23.103 Saksi PDIP Kawal Suara Jokowi: Gerindra Andalkan Relawan Prabowo
Pesta demokrasi 2019 terbilang wow! Untuk dua event, pemilu presiden dan pemilu legislatif, negara menggelontorkan Rp 24,1 triliun.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Pesta demokrasi 2019 terbilang wow! Untuk dua event, pemilu presiden dan pemilu legislatif, negara menggelontorkan Rp 24,1 triliun. Belum lagi dengan biaya kampanye dan saksi tiap partai politik hingga calon legislatif yang terbilang tak kalah sedikit. PDIP Sulawesi Utara menyiapkan anggaran Rp 5 miliar hanya untuk membiayai aktvitas saksi di 7.701 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP Sulut, Lucky Senduk mengatakan, sudah disiapkan dana termasuk saksi di TPS. "PDIP menyiapkan 3 saksi di setiap TPS, 2 saksi untuk partai, dan 1 saksi untuk pilpres," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Senin (8/4/2019).
Sesuai kesepakatan Tim Kampanye Nasional, saksi pilpres disiapkan pemenang Pemilu 2014 yakni PDIP. "Jadi PDIP siapkan saksi pilpres dan saksi partai juga per TPS," kata dia.
Lucky mengakui, dana untuk saksi cukup besar tapi jadi ringan karena dana ditanggung gotong royong.
"Pendanaannya dibagi proporsional antara caleg DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota," kata dia. Tak hanya di TPS, saksi juga disiapkan di tingkat Penitia Pemilihan Kecamatan (PPK) atau kecamatan. Jumlahnya 3 orang.
"Rekap suara di PPK ini bisa dua hari, kalau cuma 1 orang tidak mungkin, maka kita siapkan 3 orang. 2 saksi partai, 1 saksi pilpres,” katanya.
Setiap saksi dikatakan Lucky dibiayai Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. "Karena ini panjang sampai malam, jadi di TPS, kita hitung semua kebutuhan makan pagi, siang, malam. Snack, uang rokok, air minum, pulsa. Jadi wajar kalau Rp 150.000 sampai Rp 200.000," kata dia.
Jika dihitung, dengam anggaran Rp 200.000 per saksi, PDIP Sulut bisa menghabiskan dana hampir Rp 5 miliar. Di Sulut total ada 7.701 TPS, di tiap TPS PDIP menyiapkan 3 saksi maka total saksi yang ada 23.103 orang. Jika dikalikan dana per orang Rp 200.000 maka bisa menelan anggaran Rp 4,6 miliar.
Dari TPS, suara akan direkap di Tingkat Kecamatan oleh Panitia Pemungutan Suara. Di Sulut ada 171 kecamatan. Di tingkat ini PDIP menyiapkan 3 saksi, maka total ada 513 saksi. Total bisa menghabiskan dana Rp 102,6 juta. Di tingkat rekapitulasi kota/kabupaten disiapkan 5 saksi, jika ditotal untuk 15 kabupaten/kota maka ada 75 saksi. Total dana yang dihabiskan bisa mencapai Rp 15 juta. Terakhir di tingkat provinsi, siapkan juga 5 saksi. Total bisa menelan dana Rp 1 juta.
Perkiraannya dengan hitung-hitungan ini maka dana yang dibutuhkan Rp 4,7 miliar atau diperkirakan hampir Rp 5 miliar, belum termasuk dana pelatihan dan pembekalam saksi-saksi yang sudah dilakukan lebih dulu.
Mengacu dari hitungan Bapilu PDIP, bila diratakan setiap parpol habiskan Rp 3 miliar, untuk biaya saksi 16 parpol peserta pemilu di Sulut bisa mencapai Rp 48 miliar.
Calon Anggota DPD RI Denny Tewu tak akan menyiapkan saksi di semua TPS. Untuk mengawal perolehan suara, ia akan menggunakan jasa para relawan. "Ada beberapa saksi kita tempatkan di TPS, kemudian relawan akan memantau di TPS-TPS lainnya," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Senin (8/4/2019).
Peran pengawasan para relawan nanti usai perhitungan suara memotret C1 pleno atau rekap hasil perhitungan suara. Foto C1 itu kemudian diunggah ke media sosial. "Kita siapkan FB khusus untuk upload data C1," kata dia.
Saksi kemudian akan disiapkan di tingkat rekapituasi kecamatan. Suara dari TPS akan hinggap dulu di PPK atau tingkat kecamatan. Denny tak membantah untuk saksi harus disiapkan biaya.
"Tentu kita siapkan uang makan, ada uang pulsa, kan harus komunikasi pakai pulsa, biayannya hal-hal yang wajar, secukupnya," kata dia. Peran relawan dan saksi, kata dia, sangat penting untuk hasil perolehan suara nanti, bentuk antisipasi kemungkinan terburuk terjadi.
Partai Demokrat Sulut menyiapkan ribuan saksi untuk mengawal suara partai berlambang mercy itu.
Plt Ketua DPD Partai Demokrat EE Mangindaan dalam rapat pengurus Demokrat Senin (8/4/2019) malam, di Aula Idaman Manado mengatakan, masalah saksi turut dibahas dalam rapat tersebut. "Kita cek kesiapan saksi," kata dia.
Sebut dia, Demokrat menyiapkan 1 hingga 2 saksi per TPS.
"Semua tergantung pendanaan," kata dia. Dikatakan Mangindaan, pihaknya menyiapkan buku saku bagi para saksi.
