Opini
Menyambut New Normal Life
Istilah New Normal menjadi perhatian setelah Presiden Jokowi menyampaikannya dalam sebuah kesempatan
Penulis: Dr Yoseph Arteurt Merung SP MSi (Dosen Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis Unika De La Salle-Pemerhati Sosial Budaya)
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Istilah New Normal menjadi perhatian setelah Presiden Jokowi menyampaikannya dalam sebuah kesempatan. "Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/5).
Pernyataan ini sedikit menciptakan sebuah kontroversi di tengah masyarakat, karena ada yang melihat pemerintah sepertinya memberi ‘warning’, seakan-akan tidak mampu lagi memerangi wabah ini. Namun, jika dilihat lebih dalam, hal itu merupakan suatu himbauan positf untuk masyarakat supaya lebih membudayakan protocol yang ditetapkan oleh pemerintah yakni: Jaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan dan lebih banyak tinggal di rumah, termasuk sejumlah aturan lain terkait pandemi covid-19.
Di sisi lain, penulis melihat bahwa ungkapan Presiden ini adalah sebuah cara yang bijaksana dan praktis dari seorang pemimpin, disbanding menyusun aturan yang sifatnya lebih memaksa masyarakat untuk mematuhi, yang rasanya kurang tepat di saat masyarakat mengalami kondisi psikis yang kurang baik karena terdampak dengan pandemi ini.
Hemat penulis, berdamai dengan covid-19 bukan berarti kita membiarkan virus initetap ada, tetapi berdamai berarti memahami bahwa covid-19 tak terpisahkan dengan kehidupan kita, maka dari itu, kita harus: Selalu mengenakan masker, mencuci tangan, lebih banyak di rumah dan mengurangi/menghindari kerumunan, sembari terus berupaya dengan berbagai cara menghentikan pandemi ini. Kondisi yang disebabkan karena pandemic, memang menjadikan situasi yang abnormal bagi masyarakat, karena akselarasi perubahan terjadi dengan cepat dan massif, hanya dalam hitungan 3-4 bulan, penyakitnya telah merebak ke seluruh dunia dan menyebabkan kematian yang tak sedikit.
Dampak corona secara radikal telah memaksa orang berada pada situasi yang oleh Alvin Toffler disebut sebagai keterkejutan masa depan (future shock). Menurut Toffler, akselerasi perubahan tidak hanya memukul industri dan negara, tapi merupakan kekuatan yang nyata yang sampai merasuki sendi-sendi kehidupan pribadi sehingga memaksa kita menjalani sesuatu kehidupan baru yang menghadapkan kita pada suatu bahaya psikologis dan dapat mengguncang kehidupan. Betapa tidak, kehidupan yang berjalan sehari-hari harus berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa dan tidak lazim. Kita semua pasti mengalami hal itu bagaimana aktivitas kehidupan kita harus dibatasi oleh berbagai aturan dalam rangka menghentikan penularan virus ini.
Terdapat banyak contoh nyata yang kita alami terkait bagaimana budaya kita mengalami pergeseran yang revolusioner bukan lagi evolusioner, sebagaimana budaya secara normal mengalami perubahan dalam masyarakat. Tapi dibalik itu kita harusnya bersyukur covid-19 hadir dalam situasi perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini. Kita bisa mengetahui perkembangan dengan cepat melalui internet, terlebih lewat media sosial. Kendati demikia, bisa kita bandingkan jika teknologi informasi belum berkembang terutama hadirnya media sosial, pasti akan menghadirkan problem lain. Jadi, bersahabat dan menjadikan internet sebagai bagian hidup untuk mendapatkan manfaat positif bukan hanya sekedar playing (entertainment, games) yang selama ini sebagaian besar masyarakat kita lakukan.
Kondisi sekarang ini memang harus dilihat sebagai sesuatu yang normal, karena dengan melihat itu sebagai sesautu yang normal maka kita tidak hidup pada bayang-bayang ketakutan berlebihan selama kita semua mengikuti protokol pemerintah terkait pandemi cocid-19. Pandemi ini memang telah banyak merubah kehidupan sosial, ekonomi, politik dan lingkungan.
