Tajuk Tamu Tribun Manado
Estafet Pewarisan Budaya pada Anak Muda Minahasa
Anak muda Minahasa selalu tampak memiliki daya saing karena mereka tidak sendiri, juga karena mereka akan selalu menggelorakan semangat Mapalus.
Oleh:
Dominica Diniafiat
Mahasiswa Doktoral Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar
Pegiat Budaya
DALAM sebuah tulisan terdahulu, penulis pernah mengangkat tema tentang kebudayaan yang dikemas dalam sebuah judul “Memahami Kebudayaan”. Sebagaimana diuraikan di sana, kebudayaan adalah sebuah kekayaan. Penulis juga merujuk arti kebudayaan berdasarkan apa yang diuraikan Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat: Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Jadi, kebudayaan itu mencakup gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya.
Gagasan tentang kebudayaan ini tentu dapat digolongkan kategori gampang-gampang susah. Mengapa demikian, karena sebuah kebudayaan tentu sangat tampak dari sebuah fakta adanya hasil karya yang dihasilkan oleh seorang individu dalam sebuah kelompok masyarakat, yang menghasilkan kebudayaan. Pendek kata, kebudayaan berarti sebuah sistem pengetahuan yang mencakup ide-gagasan yang ada dalam pikiran manusia, dan kekuatannya terletak pada bagaimana seorang subjek berkontribusi dengan pikiranya, karena hal tersebutlah yang menentukan sebuah aksi atau karya nyata.
Dengan demikian, semuanya akan bermuara pada sebuah pemahaman bahwa kebudayaan yang amat kaya dan diperkaya oleh pikiran dan pemikiran, juga karena kebudayaan adalah sebuah investasi. Karena kebudayaan adalah investasi, adalah penting untuk menggaungkan bahwa kebudayaan harus diestafetkan turun temurun.
Dalam sebuah talkshow Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) yang dilaksanakan pada Sabtu, 25 Juli 2020, penulis mencoba menggaungkan kebudayaan dengan fokus pada kaum milenial, kaum muda. Judul yang penulis angkat adalah “Estafet Pewarisan Budaya pada Anak Muda Minahasa.” Judul ini penulis angkat karena merasa amat perlu untuk dikedepankan sebuah sisi dari perlunya anak muda untuk bergiat dalam kebudayaan, mengingat anak muda adalah generasi penerus bukan hanya kebudayaan, tapi juga penerus semua cita-cita luhur para pendahulu bangsa negara Indonesia.
Jika kita amati, dunia anak muda selalu dekat dengan budaya digital, kemudian, anak muda saat ini, sangat tampak berorientasi pada target dan tidak lagi pada proses. Hal ini penulis lihat sesuai kenyataan bahwa anak muda sekarang tidak lagi memikirkan proses apa yang diperlukan untuk sampai pada dunia digital yang serba mengedepankan ke-instan-an atau untuk mendapatkan sesuatu. Demikian juga anak muda kini selalu tampak menginginkan sebuah kecepatan dan sering berpikir yang ‘nggak ribet dan nggak rumit’. Termasuk keinginan untuk agresif dengan berbagai kecepatan kemajuan dunia dan kebudayaan.
Kendati demikian, mereka selalu mewujudkan sebuah gaya transformatif, dibandingkan apa yang sudah ada sebelum masa mereka seperti ini. itu juga yang akhirnya menjadi penting ketika kita memang butuh sebuah cara berpikir untuk berubah. Fakta ini, hemat penulis, ditunjang oleh adanya kekuatan dan sifat kritis anak muda kini. Dan tak terkecuali, mereka akan mengkritik sebuah hal baru yang mereka alami.
Dalam konteks anak muda Minahasa, penulis melihat bahwa faktor penting yang tampak adalah bahwa sumber daya manusia anak muda Minahasa adalah hal yang bisa dijadikan patokan, sehingga dengan adanya kemajuan dunia yang serba digital, anak muda Minahasa dengan muda mampu menyesuaikan. Anak muda Minahasa kini tampak berpola pada pemikiran yang kekinian atau up date, mereka juga sangat menginginkan sebuah hal yang inovatif, dan kolaboratif, dalam mengupayakan sebuah keberbedaan dengan yang lain.
Dengan fakta konteks anak muda Minahasa saat ini, penulis lalu melihat bahwa sudah seharusnya kita gaungkan terus, bahkan tanamkan secara masif sebuah pandangan bahwa mereka-lah yang memegang tongkat estafet pewarisan budaya di Minahasa. Kendati estafet pewarisan budaya itu banyak tantangan.
Dari sana, penulis melihat dengan keyakinan, bahwa anak muda Minahsa sudah sangat siap untuk apapun yang terjadi dengan peradaban yang akan terjadi. Mereka yang kini sudah ada dalam era revolusi industri 4.0, juga tinggal membutuhkan sebuah pengawalan dari para senior, agar tidak bias terutama dalam usaha pewarisan budaya Minahasa.
Akhirnya dapatlah dikatakan, yang paling penting saat ini adalah anak muda Minahasa harus menjadi agen perubahan. Harus pula memiliki kesadaran identitas sebagai anak muda Minahasa yang memegang tonggak estafet pewarisan budaya Minahasa. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, anak muda Minahasa perlu menggelorakan semangat Tut Wuri Handayani, yang selalu ditunjang oleh orang-orang di depan (orang tua), yang senantiasa memberi teladan, menjadi contoh dan terus membimbing di jalan yang benar terkait pewarisan kebudayaan.
Selain itu, anak muda Minahasa selalu tampak memiliki daya saing karena mereka tidak sendiri, juga karena mereka akan selalu menggelorakan semangat Mapalus. Semangat Mapalus, adalah spirit yang akan selalu menyatu dalam upaya anak muda untuk inovatif, kreatif. Dengan ini maka anak muda Minahasa, memilliki kesadaran akan identitas dan warisan budaya, yang kekinian, tapi tidak lupa pada kekunoan. Menjadi anak muda yang berpikir global tapi bertindak lokal. Milenial adalah laskar budaya, penjaga budaya, karena tonggak estafet pewarisan budaya ada pada kaum milenial.
Akhirulkalam, melampaui itu, rujukan kita yang cukup penting dan menonjol dan berkaitan erat dengan kebudayaan dan pemakluman tonggak estafet bagi anak muda Minahasa, adalah apa yang dikatakan oleh seorang filosof Drijarkara bahwa: Manusia itu selalu hidup dan mengubah dirinya dalam arus situasi konkret. Dia tidak hanya berubah dalam tetapi juga karena diubah oleh situasi itu. Namun, dalam berubah-ubah itu, dia tetap sendiri. Manusia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu berubah dan mengubah manusia. Salam budaya, salam milenial. (*)
• Banjir Bolmong-Bolsel: Sekda Ohy Bopong Orang Sakit, Yasti Rapat di Kantor Desa
• Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia: Media Sekarang Tersesat