Berita di Sulut
LBH Manado Tolak Perkebunan Kelapa Sawit Masuk ke Sulut
Satryano Pangkey, Community Organizer LBH Manado mengatakan, pihaknya menolak hadirnya sawit di Sulut.
Penulis: Siti Nurjanah | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID - Aktivis LBH Manado menolak hadirnya perkebunan sawit di Sulawesi Utara (Sulut).
Satryano Pangkey, Community Organizer LBH Manado mengatakan, pihaknya menolak hadirnya sawit di Sulut.
"Kalau LBH untuk saat ini, mendesak agar aparat kepolisian yang berjaga di perkebunan sawit untuk mundur dari lahan garapan petani penggarap," bebernya, kepada Tribunmanado.co.id, Senin (22/7/2019).
Ia mengatakan menerima pengaduan dari petani di Desa Lolak, Lolak Tambulango, Lalow, Padang dan Desa Lolak II, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow perihal keberadaan personel bersenjata Brimob Polres Kotamobagu di lahan penggarapan padi dan jagung warga di tanah milik Negara.
"Dari keterangan warga, sejak tahun 2015 warga petani penggarap di enam desa tersebut mendapat intimidasi, dan ancaman kriminalisasi, bahkan bentuk-bentuk kekerasan itu masih dialami warga sampai hari ini, saat warga mau masuk dilahan garapan untuk bercocok tanam," bebernya.
Ia menambahkan,tanah tersebut merupakan tanah negara dan merupakan bekas HGU PT Mongondow Indah dengan komoditi kelapa dalam.
"Sejak tahun 1954 masyarakat lolak telah menggarap tanah ini dengan menanam palawija di sela-sela tanaman kelapa atas pengetahuan dan izin dari pemerintah. Akan tetapi tahun 2015 tiba-tiba PT Anugerah Sulawesi Indah (PT. ASI) mengaku mengantongi izin usaha perkebunan dan HGU untuk komoditi kalapa sawit di wilayah bekas konsesi PT Mongondow Indah," jelasnya.
Ia mengaku, bahwa masyarakat tidak pernah diberitahukan akan rencana pemberian HGU pada PT ASI dan telah meminta perusahaan menunjukan bukti-bukti izin maupun peta HGU akan tetapi tidak pernah bisa ditunjukan.
"Dalam situasi tersebut personel kepolisian dari Brimob Resor Kotamobagu masuk ke lokasi mengusir masyarakat dan mengawal proses pengambilalihan penguasaan lahan oleh perusahaan," ujarnya.
Ia menambahkan, keberadaan polisi tanpa menunjukan surat tugas mengawal aktivitas perusahaan melakukan penanaman sawit atas perintah PT ASI di atas lahan garapan warga dan melarang aktivitas warga.
Padahal sedang terdapat sengketa dengan petani telah membuat petani penggarap merasa terancam dan terintimidasi.
"Bahkan lebih dari itu, dari informasi yang didapat, sejak PT ASI mulai melakukan aktivitas penanaman sawit, sudah ada sekitar belasan warga petani penggarap yang ditersangkakan oleh Perusahaan dengan alasan yang tidak jelas.
Warga kemudian dibuat bungkam dengan ancaman kriminalisasi saat warga menuntut hak-haknya untuk menggarap tanah.
Selain itu pertanian yang sebelumnya sudah ditanami warga, seperti, padi ladang, padi sawa, dan jagung ditebang oleh perusahaan dengan menggunakan pengawalan bersenjata personel kepolisian Brimob Resor Kotamobagu," bebernya.
Ia menambahkan, dalam pasal 4 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menegaskan bahwa, Kepolisian Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri dalam negara yang meliputi terpeliharannya keamanan dan ketertipan masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinannya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/suasana-di-lokasi-kelapa-sawit-445.jpg)