Demonstran Pakai Jaket Almamater Polos Demo di KPK
Puluhan massa pendukung revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenuhi pelataran Gedung Merah Putih
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Sebanyak 18 Orang Gugat UU KPK Revisi
Sebanyak 18 orang mengajukan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/9). Mereka menyatakan pembentukan hasil revisi UU KPK tidak memenuhi ketentuan.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan pihak MK telah menerima berkas permohonan tersebut. Pada berkas itu terdapat 18 pemohon yang berasal dari berbagi latar belakang. Mereka di antaranya 15 orang mahasiswa dari berbagai universitas, seorang politikus, seorang wiraswasta dan seorang yang tidak mencantumkan jenis pekerjaannya.
Satu dari sekian poin pada pokok perkara yang diminta pemohon adalah menyatakan pembentukan hasil revisi UU KPK tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.
Baca: Menpora Terjerat Suap Rp 25,5 M: Istana Hormati KPK
"Diterima di kepaniteraan karena MK tidak boleh menolak perkara," kata Fajar, Rabu (18/9).
Setelah menerima permohonan uji materi, MK akan memproses permohonan tersebut sesuai hukum acara. MK akan memverifikasi kelengkapan permohonan menurut Fajar. Kelengkapan tersebut antara lain permohonan tertulis, identitas pemohon, daftar alat bukti dan alat bukti. Setelah sejumlah persyaratan yang diminta lengkap, MK akan meregistrasi permohonan.
"Kalau sudah diregistrasi, baru disidangkan," ujar Fajar.
Meski undang-undang tersebut belum diberi nomor, MK akan tetap memproses permohonan uji materi tersebut. "Undang-undang dimaksud belum diundangkan, belum ada nomor, maka sebetulnya belum ada objetcum litis-nya. Langkah selanjutnya diproses sesuai hukum acara," tutur Fajar.
Menurut Fajar ada kemungkinan pada masa tahapan proses registrasi hingga masuk tahapan persidangan pengujian undang-undang, undang-undang yang diujikan telah diberi nomor. "Hal itu akan dinasihatkan majelis hakim kepada pemohon ketika sidang pendahuluan," kata Fajar.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai produk cacat hukum.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan revisi UU KPK tidak masuk program legislasi nasional (Proglegnas) 2019. Menurutnya elemen masyarakat sipil akan berbondong-bondong melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Karena dinilai produk cacat hukum, diyakini akan banjir JR di MK. Ketika itu benar-benar terjadi, maka harusnya pemerintah dan DPR malu karena legislatif menciptakan aturan yang buruk," kata Kurnia, Rabu (18/9).
Kurnia mengatakan narasi yang dibangun DPR dan pemerintah menyebut revisi UU KPK sebagai upaya penguatan KPK telah terbantahkan. Pasalnya, poin-poin dalam revisi tersebut justru berpotensi melemahkan kinerja KPK. Menurut Kurnia hampir semua substansi dalam revisi undang-undang tersebut sangat mudah didebat.
Menurut Kurnia, pengesahan RUU KPK cacat formil. Dia menyebut DPR tidak taat kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan.
Pada pasal 45 ayat (1) UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan pembahasan sebuah RUU harus berdasarkan Prolegnas. Padahal, lanjut Kurnia, RUU KPK tidak masuk Prolegnas tahun 2019 sehingga telah terjadi pelanggaran formil.