Editorial
Belajar dari Kecelakaan Empat Turis Asing di Laut Bunaken
Peristiwa ini bukan cerita bagus bagi pariwisata Sulawesi Utara yang mulai mengembangkan diri dan berupaya menampilkan citra positif.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Fransiska_Noel
RASANYA sulit mendapati wisatawan datang ke suatu daerah hanya untuk mengadu nyawa.
Tapi mungkin saja ada penyedia jasa wisata yang memang menawarkan wisata adu nyali bagi pengunjung.
Tapi wisata demikian bertujuan memberi sensasi yang berujung kesenangan, bukan sengsara. Maka itu, pengelola wisata mempersiapkan segala sesuatu agar pengunjung aman dan selamat seusai menikmati wisata itu.
Sebut saja wisata alam seperti arung jeram, atau sepeda terbang, atau bungee jumping, atau mungkin taman safari, dan lainnya.
Ada bahaya yang bisa saja mengancam para pelancong tapi pengelola wisata sudah mempersiapkan segala sesuatu agar mereka tak terancam bahaya, bahkan pada akhirnya selamat.
Lebih dari itu, pada akhirnya wisata itu tetap digemari, wisatawan datang silih berganti, dan tempat wisata itu tetap eksis.
Begitulah bisnis wisata. Para turis atau pelancong datang menikmati wisata, bersenang-senang, membawa cerita indah saat pulang ke rumah atau negaranya. Mereka harusnya bergembira.
Namun, yang dialami empat turis asing saat berwisata ke Pulau Bunaken, Senin (13/8/2019), mungkin seperti mimpi buruk.
Bukannya bersenang-senang dan membawa kisah menarik, mereka justru harus mendapatkan perawatan di rumah sakit karena perahu wisata yang mereka tumpangi bertabrakan.
Peristiwa ini bukan cerita bagus bagi pariwisata Sulawesi Utara yang mulai mengembangkan diri dan berupaya menampilkan citra positif.
Bahkan, di nalar banyak orang sangat sulit dibayangkan ada tabrakan kapal di laut yang begitu luas pada hari yang cerah.
Mungkin saja kita bisa menyebut kemungkinan-kemungkinan lain di luar keterbatasan manusia yang mengakibatkan kecelakaan itu, namun rasanya ada prinsip yang dilupakan oleh penyedia jasa.
Keamanan bagi para wisatawan mutlak diperhatikan, tidak hanya ketika ancaman itu sementara ada di depan mata tetapi juga ketika keadaan biasa-biasa saja atau tenang-tenang saja.
Kelengahan menjaga keamanan mereka akan menjadi noda, tidak hanya bagi pengelola wisata yang mereka gunakan, tapi juga bagi daerah yang mereka kunjungi.
Itulah yang seharusnya kita jaga bersama, demi melanggengkan bisnis wisata itu sendiri, pun demi citra daerah.
Peristiwa di Bunaken kemarin menambah cerita miring bagi dunia wisata Sulut.
Beberapa waktu lalu, ada juga seorang wisatawan asal Cina yang meninggal saat berwisata di Bunaken. Pun jauh sebelum itu sudah ada peristiwa beberapa wisatawan asing yang juga meninggal.
Mungkin saja peristiwa-peristiwa itu bukanlah daftar terakhir dari rangkaian kecelakaan di daerah ini.
Aktivitas yang mengancam nyawa adalah keniscayaan. Kita tidak dapat memastikan kapan kejadian serupa bakal terjadi lagi.
Tapi menganggap peristiwa kecelakaan berada di luar keterbatasan manusia bukanlah jawaban rasional untuk mengembangkan pariwisata. Paling tidak, kita bisa meminimalisasi dampak yang lebih parah.
Semoga tekad kita untuk memajukan pariwisata serta menciptakan citra positif terhadap daerah ini dibarengi pula dengan tekad kuat memberi keamanan bagi para penikmat wisata.
Paling tidak, semua penyedia jasa paham dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga prosedur standar saat beraktivitas.
Bila semuanya sudah sesuai, mungkin kita baru bisa ‘mempersalahkan’ sesuatu yang lain. (*)