OPINI
KPK Menyoroti Data Bansos, Apakah Sudah Akurat?
"Tahun 2021 ini penyaluran bantuan sosial akan terus kita lanjutkan, dan di dalam APBN 2021 telah kita siapkan anggaran
Tak hanya itu, KPK juga menemukan data penerima bantuan regular seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) tidak merujuk pada DTKS.
"Demikian juga berdasarkan pengelolaan data bansos di beberapa daerah, KPK menemukan masih terdapat penerima bansos regular yang juga menerima bantuan terkait Covid-19 seperti bantuan sosial tunai dan BLT dana desa," jelas Ipi.
Untuk memperbaiki kualitas data penerima bantuan ini, KPK mendorong agar menjadikan padan NIK dan DTKS sebagai persyaratan penyaluran bansos.
KPK juga merekomendasikan Kemensos untuk memperbaiki akurasi DTKS, melakukan perbaikan tata kelola data, termasuk mengintegrasikan seluruh data penerima bansos di masa pandemi dalam satu basis data.
Apakah dengan peluncuran sembako tiga dimensi (PKH, Bansos /BPNT, dan BST), oleh Presiden Jokowi Senin 4 januari 2021 yang lalu, persoalan data sudah tuntas?. Ternyata belum. Apa buktinya belum?. Buktinya adanya early warning yang disampaikan KPK hari Selasa 5 Januari 2021, sehari sesudah Presiden Jokowi meluncurkan program sembako.
Persoalan DTKS itu, bukanlah persoalan di kantor pusat (Kemensos), tetapi sejauh mana proses pendataan itu dilakukan. Bagaimana verifikasi dan validasi yang dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bagaimana petugas yang ditunjuk ( umumnya pendamping Kessos), melaksanakan tugasnya. Secara berjenjang di level RT, RW, Dusun/Desa, Keluraan, Kecamatan dan Kabupaten sudah clear and clean?. Saat ini dari lebih 500 Kabupaten/Kota, apakah sudah bersih datanya?. Bagaiman check and recheck dilakukan?. Apakah sudah dibuatkan mekanisme tanggung jawab renteng jika ada data yang salah disetiap level pemerintahan daerah?.
Jujur saja, memang tidak mudah. Tetapi harus dilakukan upaya perbaikan terus-menerus. Pemadanan DTKS dengan NIK, itu memang salah satu cara untuk cek silang, tetapi persoalan dilapangan masih banyak orang miskin yang memang tidak punya KTP elektronik, apa lagi yang dibalik gunung, pulau-pulau terpencil, dan dipedalaman.
Dalam persoalan ini, Kemensos harus menyelesaikannya. Menemu kenali DTKS yang non NIK itu, harus terdata dengan akurat dan dilindungi untuk mendapat bansos agar tidak smakin parah kehidupannya.
Penyelesaian DTKS ini, harus dibangun komitmen yang kuat antara Kemensos sebagai pemegang mandat UU 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, dengan Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kab/Kota), yang juga berpegang pada UU Nomor 23/2014 Tentang Pemerintah Daerah, untuk saling bersinergi untuk mendapatkan data Kessos yang akurat, yang sangat bermanfaat untuk perencanaan program-program pembangunan lainnya.
Tidak ada gunanya berbagai model sistem aplikasi yang digunakan, dengan teknologi digital yang canggih sekalipun, jika data yang masuk sampah (garbage), maka yang keluar juga sampah. Kuncinya raw data / primary data yang didapat dari level paling bawah. Sekali lagi peran pemain lapangan sangat menentukan akurasi data. Bu Mensos dengan para Kepala Daerah yang dulu adalah teman-teman Ibu, ajak mereka menyiapkan DTKS yang akurat, clear and clean.
Data akurat, akan menjadi pengunci untuk mempersempit terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penyaluran bansos, baik bentuk in kind maupun cash transfer. Akurat pun data, bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan, jika itu dilakukan terstruktur, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas bisa reversible. Tapi itu semua akan dapat dihentikan jika dengan kepemimpinan yang kuat dan berintegritas. Semoga.
Cibubur, 7 Januari 2021
*) Pemerhati kebijakan Publik/Dosen FISIP UNAS