Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Haris Zaky Mubarak MA: Kisah Baru Proyek Hambalang

Awal Agustus 2019 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuka kembali wacana keberlanjutan proyek Hambalang.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu Hambalang di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5). Proyek senilai Rp 1,175 triliun tersebut menghadapi beberapa persoalan antara lain amblasnya tanah di area Power House III dan fondasi lapangan bulu tangkis seluas 1.000 meter persegi periode Desember 2011. Selain itu proyek ini kini tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi perihal dugaan suap oleh anggota DPR. 

Pada Oktober 2013, KPK mulai melakukan penyelidikan terhadap PLOPN Hambalang. Beberapa acuan pasal yang dikenakan dalam dugaan kasus korupsi Hambalang adalah Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke (1) ke -1 KUHP yaitu pasal penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun.

Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Kasus korupsi Hambalang akhirnya menjadi contoh nyata bagaimana lahirnya pola korupsi yang sangat rapi melalui proyek pembangunan.

Praktik suap dalam memuluskan pengalokasian anggaran untuk proyek ini begitu besar.

Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi dalam pembangunan proyek bukanlah kejahatan yang berdiri sendiri.

Tahapan korupsi telah dilakukan secara berjenjang sejak penganggaran, lelang, hingga pelaksanaan kegiatan.

Korupsi Hambalang menjadi bukti korupsi berjamaah karena semua pihak yang disebutkan dalam audit menjalankan perannya masing-masing.

Dimulai dari penyiapan lahan untuk pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis pengadaan (lelang dan kontrak tahun jamak), pencairan anggaran, hingga sampai pada proses penetapan pemenang lelang yang dilakukan di luar prosedur baku.

Merelevansikan sejumlah argumentatif historis di atas maka tentu dalam usulan baru mengenai kelanjutan proyek Hambalang yang terbengkalai, pemerintahan Joko Widodo harus tetap mewaspadai akan adanya kemungkinan lahirnya sebuah praktik korupsi baru secara sistematis seperti yang pernah terjadi pada masa lalu.

Apalagi jika pemerintah tidak memiliki desain perencanaan matang untuk dapat menyelesaikan proyek Hambalang yang mangkrak maka boleh jadi tahapan dari proses proyek itu dapat saja diartikan publik sebagai sebuah estafet dari kelanjutan praktik korupsi di masa lalu.

Semoga saja pemerintah pusat menyadari hal tersebut dan dapat bersikap cermat dalam langkah implementasinya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved