Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KPK Intai Transaksi Politik Uang: Peringatkan KPPS, KPU dan Bawaslu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengintai dan mencegah terjadinya transaksi politik uang (money politics) pada masa tenang Pemilu dan Pilpres 2019.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan pers mengenai penetapan tersangka baru dalam kasus tindak pidana korupsi, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/10/2018). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi terkait dengan perolehan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada APBN tahun anggaran 2016 untuk alokasi APBD Perubahan Kabupaten Kebumen tahun anggaran 2016. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengintai dan mencegah terjadinya transaksi politik uang (money politics) pada masa tenang Pemilu dan Pilpres 2019. Operasi khusus akan dilaksanakan mengingat, pekan lalu, polisi dan aparat Bea Cukai mengamankan 6 orang kurir yang membawa mata uang asing lebih dari Rp 90 miliar di Bandara Soekarno Hatta, beberapa menjelang pelaksanaan pemungutan suara atau pencoblosan, 17 April mendatang.

"KPK perlu memperingatkan, bahwa KPK akan tetap memperhatikan atau akan melakukan operasi khusus mencegah terjadinya money politics (politik uang) baik kepada penyelenggara pemilu maupun peserta," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Senin (15/4).

Saut Situmorang memberikan pernyataan tersebut untuk menanggapi kasus kurir membawa uang asing senilai Rp 90 miliar ke Jakarta.  Saut menjelaskan penyelenggara pemilu bisa melakukan operasi pencegahan politik uang mulai dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga rekap suara di KPUD Kota/Kabupaten.

"Khusus untuk penyelenggara pemilu, operasi bisa saja dilakukan di semua level mulai dari KPPS, Panwas, Rekap suara di KPUD Kab/Kota dan Provinsi dan lain-lain," kata Saut.

Pekan lalu, enam orang kurir yang diamankan membawa aneka ragam mata uang asing. Mulai dari Yen Jepang, Won Korea, Riyal Arab Saudi, dolar Selandiabaru hingga dolar Singapura. Jika ditotal keenam kurir ini membawa uang lebih dari Rp 90 miliar.

"Mata uang asing itu berupa 10 juta yen, 90 juta won, 45 ribu riyal, 100 ribu dolar Selandia Baru, 3.677.000 dolar Singapura," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, Sabtu (13/04).

Argo tidak menjelaskan lebih lanjut terkait kasus itu. Hingga saat ini polisi masih menyelidiki kasus tersebut. Uang tersebut  didatangkan dari tiga negara di luar negeri; Hongkong, Singapura dan Thailand.

Pada bagian lain, KPK mengimbau masyarakat untuk mengutamakan rekam jejak calon saat menentukan pilihannya di Pemilu/Pilpres 2019.  Saut Situmorang mengatakan, masa tenang yang ada saat ini bisa dimanfaatkan publik untuk melihat kembali rekam jejak calon yang akan dipilih.

"Karena ini sudah minggu tenang, maka pertama, masih ada waktu untuk kembali merenungkan track record yang akan dipilih, walau sudah ada pegangan siapa yang akan dipilih," kata Saut.

Saut menegaskan, KPK selalu menginginkan kontestasi politik yang cerdas dan berintegritas. Upaya ini harus didukung seluruh pihak, mulai dari peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan masyarakat selaku pemilih.

Ia juga mengingatkan semua pihak untuk melawan politik uang. Caranya, dengan peserta pemilu tidak memberi uang kepada pemilih dan penyelenggara. Penyelenggara dan pemilih juga harus menolak apabila ditawari uang oleh peserta pemilu.

"Money politics bisa menyerang siapa saja. Untuk itu agar dihindari. Termasuk menghindari money politics kepada penyelenggara pemilu," katanya.

Senada dengan Saut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menginginkan Pemilu 2019 berjalan dengan adil dan jujur. Caranya dengan menolak politik uang dan melihat rekam jejak.

"KPK mengimbau kepada masyarakat agar tidak meminta uang dan menolak pemberian uang dari calon legislatif," kata dia, Senin pagi.

Politik Uang Merusak

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj meminta penyelenggara pemilu untuk bersikap tegas terhadap praktik politik uang. Menurut dia, politik uang bisa merusak pemilu.

"Tindak dan jangan pernah berkompromi dengan politik uang yang terbukti merusak demokrasi dan menimbulkan cacat legitimasi," ujar Said di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Senin (15/4).

Dia mengatakan, mengawasi politik uang adalah salah satu cara untuk memastikan penyelenggaraan pemilu berlangsung adil, jujur, dan bersih. Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan aparat penegak hukum harus tegas demi mewujudkan demokrasi yang bermartabat.

Selain itu, Said juga mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Masyarakat diingatkan untuk memilih pemimpin berdasarkan nalar dan hati nurani.