Di India, masyarakat di salah satu kota yang dekat dengan pegunungan Himalaya, karena pemberlakuan lock down, masyarakat kota tersebut dapat melihat puncak pegunungan Himalaya (jaraknya kira-kira 200 km dengan kota tersebut). Dalam kondisi demikian, justru berbanding terbalik dengan keadaan ketika mereka tidak dalam keadaan lock down. Dalam arti tertentu, ketika di lock down justru mereka bisa menyaksikan keajaiban dari pegunungan Himalaya. Ini tentu contoh kecil yang merupakan dampak dari di lock down nya sebagian besar kota di India.
Berbanding lurus dengan itu, di Venessa Italia, masyarakat kota Venesa selama ini jarang melihat ikan-ikan di bawah air karena air yang keruh akibat sibuknya lalu lintas kendaraan laut, sejak diberlakukan lock down masyarakat setempat kini dapat melihat ikan-ikan yang terlihat begitu bayak di dalam air. Demikian pun di China, badan pemantau lingkungan, melaporkan bahwa tingkat pencemaran udara menurun drastis selama pemberlakuan lock down.
Masih banyak contoh positif dampak covid-19 bagi lingkungan. Maka karena itu, penulis merasa bahwa saat inilah alam menikmati kehidupan mereka yang bebas. Inilah juga sebuah ‘new normal’, ternyata mungkin tidak menyenangkan (karena kurang biasa) bagi manusia tapi memberi dampak positif lain bagi alam sekitar. Istilah new normal life masih dilihat berbeda oleh beberapa ahli. Ada yang melihat new normal adalah kondisi kedepan, namun dalam hal ini penulis sependapat bahwa new normal itulah yang sementara kita jalani sekarang sebagaimana yang diuraikan Presiden Jokowi bahwa new normal life ini sebenarnya adalah kondisi selama masa pandemik saja.
Menurut Herman Kartawijaya, "Sekaranglah era new normal. Bukan setelah covid-19. Bekerja dari rumah, produk harus online, komunikasi juga jadi serba online sehingga terbiasa dan menjadi rutinitas baru. Itulah new normal," ujar Founder & Chairman MarkPlus, Inc., Hermawan Kartajaya dalam sebuah talkshow online. Dia menegaskan pula, bahwa era post normal adalah ketika banyak standar dan protokol baru diterapkan di berbagai aktivitas. Tapi bagi penulis, new normal dan post normal merupakan satu kesatuan dengan perlakuan yang berbeda. New normal menciptakan kebiasaan baru, dan sudah dipastikan bahwa jika selesai era ini, tidak semua kebiasaan ini akan berlanjut ke era post normal, namun akan hadir era baru dengan standar-standar baru yang dilakukan untuk menghindari terjadinya terulang kembali pandemi ini.
Dari fakta-fakta uraian di atas, bagaimana kita mempersiapkan diri menghadapi era post normal? Bagi penulis, salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan future mapping (memetakan masa depan). Future mapping adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh James Canton dalam bukunya yang terkenal The Extreme Future. Canton memaksudkan bahwa dengan memetakan masa depan, akan memperlihatkan kesempatan atau peluang yang tersedia bagi seorang individu, organisasi, industri, pasar, bangsa dan bahkan peradaban.
Baginya, masa depan adalah sesuatu yang bisa dikendalikan dengan syarat yang harus dimiliki: Antisipasi, adaptasi, evolusi dan inovasi. Antisipasi artinya kita melakukan perkiraan/memperhitungkan sebelum sesuatu terjadi, terutama terkait dengan akibat yang ditimbulkan oleh pandemi ini. Seperti mengantisipasi kerawanan pangan. Maka dengan antisipasi, praktisnya kita membiasakan diri dengan makanan lokal yang alamiah yang mana hal ini merupakan salah satu cara yang tepat.
Adaptasi, yaitu mempersiapkan diri untuk memampukan diri dengan segala lingkungan, budaya dan kehidupan masyarakat yang bisa saja berubah setelah melewati masa pandemi ini. Termasuk menyiapkan segala kemampuan kita untuk menghadapi apa yang akan terjadi. Evolusi berarti segala sesuatu dapat saja berubah dan perubahan itu bisa datang secara tiba-tiba sehingga kita perlu melakukan gerakan-gerakan/tindakan-tindakan perbaikan dan yang terakhir adalah Inovasi, merupakan jalan ampuh untuk bersaing apalagi disaat era disupsi sekarang ini, karena perubahan yang begitu cepat. Inovasi dalam berbagai hal apalagi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup kita. Selamat datang New normal life.