Kudeta Myanmar
70 Orang Tewas Bentrok Kudeta Junta Myanmar, Ternyata Ada Taktik Mematikan Militer Bungkam Massa
Telah ada 70 orang korban tewas di Myanmar dalam rangkaian unjuk rasa menentang kudeta militer yang terjadi 1 Februari lalu.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dikabarkan sudah 70 orang tewas dalam aksi demo antikudeta di Myanmar.
Terrjadi 1 Februari lalu, puluhan nyawa melayang.
Dilaporkan Pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar pada hari Kamis (11/3),
bahwa telah ada 70 orang korban tewas di Myanmar dalam rangkaian unjuk rasa menentang kudeta militer.
Baca juga: Aksi Suster Ann Roza Berlutut dan Menangis di Depan Aparat Myanmar: Tolong, Tembak Saya Saja
Baca juga: 55 Klip Video Jadi Bukti Visual Militer Myanmar Gunakan Taktik Mematikan: Pembunuhan Besar-besaran
Baca juga: Polisi Myanmar Pilih Nyebrang ke India, Tolak Perintah Militer Tembak Mati Demonstran
Laporan tersebut langsung mendapat perhatian khusus dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC), dan menjadi bahasan penting dalam pertemuan di Jenewa.
"Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa, hingga hari ini, pasukan keamanan Myanmar telah membunuh sedikitnya 70 orang," ungkap perwakilan PBB di Myanmar, Thomas Andrews.
(Foto: Puluhan ribu orang berdemonstrasi menentang pengambilalihan militer di kota terbesar Myanmar Yangon dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, pada Minggu (7/2/2021). Korban kudeta Myanmar sudah 70 orang. (Istimewa/AP PHOTO)
Dalam laporannya di depan UNHRC, Andrews mengungkap bahwa junta menahan lusinan hingga ratusan orang setiap harinya.
Sejak 1 Februari, lanjutnya, jumlah penangkapan dan penahanan sewenang-wenang telah meningkat melebihi 2.000 kasus.
"Kekerasan terhadap pengunjuk rasa, termasuk kekerasan terhadap orang-orang yang duduk dengan tenang di rumah mereka, terus meningkat," ungkap Andrews, seperti dikutip dari Kyodo.
Sebagai pelapor khusus untuk PBB, Andrews mengatakan koordinasi internasional akan menjadi kunci dalam menjatuhkan sanksi secara efektif pada Myanmar.
Ia juga meminta agar negara lain untuk tidak mendukung rezim militer sebagai pemerintah yang sah.
"Orang-orang Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan tetapi juga tindakan suportif.
Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional sekarang," lanjut Andrews.