Sejarah
Sejarah Partai Masyumi, Awal Mula Terbentuknya di Masa Jepang hingga Dibubarkan Oleh Soekarno
Masyumi dihidupkan kembali oleh Cholil Ridwan yang malang melintang di Dewan Dakwah Ismaliyah Indonesia (DII).
Dikutip dari tesis mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia, Siregar, Insan Fahmi, Partai Masyumi: pembentukan, perkembangan dan pembubarannya 1945-1960, hubungan Masyumi dengan Presiden Soekarno amatlah penuh dinamika.
Hubungan Masyumi dengan Presiden Soekarno misalnya, pernah juga mengalami hubungan yang harmonis, terutama pada masa revolusi.
Hubungan itu mengalami pergeseran hingga menjurus kepada konflik. Konflik antara Soekarno dengan Masyumi semakin tajam.
Terutama sejak adanya keinginan Soekarno mengubur partai politik pada Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Keluarnya Dekrit tersebut semakin memperkuat dan memperbesar kekuasaan Soekarno di satu pihak, sementara di pihak lain semakin melemahkan posisi dan peran Masyumi sebagai partai politik.
Bukan hanya peran politik Masyumi yang semakin merosot, tetapi eksistensi Partai Masyumi pun diakhiri Soekarno melalui Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960.
Isi Kepres tersebut berbunyi:
Menimbang : bahwa untuk kepentingan keselamatan Negara dan Bangsa, perlu membubarkan Partai Politik Masjumi, oleh karena organisasi (partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnja turut
serta dalam pemberontakan apa jang disebut dengan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” atau “Republik Persatuan Indonesia” atau telah djelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan, sedangkan organisasi (partai) itu tidak resmi menjalahkan perbuatan angguta-angguta pimpinan
tersebut.
Kepres No. 200 tahun 1960 ini dikuatkan lagi dengan Kepres No. 128 Tahun 1960.
Faktor penyebab Masyumi dibubarkan
Pertama, Soekarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya yang sudah lama terkubur, terutama mengenai partai politik, demokrasi dan revolusi.
Kesimpulan ini didasarkan atas beberapa pernyataan dan pemikiran Soekarno yang sudah berkembang sejak masa pergerakan nasional sampai masa awal Demokrasi Terpimpin.
Sejak masa pergerakan nasional, Soekarno menginginkan partai politik cukup satu. Bahkan pada Oktober 1956, Soekarno menyatakan partai politik adalah penyakit, sehingga harus dikubur.
Selain itu, Soekarno menginginkan demokrasi yang diterapkan adalah Democratisch-centralisme, yakni suatu demokrasi yang memberi kekuasaan pada pucuk pimpinan buat menghukum tiap penyelewengan, dan menendang bagian partai yang membahayakan massa.