Kebakaran Balai Wartawan
Sartika Peluk Bayinya Nekat Terobos Kobaran Api saat Kebakaran 4 Bangunan di Manado
Bayi perempuan 9 bulan itu terus menangis. Begitu pula kakaknya yang duduk di bangku SD. Dua anak itu terus merengek.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Aldi Ponge
Katanya, asap mengepul kencang dari atas atap rumah makan dan balai yang terbakar.
Panik, Hendra berlari mencari bantuan dengan menghubungi petugas yang dikenalnya.
"Tidak bisa mendekat, panas sekali," katanya
Herry dan beberapa petugas polisi dan TNI berupaya mendobrak pintu rumah makan mie ceplok tapi usaha gagal.
"Panas sekali tidak bisa," katanya.
Sementara itu, tatapan Darmadi (42) kosong, tubuhnya bergetar.
Pandangannya menatap ke arah puluhan petugas pemadam kebakaran, polisi dan TNI yang berupaya memadamkan api
"Ya Allah," katanya lirih. Ia lunglai menatap RM Ria Rio yang selama ini jadi tempat tinggal tengah dilahap jago merah.
Ia baru saja tiba dari selesai Salat Idul Fitri di Masjid Raya A. Yani Manado.
"Habis semua. Ijazah, KTP, surat-surat," kata pria lima anak asal Pemalang, Jateng.
Adi, sehari-hari koki di Restoran Wahaha Megamas. Ia tak pernah berpikir akan kena musibah di Lebaran.
"Saya rencananya mau istirahat saja. Nasib, sudah gak bisa mudik. Ya mau gimana," kata pria asal Pemalang, Jateng ini.
Adi cerita, ia dan Raja Siharanja, helper kokinya meninggalkan RM yang juga mess karyawan itu sekitar pukul 05.00 Wita.
"Kita sempat salat subuh baru keluar cari masjid, muter-muter juga karena biasanya di (Masjid) Firdaus," kata Raja.
Mereka tak punya firasat. "Kita tinggal semua listrik dicabut colokannya. Tidak ada kompor juga. Kulkas hanya di lantai satu," kata Raja.