk maupun pulau-pulau kecil yang masuk Kepulauan Sangihe.

Pantai-pantai di Sangihe tak kalah menarik dari pantai-pantai di daerah lain yang kerap dikunjungi para wisatawan.

“Di Sangihe banyak spot-spot pantai yang pasir putih. Pada umumnya masih alami. Lokasinya juga berdekatan dengan pemukiman penduduk,” jelasnya kepada tribunmanado.co.id.

“Penduduk lokal di Sangihe juga selalu ramah menyambut orang datang. Ini menurut saya nilai tambah dari sejumlah destinasi wisata yang ada di Sangihe,” tambahnya.

Hanya saja, katanya, masih perlu dikelola lebih baik, profesional, dan penyediaan sarana dan prasana di sejumlah destinasi wisata di Sangihe.

Mulai jalur transportasi hingga penataan di lingkungan sekitar. Termasuk jaringan listrik dan internet.

Di Pantai Pananualeng, jaringan listrik dan internet sudah ada. Hanya saja, signalnya masih kerap muncul tenggelam.

Itu pun hanya bisa bagi pengguna kartu provider Telkomsel. Provider lain belum ada.

Karena itu ia berharap destinasi wisata ini tak hanya dibebankan kepada dinas pariwisata tapi juga didukung dinas dan instansi lain seperti PLN hingga perusahaan provider. Termasuk penduduk lokal.

Bambu Berdarah

Pantai Pananualeng juga menyimpan cerita mistik yang melegenda. Ceritanya di kawasan pantai ini terdapat bambu berdarah. Orang setempat sering menyebutnya buluh berdarah.

Kenapa berdarah? Karena konon ada bambu yang tumbuh di Pantai Pananualeng jika dipotong mengeluarkan cairan berwarna merah. Mirip darah.

Stenly Rasubala menceritakan hal itu kepada kami saat bersua di Pantai Pananualeng, Sabtu 26 Maret 2022.

Stenly adalah pendeta sekali koordinator pengelola Pantai  Pananualeng.

Ia sempat mengajak tim Tribun Manado melihat bambu yang dipercaya sebagai bambu berdarah.

Letaknya di atas bukit. Ke lokasi ini, pengunjung bisa berjalan kaki dari Pantai Pananualeng. Dekat.

Kata Stenly, konon Pantai Pananualeng pernah menjadi lokasi peperangan antara pasukan Kerajaan Tabukan dengan pasukan kerajaan Mindanou (Filipina) pada masa lampau.

Sebagian menggunakan bambu runcing sebagai alat peperangan. Konon bambu-bambu runcing yang digunakan berperang itu kemudian ditancapkan di sekitar Pantai Pananualeng.

Nah bambu yang kini masih bisa dijumpai di pantai ini dipercaya sebagian masyarakat adalah hasil ‘turunan’ dari bambu-bambu runcing yang ditancapkan seusai peperangan tersebut.

“Nah bambu itulah yang dipercaya sebagian masyarakat sebagai bambu berdarah,” tutur Stenly.

Penasaran? Berkunjunglah ke Pantai Pananualeng di Kepulauan Sangihe. (jum)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved