New Normal
Sebut Negara Bangkrut, Refly Harun: Penerapan New Normal Sebagai Wujud Ketidakmampuan Pemerintah
Kabarnya dari Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun turut mengomentari soal rencana penerapan New Normal di tengah pandemi Virus Corona.
TRIBUNWOW.COM - Kabarnya dari Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun turut mengomentari soal rencana penerapan New Normal di tengah pandemi Virus Corona.
Terkait hal tersebut Refly Harun secara gamblang menilai New Normal menjadi wujud ketidakmampuan pemerintah mengatasi Virus Corona.
Dari keteranganya , pemerintah sudah tak mampu lagi menanggung kebutuhan warga selama pandemi.
• Masih Ingat Awan? Petugas PPSU yang Nikah dengan Bule Cantik Asal Turki, Kini dapat Tawaran Syuting
• Taiwan Tingkatkan Latihan Angkatan Udara untuk Hadapi Permusuhan China yang Kian Memanas
• KPK Tangkap Eks Sekretaris MA Nurhadi dan Menantunya, Ini Kronologinya

Sebelum Virus Corona melanda, Refly mulanya mengaku perekonomian mulai berangsur membaik.
Namun, perekonomian disebutnya langsung bangkrut karena Virus Corona.
"Soal lain yang juga patut dicatat adalah misalnya, dulu saya termasuk mengatakan ini bagus pertumbuhan ekonomi," ucap Refly.
"Tapi ketika masa pandemi Covid-19 ini sudah terlihat bahwa kelihatannya negara mulai bangkrut, uang sudah tak ada lagi."
Refly mengatakan, rencana New Normal merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah menanggung kebutuhan masyarakat selama pandemi.
"Jaminan-jaminan untuk, misalnya memastikan warga negara bisa makan semua, sulit bagi pemerintah," terang dia.
"Ketika pemerintah mau menjalankan skenario New Normal banyak yang mengkritik."
Melanjutkan penjelasannya, ia membandingkan Indonesia dengan negara lain.
Menurut Refly, negara lain berani menerapkan New Normal setelah benar-benar mengatasi Virus Corona.
"Kenapa? Karena sebenarnya itu sebenarnya wujud ketidakmampuan atau ketidakpercayaan pemerintah lagi mampu mengatasi Covid-19 ini," terang Refly.
"Di negara lain mereka melakukan New Normal setelah berhasil mengatasi paling tidak for the time being."
Hal itu dinilainya berbeda dengan yang terjadi di Indonesia.