Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Mujiburrahman: Sambutan dan Kekuasaan

Hubungan sambutan dan kekuasaan dapat dilihat dari urutan orang yang tampil berbicara. Biasanya, dimulai dari yang lebih rendah hingga yang tertinggi.

Editor: Fransiska_Noel
Ilustrasi 

Jelas tidak mudah bagi kita membedakan mana yang benar-benar menghormati pimpinannya dengan tulus dan mana yang pura-pura belaka.

Sudah maklum, di mana-mana makhluk penjilat yang berideologi asal bapak senang (ABS) itu berkeliaran. Kalau dilihat secara lahir, boleh jadi hadirin yang suka ngobrol atau sibuk dengan ponsel saat pimpinannya berpidato termasuk golongan yang pura-pura itu. Entahlah.

Sebagai ‘kepala sekolah’, saya kadang menyaksikan beberapa hadirin yang asyik ngobrol atau bermain ponsel saat saya sambutan.

Sebagai manusia, saya tentu merasa tenganggu. Tetapi saya juga berpikir, boleh jadi kesalahan itu terletak pada diri saya sendiri. Orang sudah bosan mendengar saya, karena sudah terlalu sering memberi sambutan, dan bagi mereka, yang saya omongkan dinilai tidak bermutu.

Kemungkinan lain adalah, saya dianggap hanya banyak bicara, tetapi kerjanya nol. Mereka sudah bosan dengan ceramah saya. Mereka ingin agar saya mewujudkan apa yang saya katakan. Jadi, sikap mereka yang tidak peduli dengan sambutan saya itu adalah kritik tak langsung.

Jika memang demikian, saya harus menerima sikap tak bersahabat mereka itu dengan lapang dada, meskipun tidak mengenakkan. Lain halnya kalau orang yang tidak mau mendengarkan itu memang sudah antipati dan benci pada kita sampai ke ubun-ubun. Kita tidak bisa dan tidak perlu berbuat apa-apa.

Bagi mata yang penuh benci, kesalahan sekecil apapun akan tampak, dan kebaikan sebesar apapun akan tak terlihat. Membuat semua orang suka itu mustahil. Risiko seorang pemimpin adalah, ada yang suka, adapula yang tidak.

Akhirnya, mungkin sambutan adalah budaya politik paternalistik yang masih kuat di negeri ini. Tetapi kita pun mulai berubah.

Kini kita lebih suka berbicara dua arah (dialog) ketimbang satu arah. Sayangnya, sebagian dari kita hanya ingin didengarkan, tetapi tidak mau mendengarkan. Kita berharap, kelak budaya sambutan itu berkurang, dan ketika ada sambutan, semua hadirin menyimak dengan khidmat! (banjarmasin.tribunnews.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved