Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ketua LPSK Sebut Hakim MK Teracam: Ini Perubahan Petitum Prabowo-Sandi

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengungkap informasi yang dia dengar informasi adanya hakim

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
YOUTUBE/KOMPAS TV
SEDANG BERLANGSUNG: Live Streaming Sidang Gugatan Pilpres 2019, Ada 2 Link! 

Sebelumnya, Tim kuasa hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno berencana meminta jaminan perlindungan saksi kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Ketua tim kuasa hukum Prabowo, Bambang Widjojanto, mengatakan perlindungan saksi diperlukan lantaran mereka menghadapi calon presiden inkumben yang memiliki berbagai sumber daya.

"Dalam menghadapi sistem, di mana rezim kekuatan berkuasa maka keamanan dan saksi menjadi bagian penting. Maka nanti ketika kami ajukan itu, apakah MK mau menjamin keselamatan saksi itu," kata Bambang di gedung MK, Jakarta, Jumat kemarin.

Baca: Sidang Sengketa Pilpres di MK: Kuasa Hukum BPN Minta Putusan, Suara Jokowi 48%, Prabowo 52%

Bambang menyebut presiden petahan yang merangkap menjadi calon presiden memiliki potensi memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk menghalangi proses persidangan. Penggunaan sumber daya itu ditakutkan mengganggu proses pemeriksaan sehingga tidak tercapai keadilan.

"Ada potensi seperti itu. Itu sebabnya kami meminta kepada MK agar memperhatikan yang disebut dengan perlindungan saksi," kata BW, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Bambang mengklaim ada sejumlah pihak yang bersedia menjadi saksi. Kata dia, mereka mempertanyakan keamanan dan keselamatan diri jika bersaksi di pengadilan. "Bisa enggak nanti kalau ada kepala desa yang mau melaporkan terjadi kecurangan, aparat-aparat tertentu itu kemudian dijamin keselamatannya. Itu jadi concern kami," kata dia.

Bambang mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah saksi. Namun dia belum mengungkap berapa banyak saksi yang disiapkan dan siapa saja mereka. "Ada tim sendiri soal itu."

Petitum Perbaikan

Dalam sengketa Pilpres ini, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dua kali melakukan revisi atau perbaikan petitum atau gugatan. Gugatan pertama diajukan ke MK pada 24 Mei terdiri atas 7 butir, perbaikan gugatan disampaikan pada 10 Juni menjadi 15 buti. Kemudain apda persidangan kemarin ada lagi revisi petitium. (Lihat Grafis).

Petitum atau tuntutan dapat juga disebut permohonan atau gugatan merupakan kesimpulan dari permohonan atau gugatan yang berisikan rincian satu persatu apa yang diminta atau dikehendaki untuk diputuskan/dikabulkan kepada para pihak, terutama kepada pihak Tergugat atau Termohon agar dikabulkan (majelis) hakim. Singkatnya, petitum adalah apa yang diminta atau yang diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, menetapkan jadwal sidang baru perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) 2019.

Penetapan jadwal sidang itu dilakukan untuk menjawab keinginan dari pihak termohon, yaitu KPU RI. KPU RI merasa keberatan karena pihak pemohon perkara, yaitu tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memaparkan petitum baru di luar dokumen yang telah diserahkan pada 24 Mei 2019.

"Majelis sudah bermusyawarah, permohonan termohon dikabulkan sebagian. Artinya tidak hari Senin (17/6/2019), tetapi hari Selasa (18/6/2019). Permohonan disampaikan sebelum sidang yakni pukul 09.00 WIB termasuk pihak terkait dan Bawaslu," kata Anwar.

Hakim Mahkamah Konstitusi pun akhirnya menggunakan petitum yang direvisi di muka persidangan sebagai permohonan Prabowo-Sandi selaku sebagai rujukan sidang.

Namun, Kuasa hukum KPU RI Ali Nurdin menegaskan, pihaknya bakal menolak materi gugatan perbaikan tersebut. Penolakan ini lantaran KPU berpedoman pada hukum acara Peraturan MK (PMK) yang secara jelas menyatakan tak ada kesempatan bagi Pemohon melakukan perbaikan dalam gugatan sengketa hasil Pilpres.

"Jadi prinsipnya kami melakukan penolakan terhadap materi gugatan yang disampaikan pemohon pada hari ini. Sebab itu di luar kerangka hukum acara, sebab itu ilegal," kata Ali Nurdin.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved