RS yang Menaikkan Tarif Rapid Test Diberi Sanksi
Pemerintah bakal memberikan sanksi kepada rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain yang memberikan tarif pelayanan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah bakal memberikan sanksi kepada rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain yang memberikan tarif pelayanan rapid test lebih besar dari batas maksimum yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
• Jokowi: Ini Sudah Lampu Merah Lagi: Rekor Baru Positif Corona Tembus 2.657 Orang
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mewanti-wanti rumah sakit agar mematuhi batasan harga tertinggi rapid test sebesar Rp150 ribu.
“Berkaitan dengan SE Menkes tentang batas harga rapid test pasti kalau ada rumah sakit yang mengenakan biaya di atas itu pasti ada sanksinya," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (9/7).
Muhadjir mengatakan ada berbagai sanksi yang dapat diberikan kepada rumah sakit yang melanggar. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan keras.
Bahkan, menurut Muhadjir aparat penegak hukum dapat bertindak dalam menangani pelanggaran soal ambang batas tarif rapid test. Muhadjir tidak merinci soal detail sanksi yang dapat diberikan oleh penegak hukum.
"Itu kan sudah urusannya bukan di domain Kemenkes nanti. Sudah ranah aparat. Bisa dilihat itu berkaitan dengan pasal-pasal tentang pelanggaran, tapi itu bukan bidang saya," kata Muhadjir.
Seperti diketahui, Kemenkes mengeluarkan aturan terkait batas harga rapid test.Kemenkes memberikan harga tertinggi untuk rapid test sebesar Rp150 ribu. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi.
Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan rapid test tetap penting untuk dilakukan. "Perlu. Pakailah rapid test yang akurasinya bagus," kata Yurianto.
• Wapres Ma’ruf Amin: Presiden Tegur Menteri Namun Belum Ada Reshuffle
Hingga saat ini, alat deteksi COVID-19 yang paling andal adalah real time-polymerase chain reaction (RT-PCR). Namun bukan berarti alat tes jenis rapid test tidak berguna. "Rapid test itu berguna untuk screening (penapisan, red) supaya yang positif tidak usah bepergian," kata Yurianto.
Kritik datang dari Anggota Ombudsman Alvin Lie. Ia menyebut rapid test ini tidak ada gunanya untuk mencegah penularan covid-19. Apalagi dipergunakan sebagai syarat bagi penumpang saat bepergian di dalam negeri menggunakan pesawat terbang, kereta api dan kapal laut.
Menurut dia, jaga jarak, mengenakan masker dan cek suhu sebelum bepergian menggunakan transportasi umum sebenarnya sudah cukup.
"Dengan adanya ini, justru kita pertanyakan apakah masih relevan melakukan tes antibodi ini sebagai syarat bepergian bagi penumpang pesawat udara, kereta api, maupun kapal. Karena sebenarnya rapid test ini tidak ada gunanya untuk mencegah penularan covid-19," ujar Alvin.
"Perlu diingat bahwa hanya di Indonesia yang mensyaratkan calon penumpang pesawat udara maupun kereta api untuk mempunya sertifikat uji Covid. Negara lain tidak ada yang mensyaratkan itu, syarat itu hanya untuk lintas negara bukan untuk penerbangan domestik atau rute dalam negeri," tambah Alvin.
Alvin juga mengkritik kebijakan Kemenkes terkait batas biaya rapid test Corona tertinggi sebesar Rp 150 ribu. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan biaya rapid test selama ini memang sangat mahal dan menjadi ladang bisnis di saat krisis karena pandemi.
• CHORD Gitar dan Lirik Lagu Titipane Gusti - Denny Caknan, Lumayan Mudah
"Ini membuktikan selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan dan sudah menjadi komoditas dagang, kenyataannya ini bisa ditekan menjadi 150 ribu rupiah," kata Alvin.