Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sidang Sengketa Pilpres

Soal DPT Siluman Kubu Prabowo-Sandi, Berikut Penjelasan Hakim Mahkamah Konstitusi

Dalam amar putusan tersebut hakim turut menjelaskan soal dalil pihak pemohon Pihak Prabowo-Sandi adanya indikasi DPT yang tidak wajar

Penulis: Reporter Online | Editor: Rhendi Umar
TRIBUN/HO
Hakim Mahkamah Konstitusi 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi ( MK) telah membacakan putusan sidang terkait sengketa Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2019.

Dalam amar putusan tersebut hakim turut menjelaskan soal dalil pihak pemohon Pihak Prabowo-Sandi adanya indikasi DPT yang tidak wajar, yang oleh Pemohon disebut sebagai DPT siluman, sebanyak 17,5 juta.

Menurut Pemohon telah dilaporkan kepada termohon namun Termohon tidak mampu menjelaskan.

Bahkan pada 17 April 2019 (hari pemungutan suara) Termohon menambahkan 5,7 juta pemilih ke dalam Daftar
Pemilih Khusus (DPK) melalui PKPU Nomor 11 Tahun 2019 dan PKPU Nomor 12 Tahun 2019. Jika DPT siluman dan DPK dijumlahkan akan menghasilkan 22.034.193 pemilih.

Untuk mendukung dalilnya Pemohon mengajukan alat bukti bertanda bukti P-155 berupa print out analisa data DPTHP-2 dan saksi bernama Agus Muhammad Maksum serta ahli bernama Jaswar Koto.

"Bahwa terhadap dalil tersebut Termohon menyampaikan jawaban bahwa benar Pemohon pernah membuat Laporan terkait adanya DPT yang tidak wajar sebanyak 17,5 juta pemilih berdasarkan Berita Acara bertanggal 1 Maret 2019 dan Berita Acara bertanggal 15 Maret 2019," ujar Hakim di Persidangan.

Baca: Tak Hanya Galih Ginanjar, Deretan Artis Ini Juga Pernah Bongkar Aib Mantan, Karier Nomor 4 Lenyap

Baca: Prabowo Rencanakan Konsultasi Jalur Hukum Lain, Jokowi Sebut Ini Hasil Final Putusan MK, Babak Baru?

Baca: Tak Sesukses Kariernya, Bisnis Kuliner 4 Artis Ini Tutup, Nomor 4 Malah Milik Chef Terkenal

Lebih lanjut Hakim MK menjelasakan laporan Pemohon terkait dugaan DPT tidak wajar sebanyak 17,5 juta tersebut sudah diselesaikan secara bersama-sama oleh Termohon, Pemohon, Pihak Terkait, serta Bawaslu.

Termohon juga menjelaskan telah dilakukan 7 kali rapat koordinasi antara Termohon dengan Pemohon yaitu pada tanggal 15 Desember 2018, 19 Desember 2018, 19 Februari 2019, 1 Maret 2019, 15 Maret 2019, 29 Maret 2019, dan 14 April 2019.

Termohon juga membantah dalil Pemohon mengenai adanya indikasi manipulatif terhadap penambahan 5,7 juta pemilih ke dalam DPK.

"Pemilih dalam DPK dapat menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara dengan menunjukkan
KTP-el atau Surat Keterangan Perekaman KTP-el yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau instansi lain sejenis yang memiliki kewenangan untuk itu," ujar Hakim MK.

Hakim MK menjelaskan sudah memeriksa saksi yang diajukan Pemohon bernama Agus Muhammad Maksum yang menerangkan tentang ketidakwajaran DPT berupa adanya kode tidak wajar, NIK
palsu, NKK palsu, kesamaan tanggal lahir dalam jumlah yang tidak wajar, serta KK manipulatif.

Populer: Kubu Prabowo-Sandiaga Cari Jalur Hukum Lain untuk Gugat Kembali setelah Terima Hasil Putusan MK

Populer: KABAR TERBARU Guru SMP Nikahi Mantan Murid, Pak Guru: Tak Bisa Diungkapkan dengan Kata-kata

Populer: VIDEO VIRAL Satu Keluarga Kompak Melakukan Pencurian, Ayah Pantau Suasana, Ibu & Anak Beraksi

Namun dalam pemeriksaan tersebut Pemohon tidak dapat menghadirkan bukti P-155 walaupun sudah dicantumkan dalam daftar alat bukti untuk dalil DPT yang tidak wajar. Bukti P-155 baru diserahkan secara fisik oleh Pemohon pada hari Rabu, 19 Juni 2019, pukul 10.14 WIB (masih dalam tenggat waktu maksimum pukul 12.00 WIB yang diberikan oleh Mahkamah kepada Pemohon pada awal sidang tanggal 19 Juni 2019).

Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bukti dimaksud adalah sah dan akan dipertimbangkan oleh
Mahkamah.

Bahwa mengenai dalil Pemohon yang menyatakan terdapat 17,5 juta pemilih tidak wajar dalam DPT dan 5,7 juta pemilih dalam DPK, Pemohon mengajukan Bukti P-155.

Hakim MK menjelaskan, pihaknya mencermati dalil Pemohon, Mahkamah menemukan bahwa penjumlahan pemilih tidak wajar dalam DPT dengan pemilih dalam DPK menghasilkan jumlah 23,2 juta pemilih, dan bukan
22.034.193 pemilih sebagaimana didalilkan Pemohon (vide Permohonan angka 220, halaman 133).

"Adapun mengenai Bukti P-155, setelah diperiksa, Mahkamah tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa 17,5 juta orang tersebut adalah pemilih yang terdaftar dalam DPT karena Pemohon tidak menunjukkan di TPS
mana mereka terdaftar," jelasnya

Bahwa selanjutnya, terhadap Bukti P-155 tersebut, terlepas dari penilaian bagaimana perolehannya, setelah diperiksa oleh Mahkamah adalah hasil analisis dari Agus Muhammad Maksum terhadap DPTHP-2 tanggal 15 Desember 2018, yang kemudian hasil analisis tersebut oleh Agus Muhammad Maksum
diserahkan kepada KPU pada tanggal 1 Maret 2019.

Berita Selebritis Tribun Manado:

Baca: Song Joong Ki dan Song Hye Kyo Bercerai, Tagar SongSongCouple Jadi Trending Topic Dunia

Baca: Sekali Tusuk Ratusan Juta, Rahasia Awet Muda Barbie Kumalasari yang Bela Suami Iri Pernikahan Fairuz

Baca: Tak Hanya Galih Ginanjar, Deretan Artis Ini Juga Pernah Bongkar Aib Mantan, Karier Nomor 4 Lenyap

Dalam dokumen serah terima dinyatakan bahwa pada tanggal 1 Maret 2019 di Kantor KPU telah diserahkan
dugaan adanya data ganda, data invalid, dan dugaan manipulasi di Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat.

"Kesalahan-kesalahan dalam DPTHP-2 tersebut diakui oleh Termohon dan terdapat tahap perbaikan daftar pemilih dalam bentuk DPTHP-3.Sebagaimana telah dipertimbangkan Mahkamah di atas, DPTHP-3 inilah yang telah disahkan sebagai dasar penentuan daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dan sudah disetujui oleh semua pihak, termasuk Pemohon," ujarnya

Bahwa seandainya pun dalil Pemohon mengenai 22.034.193 pemilih “siluman” benar adanya, quod non, Pemohon tidak dapat menghadirkan alat bukti lain yang dapat menunjukkan dan memberikan keyakinan kepada Mahkamah bahwa 22.034.193 pemilih tersebut telah menggunakan hak pilihnya dan mengakibatkan kerugian bagi Pemohon.

Baca: Pascaputusan MK,  FKUB Serukan jaga Kebersamaan

Baca: Gugatan Pillpres Tuntas Lanjut Pileg,  3 Parpol di Sulut Ancang-Ancang Maju ke MK

Artinya, Pemohon tidak dapat membuktikan bukan hanya apakah yang disebut sebagai pemilih “siluman” menggunakan hak pilihnya atau tidak, tetapi juga tidak dapat membuktikan pemilih
“siluman” tersebut jika menggunakan hak pilihnya, quod non, mereka memilih siapa.

Dengan demikian, mempersoalkan kembali DPT menjadi tidak relevan lagi. Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum demikian, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

(Rhendiumar/Tribunmanado.co.id)

SUBSCRIBE YOU TUBE TRIBUN MANADO:

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved