Jejak Imam Bonjol di Pineleng dan Kesetiaan Sang Pengawal Apolos Minggu Hingga Nikahi Gadis Minahasa

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa para Pahlawan Nasional.

Begitu kata-kata bijak yang sering diajarkan.

Ziarah ke makam para pahlawan untuk mengenang dan mendoakannya adalah satu di antara sekian banyak cara menghormati jasa mereka.

Alasan itulah kami mengajak Tribuners menengok makam salah satu Pahlawan Nasional yakni Tuanku Imam Bonjol di Minahasa, Sulawesi Utara.

Nama aslinya, Muhammad Shahab. Tuanku Imam Bonjol adalah nama gelarnya.

Kata Bonjol diambil dari nama kampung kelahirannya di Provinsi Sumatera Barat.

Merujuk batu nisan yang tertera di makamnya, Pahlawan Nasional RI ini juga dikenal dengan nama Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin.

Nama lainnya, Tuanku Nan Renceh dari Kamang.

Ia lahir 1772 dari pasangan Khatib Bayanuddin dan Hamatun.

Selain sebagai ulama, Imam Bonjol juga dikenal sebagai pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda.

Perang yang dipimpinnya dikenal dengan nama Perang Padri. Berlangsung sekira 25 tahun, 1803-1838.

Perlawanan Imam Bonjol berakhir setelah ia ditangkap dan diasingkan oleh tentara Kolonial Belanda pada Oktober 1837.

Tempat pengasingan Imam Bonjol pun berpindah-pindah.

Dari Sumatera Barat, ia diasingkan ke Cianjur (Jawa Barat). Lalu ke Ambon dan berakhir di Minahasa, Sulawesi Utara.

Nah kali ini, saya ingin mengajak Tribuners mengenal lebih dalam tentang jejak akhir pengasingan Imam Bonjol di Minahasa.

Juga cerita gadis Minahasa yang menikah dengan pengawal setia Imam Bonjol hingga terjadi penyebaran agama Islam di Minahasa.

Termasuk keunikan seekor burung merpati yang selalu bertengger di atas pusara Imam Bonjol.