Berita Seleb
Nasib 12 Santriwarti Korban Rudapaksa HW Guru Pesantren, Termuda 14 Tahun, Ada Melahirkan 2 Kali
Akibat perbuatan bejat Herry Wirawan lahir sembilan bayi yang dikandung oleh delapan santriwati. Bahkan, ada korban yang melahirkan dua kali
"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," katanya.
Kasus ini, menurut Diah, sangat menguras emosi semua pihak.
Apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.
"Sama, kami semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orang tua mereka," kata Diah.
Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orang tuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.
Bahkan, jika para orang tua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.
Karena, para orang tua korban, menurut Diah, bukan orang-orang yang tergolong mampu.
Mereka, kebanyakan adalah buru harian lepas, pedagang kecil dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.
Dikutip dari TribunBogor, dari 12 korban, 11 di antaranya berasal dari Kabupaten Garut.
Korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan yang berasal dari Garut ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga.
Diah menyaksikan pilunya momen pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah.
Orang tua korban pun berat terima kenyataan
Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.