Usulkan Pileg Sistem Proporsional Tertutup: Ini Alasan Mahfud MD
Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam ( KAHMI), Mahfud MD mengusulkan diberlakukannya
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MALANG - Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam ( KAHMI), Mahfud MD mengusulkan diberlakukannya kembali sistem proporsional tertutup dalam pemilihan anggota DPR. Hal itu untuk menggantikan sistem proporsional terbuka yang selama ini diberlakukan.
Mahfud menilai, penerapan sistem proporsional terbuka menimbulkan banyak masalah. Selain maraknya transaksi politik uang, sistem tersebut hanya menguntungkan calon yang populer.
Baca: Jokowi Singgung Pertemuan dengan Prabowo-Sandi: Begini Kata Pengamat Politik
"Sekarang proporsional terbuka ternyata di lapangan menimbulkan masalah. Orang yang populer tapi tidak punya ideologi yang sesuai dengan partai," katanya saat menjadi pembicara dalam Halal bi Halal KAHMI Rayon Brawijaya di Kota Malang, Minggu (30/6/2019).
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mencontohkan fenomena masuknya artis sebagai calon anggota legislatif. Artis yang sudah punya modal keterkenalan sangat berpotensi menggeser calon yang berasal dari kader partai.
"Sehingga yang berjuang dari bawah tersingkir oleh artis. Bahkan partai-partai sengaja merekrut artis," jelasnya. Kondisi itu menurut Mahfud akan mendistorsi perjuangan partai. Sebab, perwakilan yang lolos ke parlemen tidak memahami ideologi perjuangan partai.
"Sehingga nanti perjuangan partai ini menjadi kabur. Kemudian terpikirkan kembali pakai proporsional tertutup," katanya.
Baca: Utusan Prabowo Lakukan Ini kepada Maruf Amin
Kelemahan sistem proporsional tertutup Mahfud MD menyadari bahwa sistem proporsional tertutup juga memiliki kelemahan. Namun, sistem ini akan memberikan kesempatan bagi partai untuk menentukan kadernya yang bakal lolos ke parlemen. Sebab, penentuan calon terpilih dilakukan melalui nomor urut yang ditetapkan oleh partai.
"Memang ada positif negatifnya. Kalau dengan proporsional tertutup suap menyuap itu biasanya dilakukan borongan dari orang kepada pimpinan partai. Tapi kalau dengan sistem proporsional terbuka, suap itu biasa dilakukan secara eceran. Ke tukang terima uang di tingkat bawah," katanya.
"Sama ada buruk dan ada jeleknya. Yang penting kita mencari orang yang berkualitas," imbuhnya. Mahfud mengatakan, nantinya KAHMI akan menyusun naskah akademik dan akan mengusulkannya pada pemerintah.
Ketua Pelaksana Halal bi Halal, Mohamad Khusaini mengatakan, sistem proporsional tertutup akan memgurangi biaya politik. "Sekarang saat sistem terbuka memang demokrasi kita semakin maju. Tapi cost politiknya semakin besar," katanya.
Rekonsiliasi Tidak Harus Bergabung dengan Pemerintah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, rekonsiliasi pasca Pemilu tidak harus dengan mengajak lawan politik untuk bergabung ke dalam pemerintahan.
Menurutnya, rekonsiliasi bisa dilakukan dengan tidak mempertentangkan hasil Pemilu yang sudah diputus oleh MK. Dengan begitu, partai yang berada di pihak pasangan calon yang kalah bisa memantapkan diri menjadi oposisi.
Baca: Jokowi Tumpang Mobil Amin Datangi KPU: Begini Ceritanya
"Yang namanya rekonsiliasi itu tidak harus bersatu, tidak harus ke pemerintahan. Bisa rekonsiliasi, ayo sekarang berhenti bertentangan politik tentang Pilpres. Kita rekonsiliasi ke konstitusi. Saya akan jadi oposisi, Anda yang memerintah. Itu bisa," katanya saat menghadiri Halal bi Halal Korps Alumni HMI (KAHMI) Rayon Brawijaya di Kota Malang, Minggu (30/6/2019).
Meski demikian, rekonsiliasi juga bisa ditempuh dengan bergabungnya partai oposisi menjadi partai koalisi pemerintah. "Bisa juga rekonsiliasi, saya akan bergabung denganmu. Bisa. Itu terserah mereka," imbuhnya.
Mahfud MD mengatakan, rekonsiliasi akan terjadi ketika pihak oposisi dan koalisi pemerintah beralih dari memperdebatkan hasil Pemilu pada perdebatan kebijakan.
Karena itu, Mahfud MD menilai idealnya partai yang berada di pihak yang kalah memantapkan pilihan menjadi oposisi. Hal itu untuk menjaga keberimbangan berjalannya pemerintahan ke depan. Menurutnya, menjadi tidak ideal ketika posisi oposisi sangat lemah di parlemen.
"Saya berharap ada sedikit keberimbangan. Jangan semua partai ikut bergabung ke situ," katanya. Oposisi diuntungkan Berkaca pada pengalaman PDI Perjuangan dalam kurun waktu 2004 hingga 2014, berada di pihak oposisi juga menguntungkan bagi partai.
Setelah konsisten menjadi oposisi selama dua periode kepemimpinan presiden, PDI Perjuangan akhirnya memenangkan Pemilu legislatif 2014 dan 2019 dan berhasil menempatkan kadernya sebagai presiden.
"Biasanya yang memilih sikap oposisi itu itu diuntungkan. Seperti PDIP dulu 2004 sampai 2014 oposisi total. Tidak ada orangnya yang masuk ke pemerintahan.
Tiba - tiba setelah itu menang besar. Hasil Pemilu DPR terbanyak. Jabatan presiden dua periode. Kader dia yang jadi," ungkapnya. "Oleh sebab itu memilih oposisi untuk masa depan partai itu bagus. Tapi kalau mau bergabung boleh juga, siapa yang melarang."
Sementara itu, sampai sejauh ini ada dua partai yang memberikan sinyal akan bergabung dengan koalisi pemerintah. Yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat.
Wiranto Ingin Jokowi dan Prabowo Segera Rekonsiliasi
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berharap, Joko Widodo ( Jokowi) dan Prabowo Subianto dapat segera menggelar pertemuan. Hal ini dalam rangka rekonsiliasi pasca- Pilpres 2019.
Wiranto mengatakan hal tersebut saat menghadiri rapat pleno terbuka penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Minggu (30/6/2019). "Tentu kita berharap dengan penetapan ini kebersamaan ini dapat terjalin kembali.
Atau istilahnya yang dipopulerkan proses rekonsiliasi dapat berjalan dengan baik," kata Wiranto. "Dua tokoh kita harapkan Pak Jokowi dan Pak Prabowo bisa segera bertemu, untuk bicarakan bangsa Indonesia."
Menurut Wiranto, dengan ditetapkannya Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai paslon terpilih Pemilu 2019, maka tahapan penting dalam proses berdemokrasi telah terlewati. Ia mengatakan, Indonesia sudah berhasil menyelesaikan proses pemilihan umum yang terbesar dan paling rumit. Memang terjadi sejumlah gejolak selama tahapan pemilu, tetapi, hal itu masih bisa diatasi.
"Memang ada gejolak tetapi Alhamdulillah atas kesadaran bersama gejolak itu berakhir dengan baik," ujarnya. Oleh karenanya, menurut Wiranto, tahapan selanjutnya adalah melakukan pembangunan nasional untuk mencapai kemajuan Indonesia. (tribun/kps)