Polri Terbitkan Telegram Larang Aksi Buruh, YLBHI: Polri Tidak Punya Hak Mencegah Unjuk Rasa
Polri mengklaim penerbitan surat telegram untuk meredam aksi buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, masih dalam koridor tugas pokok institusi.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Serikat buruh berencana untuk menggelar unjuk rasa terkait dengan penolakan pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja.
Menanggapi hal tersebut, pihak Polri pun melakukan antisipasi dengan menerbitkan telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020.
Penerbitan telegram tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.
• Serikat Buruh Bakal Mogok Kerja dan Lakukan Unjuk Rasa, Menaker: Saya Meminta Agar Dipikirkan Lagi
• Sebut DPR Tidak Mendengarkan Aspirasi Rakyat, Sekjen MUI: Lebih Mendengarkan Pemilik Modal
Polri mengklaim penerbitan surat telegram untuk meredam aksi buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, masih dalam koridor tugas pokok institusi kepolisian.
"Polri sesuai dengan tugas pokoknya, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, dan selaku penegak hukum, tentunya punya kepentingan terkait dengan merebaknya informasi demo besar-besaran 6, 7, 8," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020).
Awi menuturkan, Polri berperan penting dalam melakukan antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tersebut ditandatangani As Ops Kapolri Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis tertanggal 2 Oktober 2020.
Isinya berupa sejumlah perintah untuk antisipasi aksi unjuk rasa (unras) dan mogok kerja buruh pada tanggal 6-8 Oktober 2020 dalam rangka penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Di antaranya yaitu, perintah melakukan deteksi dini, mencegah aksi unras guna memutus penyebaran Covid-19, patroli siber, hingga kontra narasi.
Pandemi Covid-19 dijadikan alasan Polri untuk tidak memberikan izin unras.
Menurutnya, salah satu tugas Polri adalah memutus penyebaran virus corona.
Selain itu, kata Awi, Polri berpedoman bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto.
Untuk itu, aparat membatasi kegiatan yang melibatkan kerumunan massa mengingat berpotensi terjadi penyebaran Covid-19.
"Bukan berarti Polri melarang demo itu berarti melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998, tidak, pada intinya kita akan kembalikan, tag keselamatan jiwa masyarakat adalah hukum yang tertinggi," ucapnya.
"Pemikiran inilah yang dijadikan pedoman terhadap dikeluarkannya tersebut, termasuk Polri disampaikan untuk tidak memberikan izin demo," sambung dia.