Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kumpulkan KPU Daerah: Ini Langkah KPU Pusat Hadapi MK

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan mengundang seluruh KPU tingkat provinsi untuk konsolidasi

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
KOMPAS.com/AJI YK PUTRA
Ketua KPU RI Arief Budiman saat berada di Palembang, dalam acara pelantikan komisioner KPU se Kabupaten/kota Sumatera Selatan, Senin (7/1/2019) 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sengketa Pemilu 2019 banyak yang bermuara ke Mahkamah Konstitusi. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan mengundang seluruh KPU tingkat provinsi untuk konsolidasi menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Tujuan konsolidasi, kata Arif, untuk mencocokkan data dari KPU kabupaten atau kota yang sesuai dengan permohonan peserta pemilu yang mengajukan PHPU. Menurut dia, langkah yang diambil KPU untuk menghadapi sengketa pemilu di MK yakni mempersiapkan penjelasan dan alat bukti.

Arief mengatakan ketika persidangan tidak hanya sekedar memberikan jawaban. Sebab jawaban dari KPU, kata dia, belum tentu bisa diakui dan diterima majelis hakim. "Tetapi, harus didukung sama data dan alat buktinya," kata Arief pada Jumat, 31 Mei 2019.

Baca: Pertemuan Jokowi-Prabowo Sejukkan Masyarakat

Menurut Arief, MK sedang memberikan waktu bagi pemohon untuk memperbaiki berkas yang telah diajukan. Dia berharap perbaikan itu tidak termasuk permohonan baru. "Nah kalau itu (permohonan baru) kan berarti dokumen alat bukti segala macam kita tidak perlu mengubah," kata dia.

Saat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mencatat gugatan perselisihan hasil Pemilu 2019 telah mencapai 340 permohonan. "Jumlah total permohonan sengketa hasil pileg sampai kini 339 yakni 329 diajukan parpol/caleg dan 10 diajukan calon anggota DPD. Satu lagi permohonan yakni pilpres," kata juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono saat dihubungi, Jumat, 31 Mei 2019.

Untuk pileg, kata Fajar baru 32 permohonan yang berkasnya telah lengkap. Menurut dia, MK masih menunggu pelengkapan berkas sampai hari ini. "Masih ada 307 permohonan yang belum lengkap (berkasnya)," katanya.

Hormati hasil
Budiman, mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia agar menghormati hasil Pemilu 2019. Menurut dia, hasil Pemilu 2019 merupakan kemenangan bagi masyarakat Indonesia.

"Pemilu 2019 sudah dilaksanakan. Puasa Ramadan sudah ditunaikan. Jadi mari sama-sama raih kemenangan untuk semua. Jadi sebetulnya ini kemenangan bersama," kata Arief, ditemui di kantor KPU RI, Jumat (31/5/2019).

Baca: Periksa Menteri ESDM Selama 6 Jam: Kasus Ini yang Didalami KPK

Dia menegaskan, siapapun yang terpilih di pesta demokrasi rakyat lima tahun itu merupakan pemimpin masyarakat Indonesia selama lima tahun ke depan. "Siapapun yang terpilih, mereka adalah pemimpin kita. Mau 01, mau 02, mau partai nomor 1, 2, 3, sampai 20. Siapapun yang terpilih, suka tidak suka, mereka yang akan memimpin untuk lima tahun ke depan baik di eksekutif, legislatif, parlemen tingkat pusat, provinsi, di kabupaten/kota. Mereka yang akan memimpin lima tahun ke depan," kata dia.

Untuk itu, dia meminta, agar tetap menjaga bangsa Indonesia. "Iya, mari sama-sama menjaga supaya lima tahun ke depan cita-cita bangsa ini bisa dicapai," tambahnya.

Dorong Rekonsiliasi Politik

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pihak mendorong adanya rekonsiliasi politik pascapenyelenggaraan Pemilu 2019. Menurut Pramono, Idulfitri harus dijadikan momen untuk melakukan rekonsiliasi setelah rasa kekeluargaan masyarakat Indonesia sempat terpecah-belah selama beberapa bulan pelaksanaan Pemilu 2019.

"Di dalam suatu keluarga besar bahkan satu kantor pilihan politiknya terpecah. Maka, momen Lebaran tahun ini kami harapkan bisa menjadi momentum untuk merekatkan kembali persaudaraan yang kemarin sempat terkoyak," ujar Pramono di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2019).

Pramono berharap rekonsiliasi terjadi pada dua tingkat, yakni di tingkat elite politik dan tingkat masyarakat akar rumput. Yang penting, kata dia, adalah rekonsiliasi di tingkat elite agar bisa menjadi contoh bagi rekonsiliasi di tingkat masyarakat.

Baca: Mikha Tambayong Diterima di Harvard: Begini Komentar Teman-teman Artis

"Pertama, di level elite politik. Yang mana biasanya hanya melakukan political game, pada hari ini berseteru menjadi lawan politik, maka berikutnya bisa menjadi koalisi, dan sebaliknya. Momen lebaran itu harus memberi contoh bagaimana mereka membangun rekonsiliasi," jelas Pramono.

Rekonsiliasi pada tingkat elite, kata dia, tidak boleh hanya bersifat simbolik saja. Rekonsiliasi harus dilakukan dengan tulus dan bisa juga menyelesaikan persoalan politik yang tersisa lewat mekanisme hukum yang berlaku.

"Kedua, rekonsiliasi yang paling penting justru di tingkat akar rumput, di tingkat masyarakat. Sebab mereka betul-betul terimbas dari konflik elite, provokasi hoaks dan narasi yang penuh konflik," ungkap dia.

Menurut Pramono, jika konflik di tingkat elite hanya sebagai permainan politik, namun di masyarakat justru tidak hanya sebagai permainan, tetapi ada yang menganggapnya perang total yang bisa merembet ke hal lain yang sensitif, seperti agama dan suku.

"Sehingga di kalangan masyarakat kita itu konfliknya bukan hanya dianggap sebagai permainan, tapi seperti perang total atau jihad atau armageddon. Sehingga rekonsiliasi di tingkat masyarakat perlu tetapi elite harus memberikan contoh dulu," pungkas dia. 

Politikus PPP: BW Jangan Kaburkan Sejarah

Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi menilai Kuasa Hukum Tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW) lupa kondisi Pemilu di era Orde Baru. Karena menurut anggota TKN Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin, BW menuding Pemilu 2019 sebagai pemilu terburuk sepanjang Indonesia berdiri.

"Berarti BW lupa bagaimana kondisi pemilu era Orde Baru," tegas anggota Komisi II DPR RI ini, Jumat (31/5/2019). Baidowi mengingatkan kembali waktu pemilu di era Orde Baru. Saat itu, pemilu penuh rekayasa dan itimidasi yang mana pemenangnya sudah didesain."Penguasa Orde Baru itu siapa? Mereka pada pemilu kali ini ada di pihak mana? Bahkan putra-putri penguasa orde baru itu ada dimana?" tanya Baidowi menanggapi tudingan BW.

Janganlah gara-gara dukungan politik, Baidowi berpesan, langkah mengaburkan fakta sejarah serta mengingkari akal sehat bahkan membelokkan isu ke yang lain. "Lebih baik katakan kebenaran meskipun itu terasa pahit bagi diri dan kelompoknya. Padahal sebaliknya sepanjang sejarah baru kali ini dilakukan secara serentak dan sudah terlaksana dengan baik ya alhamdulilah," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Sekjen PPP, Arsul Sani. Wakil Ketua TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin berharap BW tidak sedang amnesia ketika bicara demikian. "Semoga BW tidak sedang amnesia ketika bicara demikian," ujar Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini kepada Tribunnews.com.

Apalagi BW imbuh anggota Komisi III DPR RI, adalah generasi yg menyaksikan dan mengalami Pemilu di Republik ini pada zaman Orde Baru. Arsul Sani meminta BW, coba-lah buka kembali lembaran sejarah dan melakukan penelitian empiris dengan bertanya kepada rakyat yang mengalami Pemilu sejak 1971 sd 1997. "Tanyakan apa yang mereka rasakan antara Pemilu-pemilu pada zaman Orba dengan Pemilu 2019," tegas Arsul Sani.
.
Selain itu kata dia, coba BW buka link-link berita dari media asing bagaimana laporan dan penilaian mereka tentang Pemilu 2019 ini.

Juga kata dia, coba tanya kepada mereka yang pada 17 April lalu menjadi pemantau Pemilu 2019. "Jadi jangan menilai pakai kaca mata pribadi karena sedang punya status pribadinya sebagai kuasa hukum Paslon 02," ucapnya.

Bambang Widjojanto membandingkan antara Pemilu 1955 dengan Pemilu 2019 sangat jauh berbeda. Menurut BW Pemilu paling demokratis justru terjadi di awal perang kemerdekaan.
Sedangkan pemilu 2019 dia menilai adalah pemilu terburuk. "Inilah pemilu terburuk di Indonesia selama Indonesia pernah berdiri," ucap Bambang dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Atas dasar ini pengajuan gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi menjadi sangat penting. "Akan diuji apakah dia (MK) pantas untuk menjadi suatu mahkamah yang akan menorehkan legacy dan membangun peradaban kedaulatan di masa yang akan datang," tambah mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Terkait pengajuan ini BPN menyiapkan delapan orang tim pengacara. Dan alat bukti yang dibawa kuasa hukum Prabowo-Sandi sebanyak 51 alat bukti. (Tribun/dtc/bsc)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved