Berita Nasional
Ibu Kota Negara Pindah ke Nusantara, Apa Dampaknya bagi Jakarta?
Jika IKN jadi pindah ke Kalimantan, maka Jakarta menjadi daerah otonom tingkat II kabupaten dan kota, di mana ada pemilihan kepala daerah dan DPRD.
Kebijakan ini berimplikasi pada sistem pemerintahan di Jakarta, karena kursi Wali Kota dan Bupati tidak lagi menjadi jabatan birokrat yang diisi PNS eselon II, tetapi menjadi jabatan politik dari partai politik (parpol) maupun independen.
Dari sisi pengawasan, akan ada DPRD Kota maupun Kabupaten di Jakarta. Namun untuk Kabupaten Kepulauan Seribu, dianggap tidak memenuhi syarat menjadi daerah otonom tingkat dua karena jumlah penduduknya relatif sedikit.
“Soal nanti (sistem) pemerintahan itu perlu kita diskusikan, saya belum berani mengatakan bahwa harus mengikuti daerah lain secara sekonyong-konyong (tiba-tiba) begitu kan. Apakah ada otonomi, ataukah tetap seperti ini supaya jangan menambah urusan,” kara Ryas.
Jika dibuat seperti persis provinsi yang lain, harus ada DPRD, orang partai politik pasti suka.
Saya punya pengalaman dengan pemekaran daerah itu yang paling semangat adalah parpol, begitu daerah dibuka maka lapangan pekerjaan terbuka lagi kan karena ada lagi DPRD.
Menurutnya, pemerintah pusat harus membahas secara mendalam jika menginginkan adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan tingkat dua.
Meski begitu, Prof Raays sepakat bahwa Jakarta harus tetap menjadi provinsi karena dilihat dari historis berdirinya Jakarta.
“Alasan saya mengapa sepakat bahwa Jakarta tetap menjadi provinsi khusus, karena alasan historis.
Tidak mungkin Anda hilangkan historis karena itu sudah terpatok, masak Jakarta turun kelas dan naik kelas juga tidak mungkin menjadi negara,” katanya.
“Jadi stuck di sini, Jakarta akan tetap menjadi provinsi karena kalau bukan menjadi provinsi di akan turun kelas, sedangkan dia terlahir sudah menjadi provinsi,” imbuhnya.
Meski begitu, Prof Ryaas beranggapan ide mengenai kota otonom di Jakarta masih sangat terbuka. Pasalnya Jakarta masih menyandang status sebagai provinsi.
Kalau Jakarta tetap daerah provinsi statusnya, apakah itu khusus atau istilah lainnya maka ide mengenai kota otonom itu masih bisa diselamatkan. Karena tidak mungkin kan ada kota otonom, tanpa provinsinya.
Masak orientasi kepada Provinsi Banten atau Jawa Barat, iu tidak mungkin karena menjadi pelecehan terhadap sejarah.
Prof Ryaas menambahkan, pelayanan publik di Provinsi Jakarta diprediksi akan tetap sama meski IKN dipindah ke Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ini tercantum dalam UU Nomor 2 tahun 2022 tentang IKN yang diteken Presiden RI Joko Widodo pada 15 Februari 2022 lalu.
“Tetap saja sama, mulai dari suplai air bersih tetap diperlukan sama jumlahnya tidak berkurang untuk volumenya. Pelayanan keamanan dan ketertiban juga akan tetap sama, kemudian layanan kependudukan dan catatan sipil serta kesehatan tidak akan ada yang berubah,” jelasnya.
“Jakarta itu tidak akan kehilangan banyak dengan pemindahan IKN, kecuali kemacetan yang pasti hilang atau berkurang.” Prof M Ryaas Rasyid, mantan Menteri Otonomi Dearah/mantan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara.
Golkar Libatkan Mantan Menteri Otonomi

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara memunculkan pertanyaan, bagaimana bentuk pemerintahan di Jakarta setelahnya?
Apakah akan sama seperti provinsi lain, hal mana terdapat otonomi di tingkat kabupaten/kota?
Muncul gagasan menjadikan Batavia sebagai kota bisnis dan kota pendidikan.
Aneka gagasan bermunculan pada diskusi kelompok atau focus group discussion (FGD) bertema “Bagaimana Sistem Pemerintahan DKI Jakarta Setelah Tidak Lagi Menjadi Ibu Kota Negara dalam Perspektif Ahli?” yang diselenggarakan Dewan Pembina Partai (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Bersama Warta Kota – Tribun Network, di Menteng Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Diskusi menghadirkan sejumlah pakar di bidangnya dari akademisi, birokrat hingga legislatif. Pembicara yang hadir di kantor DPD Golkar DKI adalah mantan Menteri Otonomi Dearah/mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Prof M Ryaas Rasyid, Guru Besar IPDN Prof Sadu Wasistiono, dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar sebagai keynote speaker.
Hadir pula dari pihak legislatif yakni Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, Sekretaris I Fraksi PKS Mohammad Taufik Zoelkifli, dan Ketua fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Rani Mauliani, dan Ketua fraksi PSI Idris Ahmad.
Prof Ryaas Rasyid yang menjabat Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) mengatakan, keputusan pemerintah pusat itu akan berimplikasi pada usia aparatur sipil negara (ASN) yang lebih panjang.
Dia menganggap, ASN tidak akan mengalami stress, seperti halnya Jakarta, yang kental dengan nuansa kemacetan dan demonstrasi terhadap kebijakan pemerintah.
Pasalnya, lokasi IKN Nusantara di Kalimantan Timur masih sangat sepi karena berawal dari hutan.
Di sisi lain, jumlah penduduk di sana juga masih sangat sedikit dibanding Provinsi Jakarta yang mencapai 10,6 juta orang.
