Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ex Philosphia Claritas

Ugahari dan Karakter Pemimpin

Keugaharian adalah keutamaan yang tampak dalam kemampuan mengendalikan diri, mengontrol diri dan mengetahui batas.

Dokumentasi pribadi
Ambrosius Loho, Dosen Unika De La Salle Manado 

Oleh:
Ambrosius Loho M.Fil
Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado
Pegiat Filsafat

KEWIBAWAAN seorang pemimpin atau orang yang ditokohkan, sebulan terakhir ini dipertanyakan.

Memang ini menyangkut oknum dan juga menyangkut tindakan yang dilakukan oleh orang pribadi, tapi walaupun hal itu sering dianggap sebagai masalah di ranah privat (masalah pribadi orang per orang), akhirnya menjadi konsumsi publik ketika mengemuka di seantero sosial media, bahkan pemberitaan-pemberitaan media online.

Tak bisa dimungkiri, hal ini adalah masalah moral. Hal ini menjadi masalah serius di bidang moral, juga karena diyakini, setiap tindakan yang dilakukan oleh oknum yang dimaksud, tidak berdasar sebuah pertimbangan logis, terukur, dan bernilai moral. Apapun itu, itulah kenyataan yang terjadi.

Apa yang dipraktekkan seorang tokoh publik yang viral itu, memaksa kita bertanya bagaimana wibawa para tokoh publik, tokoh masyarakat bahkan pemimpin saat ini? Sudah sebegitu tidak bermoralkah mereka?

Hemat penulis, jawaban atas pertanyaan ini dirasa tidak mendesak untuk ditemukan karena yang terpenting memahami dengan benar apa dan bagaimana yang disebut sosok pemimpin adalah hal yang paling mendesak untuk dipaparkan.

Pemimpin (yang baik) adalah pemimpin yang mampu mengayomi rakyatnya, tapi juga menjadi panutan masyarakat.

Pemimpin yang baik harus menyatakan diri sebagai orang yang berkeadilan, tidak pilih kasih, dan sarat dengan keugaharian.

Masyarakat pada umumnya tentu mengharapkan pemimpinnya atau tokoh penting yang ditokohkan adalah orang yang kapabel dan bisa dipercaya, termasuk memiliki etika dalam setiap perilaku di tengah keluarga dan masyarakat.

Kita bisa mendata bahwa terdapat banyak ciri seorang pemimpin yang baik, namun penulis lebih condong untuk menggaungkan soal keugaharian.

Ya, keugaharian sangat penting untuk diuraikan dan dipahami, bukan hanya oleh pemimpin dan tokoh publik, tapi juga setiap individu, yang tentu saja memiliki kemungkinan-kemungkinan untuk menjadi pemimpin. Siapapun, bukan hanya pemimpin, harus memiliki keugaharian.

Apa itu keugaharian?

Keugaharian adalah keutamaan yang tampak dalam kemampuan mengendalikan diri, mengontrol diri dan mengetahui batas.

Setiap invividu yang ugahari, adalah sosok yang dalam setiap tindakan, mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Hal itu menunjuk pada hikmat praktis yang membimbing orang dalam pilihan-pilihan bertindak. Individu yang ugahari adalah pribadi yang santun, tidak ugal-ugalan tetapi bukan pengecut, tahu malu (punya rasa malu) dan berpenampilan sederhana. (Setyo Wibowo 2015: 14).

Di saat yang sama, seorang yang ugahari adalah yang tidak pernah bermewah-mewahan.

Dia bisa menjadi moderator, yang bukan hanya sekedar pendengar tetapi menjadi penengah dalam kehidupan bersama, menjadi orang yang bisa mengantarai sebuah pembicaraan.

Maka menjadi pemimpin yang ugahari harus mampu dan bisa memobilisasi, menggerakkan sebuah kelompok masyarakat yang dia pimpin. (Ibid., hlm. 15).

Belajar dari sikap ugahari ini, tentu harapan dan keinginan masyarakat terhadap para pemimpin, sejalan dengan apa yang menjadi semangat para filsuf di zamannya.

Menjadi pemimpin tidak memperkaya diri, menjadi pemimpin adalah memberi diri, menjadi contoh dan hal yang tidak bisa diabaikan adalah memiliki etika publik yang patut dicontoh.

Terhadap bebagai kejadian yang terpentas, masyarkat perlu memberi ‘warning’ yang positif demi kemaslahatan bangsa dan negara.

Para pemimpin di sisi tertentu, sangat perlu untuk diawasi, dikawal dan diingatkan, karena mereka adalah pemimpin kita.

Tokoh masyarakat yang ditokohkan, diidolakan masyarakat, dan dikagumi masyarakat, bukan hanya sekadar menampilkan tampilan luar yang menarik, tapi terutama juga tampilan dalam diri, terutama menyangkut sikap, kepribadian dan cara berperilaku, harus menampakkan sikap yang ugahari.

Terhadap berbagai kejadian yang cukup memalukan dan mempertaruhkan kewibawaan seorang pemimpin, harus menjadi suatu pengalaman yang harus diubah, dan proses perubahan tentu harus berangkat dari menelaah setiap perbuatan-perbuatan yang dilakukan, kemudian mengambil langkah yang tepat dan benar demi kehidupan selanjutnya.

Akhirnya, setiap pemimpin perlu memiliki kesiapan mental dan spirit yang beretika. Mengingat bahwa menjadi pemimpin adalah sosok yang penting dalam sebuah kelompok, maka dengan memberi fondasi yang kuat dalam dirinya adalah juga penting.

Jadi, akhirnya seorang pemimpin harus memberi diri untuk menjadi seorang yang mampu memberdayakan diri dengan fondasi kuat untuk kemudian bisa menjadi pemimpin untuk semua orang. (*)

Begini Respons Nikita Mirzani Setelah Dengar Kabar Ustaz Maaher Minggal Dunia

9 Februari 2021, Diperingati Sebagai Hari Pers Nasional atau HPN, Ini Sejarahnya

Bikin Melongo, Ini Daftar Pengeluaran Bulanan Jaksa Pinangki

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved