Opini
PDGI dan Narasi Perubahan
Ditulis drg.Rustan Ambo Asse Sp.Pros, alumni Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Hasanuddin
(Catatan Menjelang Kongres PDGI Balikpapan 7-9 Maret 2022)
Oleh : drg.Rustan Ambo Asse Sp.Pros
Alumni FKG Universitas Hasanuddin
Kongres Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) XXVII akan dilaksanakan selama tiga hari: 17-19 Maret 2022. Bertempat di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sebagai organisasi sekaligus rumah bagi seluruh dokter gigi di Indonesia, PDGI serupa tempat untuk kembali sekaligus tempat merajut silaturahim bagi anggotanya.
Tak hanya itu, PDGI menjadi wadah menghimpun segala problematika yang dihadapi selama ini. Sekaligus tempat untuk mencari solusi.
Kongres PDGI bagai titik balik organisasi ini untuk evaluasi diri, menguatkan visi dan memperjelas eksistensi konstitusi.
Barometer dinamika organisasi ini tentu akan nampak dalam kongres .
Apakah PDGI hanya akan fokus kepada siapa ketua terpilih ataukah PDGI secara mendalam akan membahas hal-hal substansial yang berkaitan dengan kepentingan anggotanya kaitanya dengan kebijakan JKN, hingga peningkatan profesionalisme.
Sekaligus menjadi wadah untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan era industri 4.0 dan lain sebagainya.
Era JKN
Salah satu hal yang penting dan substansial yang perlu dibahas dalam kongres dan cukup populer saat ini adalah bagaimana mengevaluasi pelayanan gigi mulut untuk masyarakat di era JKN.
Kita perlu melakukan kajian akademik sekaligus meluruskan seberapa penting selama ini pemerintah menganggap kesehatan gigi mulut itu dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Sehingga dengan demikian pengurus PDGI juga tidak serta merta hanya berorientasi terhadap kenaikan kapitasi tapi jauh daripada itu, pemerintah, PDGI dan masyarakat sebagai user mesti juga menjadikan kesehatan gigi dan mulut sebagai aspek kesehatan utama.
Bagi BPJS sebagai penyelenggara JKN masih kita temukan persepsi dan defenisi yang keliru terkait kesehatan gigi dan mulut. Baik di tingkat faskes pertama dan faskes lanjutan masih banyak jenis perawatan gigi dan mulut dianggap sebagai estetika.
Padahal kehilangan gigi entah karena infeksi atau traumatik sifatnya sejatinya memerlukan perawatan yang kita anggap sebagai perawatan yang bersifat restoratif ( atau mengembalikan bagian tubuh yang hilang termasuk gigi geligi agar pasien dapat mengunyah dengan baik).