“Di sana tuh pusat pemerintahan, biar tenang gitu loh. Sepi, tenang bisa konsentrasi pikiran, tidak macet di jalan dan umur panjang di sana.
Orang-orang pemerintahan tidak akan terganggu demonstrasi karena penduduknya sedikit,” kata Prof Ryaas, mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Sadu Wasistiono menilai berpindahnya salah satu fungsi utama Kota Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan nasional, membawa konsekuensi perlunya perubahan nama DKI Jakarta.
"Salah satu alternatif nama yang disarankan adalah Daerah Khusus Provinsi (DKP) Jakarta. Kekhususan yang dimiliki oleh Kota Jakarta adalah sebagai pusat bisnis nasional, pusat keuangan dan perbankan skala nasional, pusat lembaga-lembaga internasional, dan fungsi-fungsi spesifik lainnya," kata Sadu.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI telah menandatangani UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) pada 15 Februari 2022 lalu.
Artinya IKN di Indonesia dipindah, tidak lagi di Provinsi DKI Jakarta tapi di Provinsi Kalimantan Timur.
Ahmad Doli Kurnia mengatakan ketika Jakarta sudah tidak menyandang status sebagai ibu kota, Jakarta tidak akan kekurangan apapun.
Bahkan memiliki peluang untuk kembali menata yang sebelumnya belum dimaksimalkan.
"Saya kira ketika Ibu Kota pindah ke Nusantara, Jakarta tidak kekurangan apa pun. Bahkan kita punya peluang untuk menata kembali Jakarta jadi lebih baik dari hal-hal yang selama ini dianggap belum baik," kata Doli.
Jakarta hanya kehilangan status ibu kotanya, namun kekhususan daerahnya tidak akan pernah hilang.
"Jakarta harus jadi daerah khusus, tidak hilang kekhususannya. Jadi yang hilang ibu kotanya saja. Lalu, menjadi daerah khusus apa? Ini yang kita harus buat kajian, dan kita bahas," kata dia.
Jakarta bisa menjadi provinsi umum lainnya, yang memiliki daerah otonomi di tingkat kabupaten/kota.
Dalam hal ini, jabatan kursi wali kota dan bupati jadi jabatan politik, bukan administratif seperti sekarang.
"Jadi kalau sistem pemerintahannya sama seperti daerah otonom yang lain maka ya dipimpin oleh seorang Gubernur. Kemudian DPRDnya ada daerah Kabupaten/Kota.
Kalau selama ini karena kekhususan Ibu Kota itu dipilih atau ditunjuk Walikotanya mungkin juga sudah harus ada Pilkada kemudian DPRD juga kotanya," jelas dia.
Saat ini pemerintahan di Jakarta masih berpedoman pada UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara.
Undang-undang itu belum dicabut. Karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) hanya berstatus administrasi, sehingga wali kota dan bupati masih dipegang oleh PNS eselon II yang ditunjuk Gubernur DKI Jakarta.
Jika usulan itu disetujui, lima wali kota dan saatu bupati di Jakarta akan menjadi jabatan politik yang diisi kader partai politik maupun independen.
Dari sisi pengawasan, akan ada DPRD Kota maupun kabupaten.
Guna mengisi kursi-kursi tersebut, pemerintah pusat harus menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan legislatif (Pileg) untuk pemerintahan tingkat dua di Jakarta.
Risiko Stres ASN
Ryaas melanjutkan, kehidupan ASN di Nusantara akan lebih tenang dan kecil kemungkinan menjadi korban kriminal dari kawanan penjahat.
Dia meragukan, para pencuri maupun perampok mau ke IKN Nusantara untuk membidik ASN menjadi korban.
“Pegawai pasti kurang uangnya, tidak banyak orang kaya nanti di sana, sehingga (aksi) kriminal akan tetap di Jakarta.
Jadi, tidak ada yang berubahlah secara signifikan, itu yang harus ditaruh di benak kita supaya kita tidak terlalu membayangkan perubahan yang drastis,” ujarnya.
Menurut dia, perubahan IKN dari Jakarta ke Kaltim tidak akan memberikan perubahan besar bagi Jakarta, kecuali statusnya.
Diprediksi, pemindahan pusat komersil tidak akan terjadi walau pusat pemerintahan dipindah ke IKN Nusantara Kaltim.
“Kemungkinan bank-bank besar tetap ada di Jakarta karena konsumennya di sini. Jakarta itu tidak akan kehilangan banyak dengan pemindahan IKN, kecuali kemacetan yang pasti hilang atau berkurang,” ucap mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara era Presien Abdurrahman Wahid ini.
Dia meyakini, tingkat kemacetan di Jakarta akan berkurang karena seiring dengan aktivitas ratusan ribu ASN di pemerintah pusat yang dipindah ke IKN Nusantara.
Selain itu, orang-orang daerah yang punya kantor perwakilan di Jakarta juga akan pindah ke sana, termasuk kunjungan daerah ke Jakarta juga akan berkurang.
“Itu rahmat besar buat penduduk Jakarta, kalau menurut saya begitu. Kecuali, orang-orang yang mau cari kesempatan untuk komunikasi dengan pemerintah pusat, ya mereka harus ke sana tapi kalau kepentingan komersil nggak tergantung pada status IKN,” imbuhnya. (faf/m26/m27)
• Diego Simeone Pelatih dengan Gaji Tertinggi, Bandingkan dengan Klopp, Daftar Pelatih Bergaji Besar
• Baru Terungkap Kondisi Terkini Hubungan Venna Melinda dengan Elma Theana, Istri Ferry Irawan Pasrah
• Sosok Pnt Chandra Bandu, Nominasi Komisi Pemuda Sinode GMIM, Aktif di Berbagai Organisasi Pelayanan