"Nahdlatul Ulama mengimbau agar tidak golput. Gunakan hak pilih dengan nalar dan nurani untuk memilih calon presiden dan wakil presiden. Serta calon wakil rakyat yang memenuhi kriteria profetik yaitu shidiq, tabligh, amanah, dan fathonah," kata dia.

Adapun, pemilu akan digelar pada 17 April 2019 dan menjadi ajang pertama pemilihan umum yang serentak, yakni Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan juga anggota DPD RI, DPR RI, DPRD provinsi, kota, dan kabupaten.

Terpisah, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengimbau seluruh warga Muhammadiyah agar menggunakan hak pilihnya serta berpartisipasi aktif dalam proses dan pelaksanaan Pemilu 17 April 2019. Ajakan itu tertuang dalam pernyataan PP Muhammadiyah nomor 130/PER/I.0/M/2019 tentang Pemilihan Umum tertanggal 15 April 2019.

Pernyataan itu ditandatangani Haedar dan Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti. "Khusus kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah agar menggunakan hak pilihnya," kata Haedar seperti dikutip dari situs Muhammadiyah, kemarin.

Haedar juga meminta warga Muhammadiyah memegang teguh kepribadian dan khitah, memelihara ukhuwah dan marwah organisasi, serta menjunjung tinggi akhlak mulia dalam Pemilu 2019.

"Hendaknya bersama komponen masyarakat lainnya menegakkan ketertiban sosial serta menjadi pemersatu umat dan bangsa," kata Haedar.

Pemilihan Umum di Indonesia akan diselenggarakan pada 17 April 2019 untuk pemilihan Presiden-Wakil Presiden, anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten-Kota.  Haedar mengatakan pada era reformasi telah berlangsung empat kali pemilihan umum yang berlangsung demokratis di mana prosesnya semakin terbuka dan sampai batas tertentu cenderung sangat bebas atau liberal.

Kata Haedar, belajar dari pengalaman pemilu yang panjang dan sarat dinamika pada tiga era Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi, maka seyogyanya semua pihak dapat menunjukkan kearifan, kedewasaan, kematangan, dan tanggungjawab tinggi dalam menyikapi dan melaksanakan Pemilu 2019 sebagai proses politik demokratis yang cerdas, berkeadaban, dan berkemajuan disertai dijiwai kenegarawanan yang utama.

Muhammadiyah, mendukung sepenuhnya pelaksanaan pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang menjadi komitmen seluruh komponen dan kekuatan nasional.

Penyelenggara dan pengawas pemilu, partai politik, pasangan calon presiden-wakil presiden, jajaran pemerintah, aparatur keamanan, media massa, dan seluruh masyarakat diharapkan dapat melakukan ikhtiar yang terbaik sesuai peran dan fungsi masing-masing, dan saling bekerjasama untuk menyukseskan pemilu.

"Harus dipastikan pelaksanaan pemilu dari awal sampai akhir berlangsung aman, damai, tertib, lancar, dan terselenggara dengan sebaik-baiknya tanpa kecurangan dan penyimpangan," katanya.

Haedar juga mengingatkan seluruh pihak menggunakan hari-hari menjelang dan sesudah pemilihan sebagai peluang terbaik untuk secara bersama-sama menciptakan suasana yang betul-betul tenang, aman, damai, dan baik.

"Media sosial dan media massa hendaknya digunakan untuk ikut menciptakan suasana yang kondusif dan harmoni serta terhindar dari penyebaran berita atau informasi hoaks, perseteruan, dan hal-hal yang dapat memanaskan situasi pelaksanaan pemilu," katanya. 

Patroli Cegah Politik Uang

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel Laode Arumahi mengungkapkan, bakal terus melakukan patroli pengawasan selama masa tenang Pemilu 2019 untuk menghentikan seluruh bentuk kampanye maupun politik uang.

Patroli tersebut melibatkan 26.000 mulai dari petugas Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS), pengawas tingkat kelurahan dan kecamatan, serta komisioner Bawaslu yang tersebar di 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan.

"Jadi, kami ajak semua peserta pemilu, pemilih, supaya kita sama-sama jalan untuk mencegah politik uang. Karena masa tenang itu seringkali disalahgunakan," kata Laode Arumahi.

Terpisah, Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengingatkan pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019 untuk tak mudah dimobilisasi dengan tujuan memilih calon legislatif tertentu dengan iming-iming uang. Jika ada yang menjanjikan hal seperti itu, Veri mengimbau agar calon pemilih tak menerimanya.

"Sudahlah itu (politik uang). Ini waktu bagi pemilih untuk kemudian menentukan siapa yang akan dipilih di pemilu ini," kata Veri di Kantor Kode Insiatif, Tebet, Jakarta, Senin.

Veri mengatakan, pada masa tenang ini, pemilih sebaiknya memantapkan pilihannya baik untuk capres-cawapres maupun calon wakil rakyat. "Para pemilih berkontemplasi dengan banyaknya informasi yang selama ini masuk, ada caleg yang datang dan door to door," ujar Veri. (tribun netowork/sen/kompas.com/dtc)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved