Kubu Jokowi-Prabowo ‘Abaikan’ Sulut: Pertarungan Elektoral di 13 Daerah
Rematch Pemilihan Presiden 2019 mempertemukan Joko Widodo dan Prabowo Subianto di gelanggang yang sama setelah kali pertama.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Rematch Pemilihan Presiden 2019 mempertemukan Joko Widodo dan Prabowo Subianto di gelanggang yang sama setelah kali pertama bertarung pada Pilpres 2014. Pada 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla memenangi pilpres dengan perolehan suara 70.997.85 suara pemilih atau 53,15 persen dari total pemilih.
Sementara Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa mendapatkan suara yang terpaut tipis dari Jokowi-Kalla, yaitu 62.576.444 suara (46,85 persen) atau hanya selisih 6,3 persen.
Berdasarkan catatan Litbang Kompas seperti dipaparkan Bestian Nainggolan, pada Pilpres 2014, Jokowi dan Prabowo bersaing ketat di 13 daerah pemilihan dengan selisih suara paling tipis (lihat grafis). Akankah pertarungan sengit di 13 wilayah ini kembali terulang di Pilpres 2019?
Bestian menuliskan, ada beragam alasan yang membentuk ketatnya persaingan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Kalla di daerah itu. Faktor-faktor yang menentukan, misalnya, unsur-unsur emosional pemilih, seperti tempat kelahiran ataupun asal usul tokoh.
Dari seluruh wilayah pemilihan, pertarungan paling sengit antara Jokowi dan Prabowo dalam memperebutkan suara pemilih bakal terjadi di 13 daerah. Pasalnya, pada Pilpres 2014, selisih suara keduanya di daerah tersebut sangat tipis.
Pada daerah pemilihan Sumatera Barat II, misalnya, yang meliputi Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, mencapai hingga 79,4 persen. Hasil tersebut berselisih hingga 58,8 persen dengan Jokowi.
Selain Sumatera Barat, Prabowo terbukti mampu mengalahkan Jokowi di 10 provinsi, atau jika daerah pemilihan pada pemilu legislatif digunakan, hingga sebanyak 26 daerah pemilihan.
Menariknya, separuh dari daerah pemilihan yang ia kuasai (13 daerah) tergolong unggul mutlak dengan selisih penguasaan minimal di atas 20 persen dari Jokowi.
Pada sisi sebaliknya, keunggulan tertinggi Jokowi terjadi di Sulawesi Selatan II dan Jawa Tengah V. Di Sulawesi Selatan II yang meliputi wilayah Bulu Kumba, Sinjai, Bone, Maros, Pangkajene, Barru, Kota Pare-Pare, Soppeng, dan Wajo berhasil menguasai 78,7 persen suara pemilih.
Sementara di Jawa Tengah V yang terdiri dari Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta, ia menguasai 77,7 persen. Kedua daerah pemilihan di atas, Sulawesi Selatan II maupun Jawa Tengah V secara emosional berkaitan erat dengan keberadaan Jusuf Kalla dan Jokowi.
Sulawesi Utara, satu di antara daerah yang populasi pemilih paling sedikit di Indonesia. Sehingga bagi kedua capres Sulut itu ‘tidak dianggap’.
"Sulut itu bukan target bagi kedua capres. Karena bukan target maka belum ada capres yang berjanji membangun daerah yang terbatas infrastuktur dan pembangunannya," kata Ferry Liando, pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi, Rabu (20/2/2019).
Tak ada satu capres yang berjanji untuk memperlakukan affirmative action (perlakuan khusus) bagi daerah-daerah di luar Pulau Jawa termasuk Sulut. Hal itu tergambar dari visi misi kedua capres.
"Pulau Jawa adalah populasi pemilih yang paling besar. Itulah sebabnya masing-masing capres terkesan banyak memberikan harapan terhadap peningkatan kesejahtateraan di sana," katanya.
Belum ada satu capres yang datang ke Sulut. Karena Sulut bukan daerah yang ditarget mendulang suara. Sulut seakan hanya sebagai pelengkap saja.
"Akibatnya pembangunan selama ini cenderung menganaktirikan Sulut dan daerah di kawasan timur lainnya kecuali Makassar. Nyaris hampir 70 persen APBN membiayai Pulau Jawa. 30 persen sisanya untuk Pulau Sulawesi, Kalimantan, Papua," jelasnya.
PDIP-Gerindra-Golkar
Kuasai Pileg
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA menunjukkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) unggul di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Survei tersebut dilakukan pada 18-25 Januari 2019 terhadap 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia.
"Jika pemilu dilaksanakan pada hari ini, maka yang akan menjadi juara pileg adalah PDI-P dengan perolehan suara 23,7 persen," tutur peneliti LSI Denny JA Rully Akbar saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Timur, Rabu (20/2/2019).
Kemudian, Partai Gerindra menduduki peringkat kedua dengan perolehan elektabilitas sebesar 14,6 persen.
Partai Golkar membuntuti Gerindra dengan tingkat elektabilitas sebesar 11,3 persen.
Di peringkat keempat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh 8,2 persen suara responden.
Setelah itu, di posisi kelima adalah Partai Demokrat dengan perolehan 5,4 persen.
Adapun survei tersebut melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi dengan metode multistage random sampling.

Swing Voters Cukup Tinggi
Parpol di Sulut punya kesempatan menandingi PDIP yang merajai survei lembaga Poltracking Indonesia. PDIP unggul atas parpol lain dengan presentase elektabilitas 43,2 persen
Taufik Tumbelaka, pengamat politik menjelaskan, pada survei itu, ada 27 persen responden belum menentukan pilihan.
“ Hasil survei 8 minggu sebelum hari H berpotensi besar berubah dikarenakan dinamika politik akan semakin hangat dengan manuver politik guna menggapai elektabilitas," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Rabu (20/2/2019).
Perolehan PDIP bersifat sementara. "Jadi bisa bertambah atau sebealiknya berkurang," ujar dia. Taufik menilai ini dikarenakan perilaku pemilih bisa berubah dengan terjadi perpindahan atau disebut swing voters (memilih mengambang) dan itu wajar.
"Terkait adanya sekitar 27 persen responden belum menentukan pilihan, sangat wajar dikarenakan masih cukup lama waktu pemilihan," ungkap dia.
Pemilih yang belum menentukan pilihan atau floating mass bisa nantinya akan memilih atau bisa juga tidak.
"Ke depan akan terjadi ada strategi guna merubah peta politik di mana masing-masing parpol akan berupaya menjaga responden yang telah dimiliki agar tidak berpindah," kata dia.
Di sisi lain akan terjadi manuver 'mencuri responden' pihak lawan dan berupaya keras mencuri perhatian floating mass ini.
Sebelumnya, Poltracking merilis elektabilitas parpol di Sulut. Dari hasil survei yang beredar, survei tersebut menempatkan PDIP sebagai partai dengan elektabilitas tertinggi di Sulut.
Ketua DPD PDIP Sulut, Olly Dondokambey membenarkan hasil survei yang dimaksud. Dari hasil itu PDIP memperokeh 43,2 persen, jauh dibanding partai lain.
Berikut elektabilitas parpol di Sulut sesuai hasil survei Poltracking; PDIP 42,3 persen, Golkar 9,3 persen, Nasdem 5,9 persen, Gerindra 5,6 persen, PKS 1,7 persen, PPP 1,6 persen, Demokrat 1,4 persen, PAN 1,2 persen, PKB 1,1 persen. Kemudian Hanura 0,5 persen, PSI 0,3 persen, Perindo 0,2 persen, PKPI 0,2 persen, PBB 0,1 persen, Garuda 0,1 persen dan Berkarya 0,0 persen. Tidak menjawab atau tidak tahu 27,6 persen.
Pengambilan data survei (penentuan responden dan wawancara di lapangan) dilaksanakan 14 - 18 Januari 2019.
Validasi data sampel dilakukan dengan membandingkan karakteristik demografis dari sampel yang diperoleh dari survei dengan populasi yang diperoleh melalui data sensus (BPS) terakhir.
Poltracking juga merilis publik Sulut puas dengan kinerja Guvernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw (OD SK). Presentase keouasan publik atas kinerja ODSK mencapai 76,9 persen.
Wakil Ketua DPRD Sulut, Stevanus Vreeke Runtu mengatakan, jika sebagian besar oublik menganggap kinerja ODSK baik maka harus dihormati. "Kan ini pandangan publik tidak boleh disangkal," kata politikus Golkar ini kepada tribunmanado.co.id, Selasa (20/2/2019).
Ia juga punya pandangan sendiri, sebagai wakil rakyat di DPRD berperan sebagai pengawas pemerintahan. "Soal kinerja secara umum sampai hari ini berjalan baik, walaupun tentunya belum sempurna, ada pembenahan di sana-sini itu wajar," kata mantan Bupati Minahasa ini.
Politisi Demokrat, Billy Lombok memberi apresiasi capaian kinerja Olly Dondokambey-Steven Kandouw memimpin Provinsi Sulut.
"Ini berarti pengabdian ODSK menembus batas perbedaan, tak dapat dipungkiri paham dan warna dan brand politik provinsi dan kabupaten/kota berbeda, tapi tetap saja masyarakat umum menyatakan kepuasannya, ini bukti bahwa ODSK mampu menjadi pemimpin bagi semua," kata dia.
Ia menilai, jaringan pusat yang kuat membawa pengaruh signifikan bagi pembangunan Sulut terlihat dari prioritas pembangunan nasional Sulut termasuk di dalamnya. "Angka 76,9 persen juga merupakan kebanggaan bagi DPRD Sulut, dan ini adalah prestasi luar biasa, kami sampaikan selamat, ini adalah bukti empiris dari kinerja ODSK," kata dia.
Mantan Ketua Komisi Pemuda Sinode GMIM ini memberi catatan. Pertama, ODSK masih punya pekerjaan rumah terkait koordinasi dengan kabupaten/kota, kemudian kreatifitas perangkat daerah dalam melihat kebutuhan.
"Jika ini dicapai maka akan membawa Sulut makin hebat," ujar dia.
Pekerjan rumah berikutnya, mengatasi kemacetan di Kota Manado, penyelesaian infrastruktur tol. Ketiga soal perlindungan komoditas ungggul, proteksi harga semisal komoditas kopra. "Mungkin tidak semua bagian dari tugas provinsi, tapi dengan adanya koordinasi semua dapat terlaksana," ungkap dia.
Ketua DPD I KNPI Sulut Jackson Andre William Kumaat memuji kepemimpinan ODSK dalam tiga tahun menakhodai Bumi Nyiur Melambai.
Jacko sapaan, Ketua DPD Hanura Sulut mengatakan, kerja keras ODSK dapat dirasakan masyarakat dari Talaud sampai Bolaang Mongondow Utara. "Kunci OD-SK yakni kerja keras dan kerja nyata," kata dia, Rabu (20/2/2019).
Bupati Minsel Christiany Paruntu mengatakan selang 3 tahun ini, Nyiur Melambai mengalami perkembangan yang signifikan.
Bupati dua periode ini mengatakan satu di antara sektor yang mengalami kemajuan yakni bidang pariwisata.
Menurut dia, hal tersebut dapat dilihat dari membludaknya turis asing ke Sulut terutama dari Tiongkok. "Ini menunjukan Pak Gubernur dan Wakil Gubernur bekerja keras demi kemajuan daerah kita. Saya sangat mengapresiasi OD-SK," kata dia. (ryo/dru/fin/Tribun/dtc/kps)