Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu Tribun Manado

Merintis Jalan Menuju Internasionalisasi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sastra, karena itu semua orang Indonesia terlebih khusus generasi muda harus diajak mencintai sastra.

NET
Ilustrasi 

Oleh:
Evi Martika D Kasiahe S.Fil, M.Hum
Dosen Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Katolik De La Salle Manado

INTERNASIONALISASI bahasa Indonesia mulai digaungkan sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Dalam Pasal 44 undang-undang tersebut diamanatkan tugas penginternasionalisasian bahasa Indonesia secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Amanat ini semakin diteguhkan dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Presiden dan Wakil Presiden di Forum-forum Resmi Internasional. Hal ini juga turut didukung dengan pengiriman tenaga pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang dilakukan oleh Kemendikbud lewat Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) yang hingga Juni 2019 tercatat telah melaksanakan 78 penugasan pengajar di 70 lembaga penyelenggara BIPA di 21 negara dengan pemelajar yang dilayani mencapai 3.144 orang.

Kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah konkret yang disebutkan di atas memperlihatkan cita-cita luhur untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia dari bahasa negara menjadi bahasa internasional. Cita-cita ini tentu sedikit memantik rasa bangga dalam diri rakyat Indonesia, tetapi adakah rasa bangga itu disertai jiwa dan semangat nasionalisme untuk semakin mencintai bahasa Indonesia? Cita-cita luhur ini sebenarnya juga menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat membuktikan seberapa Indonesianya penghuni negeri ini. Atau seberapa cintanya orang Indonesia terhadap bahasanya sendiri. Upaya internasionalisasi bahasa Indonesia adalah sebuah gema internasional yang harus lebih dulu digemakan di negeri sendiri.

Apa yang dicita-citakan harus dicapai lewat usaha bersama, tanpa usaha dan perjuangan bersama maka upaya internasionalisasi bahasa Indonesia, hanya akan menjadi wacana abadi. Beberapa hal sekiranya dapat menjadi tonggak harapan demi tercapainya cita-cita luhur itu yaitu, menggencarkan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, memperbaiki model pembelajaran bahasa Indonesia, dan mencintai karya sastra yang dihasilkan anak bangsa.

Sudah hal menjadi yang lumrah ketika dijumpai lebih banyak tulisan-tulisan bahasa asing di ruang-ruang publik dibandingkan tulisan bahasa Indonesia. Hal ini kadang dilihat sebagai masalah sepele tetapi sebenarnya mengancam eksistensi bahasa Indonesia dan mengusir ‘tuan rumah’ dari rumahnya sendiri. Masyarakat Indonesia perlu menjadi masyarakat yang taat hukum, mengikuti aturan-aturan yang sudah ditetapkan pemerintah terutama soal penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.

Selain masyarakat umum, kecintaan terhadap bahasa Indonesia perlu ditanamkan dalam diri generasi penerus bangsa ini terutama mereka yang masih duduk di bangku pendidikan lewat pendidikan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia perlu diajarkan dengan cara yang lebih menarik sehingga membangkitkan rasa ingin tahu dan kreativitas peserta didik. Pengajaran bahasa Indonesia tidak hanya berorientasi pada penguasaan teori, tetapi harus menjadi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa dalam hal, membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Sehingga mereka yang belajar bahasa Indonesia langsung merasakan manfaat nyata dari pendidikan bahasa Indonesia. Hal ini tentu perlu didukung oleh banyak hal, mulai dari kreatifitas pengajar sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, dan motivasi peserta didik.

Bahasa Indonesia tentu tidak bisa dipisahkan dari sastra, karena itu semua orang Indonesia terlebih khusus generasi muda harus diajak untuk mencintai sastra. Sastra perlu diperkenalkan secara lebih dekat, lebih akrab, dan lebih menarik kepada generasi sekarang yang sehari-hari lebih sibuk dengan gawai dan internet. Upaya untuk mengakrabi karya sastra sejauh ini hanya diminati oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia sastra atau kesusastraan. Padahal, sastra merupakan salah satu kekayaan bangsa yang semestinya dicintai dan diapresiasi keberadaannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan langkah sederhana dan mudah, yaitu dengan mulai membaca. Beberapa novel terbaik karya sastrawan Indonesia, lebih terkenal di luar negeri dari pada di negerinya sendiri. Sebut saja novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata yang meraih kemenangan di ajang International Winner General Fiction New York Book Festifal 2013 tetapi tidak diakrabi di negeri sendiri. Generasi zaman sekarang lebih mengenal film “Laskar Pelangi” yang notabene diadopsi dari novel “Laskar Pelangi” yang justru tidak mereka kenal.

Jadi, internasionalisasi bahasa Indonesia sebenarnya bukan saja upaya membawa bahasa Indonesia ke ajang internasional, tetapi juga upaya untuk mengobarkan kembali rasa nasionalisme melalui kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Karena itu internasionalisasi bahasa Indonesia perlu dibarengi dengan tindakan-tindakan nyata di dalam negeri ini, untuk semakin mengokohkan eksistensi bahasa Indonesia di Indonesia, di rumahnya sendiri. (*)

Baca juga: Tanggal Habib Rizieq Pulang Indonesia Disampaikan Hari Ini, Disiarkan Langsung dari Makkah

Baca juga: Pelajar SMA Curi Uang Rp 18,2 Juta dengan Cara Bobol Atap Toko, Duit Dipakai untuk Foya-foya

Baca juga: Sosok Presiden Soekarno, Dagestan, Makam Imam Bukhari dan Khabib Nurmagomedov

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved