Menjabarkan Trilogi Pembangunan Jemaat
“Pentingnya Doa dalam Keluarga”
Banyak cara orang mengungkapkan permintaan dan permo-honannya kepada Tuhan, seperti pada umumnya orang berdoa.
MTPJ 30 Juni s/d 6 Juli 2019
TEMA BULANAN : “Keluarga Sebagai Pangkalan Misi”
TEMA MINGGUAN : “Pentingnya Doa dalam Keluarga”
BACAAN ALKITAB: Matius 6:5-15
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Banyak cara orang mengungkapkan permintaan dan permo-honannya kepada Tuhan, seperti pada umumnya orang berdoa.

Bagaimana seharusnya berdoa kepada Tuhan? Ada orang berdoa sambil berpuasa, tidak makan dan minum, doa sambil melantunkan pujian dan penyembahan, berdoa sambil menarik diri dari kesibukan (retreat). Berdoa seperti apakah yang berkenan pada Tuhan?
Tentu dalam iman, kita selalu bergantung kepada Dia yang punya kuasa untuk menjawab doa orang yang berseru kepada-Nya.
Harus dipahami bahwa doa yang yang dinaikkan adalah doa yang bergantung dalam kepasrahan dan kesungguhan, serta memuliakan Tuhan. Sebagaimana doa Tuhan Yesus di taman Getsemani “…tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Selanjutnya, doa merupakan komunikasi dalam keintiman dan kemesraan bersama Dia sebagai Bapa kita.
Doa memegang peranan penting dalam kehidupan orang percaya termasuk di dalamnya keluarga dan setiap pribadi.
Sebagaimana diakui bahwa keluarga memegang peranan penting dalam keseluruhan aktifitas rohani orang beriman, dan Alkitab menyaksikan bahwa doa menjadi sentral kehidupan keluarga Abraham, Musa, Samuel, Timotius, Kloe, Akwila dan Priskila, termasuk keluarga Yesus; Yusuf, Maria dan saudara-saudara-Nya. Karena itu tema minggu ini adalah Pentingnya Doa dalam Keluarga.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Matius 6:5-15 adalah bagian dari pada rangkaian khotbah Yesus di bukit. Dimana Yesus mengajarkan satu demi satu risalah (ringkasan) penting dari pengajaran-Nya. Menurut tradisi Yudaisme, orang Yahudi wajib berdoa pada jam-jam yang telah diatur setiap hari.
Jadi dimanapun dia berada baik di rumah ibadah, di kebun, di jalan, di pasar dan dalam keadaan apapun apabila tiba jam doa, maka seorang Yahudi saleh (kaum Farisi khususnya), wajib melantunkan doa-doanya kepada Tuhan. Mereka berdoa dengan suara yang sangat kedengaran.
Doa yang sering diucapkan adalah rangkaian kata yang sudah dihafal dan diucapkan dengan berulang-ulang. Sehingga kesan doa tersebut bertele-tele. Maka Yesus mengkritik cara mereka berdoa. Menurut-Nya, cara mereka berdoa seperti orang munafik yang melafalkan mantra-mantra tak bermakna dan sia-sia.
Akhirnya, orang Farisi menjadikan doa itu sebuah ritual yang mempe-rtontonkan kesalehan agar mereka kelihatan suci dan meng-harapkan munculnya rasa hormat dan segan orang banyak kepada mereka. Dengan situasi tersebut, murid-murid-Nya, meminta Yesus mengajarkan cara berdoa yang benar.
Menurut Yesus, bahwa doa yang benar harus bersikap tulus, menyediakan waktu dan tempat yang khusus. Berdoa merupa-kan komunikasi yang intens dengan Tuhan. Doa seseorang hanya Tuhanlah yang tahu apa yang didoakan.
Yesus meng-ajarkan cara berdoa yang lugas dan semua orang dapat mela-kukannya sebagaimana Ia sendiri berbicara dengan Abba, Bapa yang Dia kasihi dan hormati. Allah adalah Bapa kita yang mengasihi anak-anak-Nya juga mengerti segala sesuatu yang mereka butuhkan. Sebab Bapa mengetahui dan melihat yang tersembunyi.
Bapa kami yang di sorga dikuduskanlah nama-Mu. Menyapa Allah sebagai Bapa/Abba, berarti memandang Dia dalam kasih dan iman sebagai Pribadi yang begitu dekat dengan kita. Pengungkapan “yang di sorga”, kita menyatakan penghormatan kudus bagi-Nya.