Tajuk Tamu
Anwar Arifin AndiPate: Habibie, Pancasila, dan Kebebasan Pers
Habibie tersenyum senang, ketika hal itu saya sampaikan kepadanya dalam pertemuan santai di Ruangan Perpustakaan pribadinya.
Oleh:
Anwar Arifin AndiPate
Ketua Asosiasi Profesor Indonesia
TRIBUNMANADO.CO.ID - Prof Dr Ir Bacharuddin Jusuf Habibie wafat pada Rabu, 11 September 2019 di Jakarta. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, 12 September 2019.
Almarhum yang dilahirkan 25 Juni 1936 di Parepare (Sulsel) merupakan putra Sulsel yang mencapai puncak tertinggi dalam kedudukannya sebagai Presiden ke-3 RI (1998-1999).
Almarhum juga pernah menjadi Wakil Presiden RI (1997-1998) dan menjadi Menteri Ristek pada masa Orde Baru.
Habibie tersenyum senang, ketika hal itu saya sampaikan kepadanya dalam pertemuan santai di Ruangan Perpustakaan pribadinya yang luas (sekitar 7x20 meter), asri dan rapi di kediamannya Patra Kuningan, Jakarta.
Saat itu merupakan pertemuan terakhir saya selaku Sekertaris Dewan Kehormatan (Wanhor) Partai Golkar dengan BJ Habibie selaku Ketua Wanhor Golkar (Juli 2018). Beliau juga menyatakan bahwa buku-buku yang saya berikan, telah dibacanya.
* SDM
Sejak ia direkrut oleh Presiden Soeharto (1977), putra Alwi Abdul Jalil Habibie itu tak henti-hentinya menganjurkan pentingnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), agar bisa menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah.
Tanpa modal manusia seperti itu Indonesia akan ketinggalan dari negara-negara lain di Asia yang sejak pasca-Perang Dunia II memprioritaskan peningkatan kualitas manusianya sebagai modal untuk maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, yang disusul Singapura.
Negara-negara itu kini telah tampil sebagai negara industri maju yang tinggi pendapatan per kapitanya per tahun.
Anjuran tersebut dicontohkannya selaku ilmuwan genius berkelas dunia, terutama dalam bidang teknologi penerbangan.
Teori-teori ciptaaanya, menghasilkan royalty yang membuatnya ia sekeluarga sejahtera dan pensiun sebagai dermawan.
Habibie memberi beasiswa kepada ratusan ‘orang muda’ yang mau mengembangkan ilmunya di dalam dan di luar negeri.
Ketika beliau menjadi Presiden RI, Habibie ‘dikritik’ sebagai pemerintah SDM (semua dari Makassar). Itu karena banyak orang Makassar dalam pemerintahannya, seperti anggota kabinet: Tanri Abeng, M Junus Yosfiah, AM Galib, dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) AA Baramuli.
Selain itu berperan juga beberapa ‘anak Makassar’ seperti Dr Rias Rasyid, Dr A Alifian Mallarangeng, Dr Marwah Daud, A Makmur Makka, dan Andi Mattalatta MH.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/bj-habibie-presiden-ke-3-republik-indonesia.jpg)