Berita Heboh
Jusuf Kalla Sebut Pengusaha Rokok Jadi yang Terkaya, Diancam Kanker pun Tak Peduli
Jusuf Kalla mengakui bukan industri teknologi maupun energi yang menjadi bisnis potensial di negara ini.
"Jadi, kita ini kesempatan untuk mengubah struktur ekonomi kita."
"Saya ikut bersalah sebetulnya dua kali jadi Wapres."
"Walaupun dua kali kabinet itu berusaha mengupayakan agar rokok dikurangi, enggak jadi dinaikkan, ternyata enggak terlalu berhasil," jelas Jusuf Kalla.
Terlebih, tantangan untuk menekan penyebaran rokok ini juga berasal dari pemerintahan.
"Karena banyak juga pendukungnya, termasuk dalam pemerintahan," tutur Jusuf Kalla.
Oleh karena itu, Jusuf Kalla menilai hal ini harus menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk melihat rokok bukan merupakan solusi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Ia menekankan, jika pengusaha rokok yang selalu berada di urutan tertinggi terkait pendapatan, maka ekonomi Indonesia diprediksi tidak akan mengalami keberkelanjutan.
"Jadi, ini masalah yang harus kita hadapi dan kita akan hadapi."
"Karena pasti kalau pengusaha rokok yang terus (di urutan) 1,2, dan 3 pasti enggak sustainable ekonomi kita," tegas Jusuf Kalla.
Ia pun membeberkan perbedaan 'bisnis menjanjikan' yang ada di Indonesia dengan negara lainnya di dunia.
Rata-rata, kondisi ekonomi di negara maju ditopang bisnis di bidang teknologi.
Dominasi teknologi dunia, saat ini dikuasai oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan (Korsel).
"Keadaan ekonomi kita sangat berbeda dibanding negara lain, ekonomi Amerika perusahaan paling maju sekarang IT."
"Dulu tahun 60-70, perusahaan raksasa paling kaya minyak Chevron, Exxon, dan sebagainya."
"Di Jepang bankir Softbank atau perusahaan lainnya, Korea Selatan IT juga Samsung," tutur Jusuf Kalla.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/wapres-jusuf-kalla-3478358.jpg)