Selain saksi resmi partai, ada relawan yang mengawal suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di tiap TPS. "Ada relawan yang sudah menyatakan bakal mengawal suara Prabowo," kata Sekretaris DPD Partai Gerindra Sulut, Melky Suawa.
Dikatakan Suawa, pihaknya menyiapkan saksi berjumlah dua orang tiap TPS. Saksi dibiayai secara patungan oleh caleg dan pengurus partai. Mengenai ongkos saksi, ungkap dia, tergantung kabupaten/kota. "Ongkos per saksi tergantung pengurus kabupaten kota," kata dia.
Dikatakan Melki, para saksi sudah digodok. Militansi adalah syarat utamanya. "Semua harus berani dan tahu aturan," kata dia. Caleg Gerindra DPRD Kota Manado Dapil Bunaken Tuminting Syarif Darea menggunakan relawan untuk menjaga perolehan suaranya di TPS. "Setiap TPS tiga relawan," kata dia. Ungkap Syarif, relawannya tidak dibayar. Semua pendukung militan dirinya.
"Mereka pendukung militan saya," katanya. Dia tak memungkiri jika digunakannya cara tersebut turut meningkatkan perolehan suaranya.

Kandouw Kerahkan
50 Ribu Kader Militan
Kampanye akbar PDIP di Sulut diputuskan 13 April 2019, sehari sebelum masa tenang Pemilu 2019. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dijadwalkan hadir pada kampanye di Lapangan KONI Sario, Kota Manado.
Wakil Ketua DPD PDIP Sulut, Steven Kandouw mengatakan, tak ada persiapan khusus menanti kampanye rapat umum tersebut. "PDIP sudah sangat terbiasa dengan pengerahan massa," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Senin (8/4/2019).
Kata dia, mengerahkan massa akan mudah saja, karena ciri khas massa PDIP itu militan. "Jadi tidak ada persiapan khusus untuk kampanye terakhir tanggal 13, semua normal-normal saja," kata Wakil Gubernur Sulut itu.
Ketua Bapilu PDIP, Lucky Senduk mengatakan, PDIP mengerahkan massa untuk 'memerahkan' Kota Manado, apalagi dijadwalkan Megawati dan sejumlah petinggi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP hadir. Lucky mengatakan, sesuai kapasitas lokasi diperkirakan lapangan sudah penuh diangka 50 ribu orang. "Bisa saja lebih kan tergantung kapasitas tempat juga. Ini massa ril, ada kan yang cuma klaim-klaim, kalau PDIP massa ril," ujar dia.
Ia mengakui, kampanye rapat umum melibatkan massa besar ini membutuhkan biaya. Berapa pun besarnya kalau ditanggulangi dengan cara PDIP maka jadi ringan. "PDIP itu kan sifatnya gotong royong, ada dari partai, dari caleg, pokoknya dibagi siapa yang memobilisasi," kata dia.
Kader PDIP itu terkenal militan, biaya tidak jadi soal, begitu jika setiap kader dan simpatisan merasa memiliki PDIP yang terkenal dengan sebutan partai wong cilik.
Caleg DPRD Sulut Dapil Manado Arthur Kotambunan menyatakan ia masih menanti petunjuk teknis soal kampanye nanti. "Kita masih nantikan dari partai," kata dia. Menurut Kotambunan, kedatangan Megawati masih belum bisa dipastikan tanggal pastinya apakah 12 atau 13 April. Dikatakan Kotambunan, pihaknya sudah siap turun dalam kampanye terbuka tersebut.

Belajar dari Supporter Bola
Pengamat politik, Taufik Tumbelaka menilai, parpol masih punya pekerjaan rumah besar membangun kesadaran politik bagi rakyat. Parpol saat ini sebagai peserta pemilu dalam tahap kampanye rapat umum. Kampanye menghadirkan massa dalam jumlah besar.
Pertanyaannya saat ini, apakah massa yang datang dimobilisasi atau kesadaran orang per orang hadir mendengarkan orasi politik? Analoginya, ibarat seorang suporter fanatik sepak bola datang ke stadion untuk menonton tim kesayanganya.
Sang suppoter harus rela antri beli tiket, keluar duit pribadi, menyiapkan atribut dukungan, keluar biaya transportasi dan sampai suara serak berteriak mendukung timnya. Andai peserta kampanye parpol seperti suporter fanatik sepak bola.
Peserta kampanye parpol terlalublekat dengan mobilisasi dengan kompensasi, dibahasakan pengganti uang jalan. Sudah bukan rahasia umum, hadir kampanye politik ada uang pengganti berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Belum lagi biaya makan, minum, sewa transpor, atribut kampanye poster, baliho spanduk dan lain-lain memang membutuhkan biaya besar. Mobilisasi massa ini ada di wilayah abu-abu, tipis sehelai rambut bedanya antara cost of politics dan money politics.
Pekerjaan rumah ini yang harus diselesaikan bagaimana rakyat dengan semangat demokrasi datang mendengar harapan yang dikumandangkan saat orasi politik, bagaimana harapan-harapan mereka tak cuma janji politik belaka di saat momen pemilu.
Bagaimana rakyat dengan suka rela datang berpanas-panasan ataubhujan-hujanan, tertarik magnet pesona kuat dari caleg. Tak ada lagi istilah kampanye harus ada take and give.
Rakyat hadir kampanye politik karena sense of belonging yakni semangat memilki parpol, memunculkan esprit de corps yakni semangat kelompok. Jangan hanya rakyat hadir karena merindukan hiburan yang disajikan kampanye, macam dangdutan. Tentu pesona caleg atau parpol dikalahkan musik dangdutan, kemudian jadi dasar ikut kampanye. (ryo/art)