Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Publik Tunggu 'Tarung Bebas' Jokowi-Prabowo, Liando: Isu Kontroversi Bikin Menarik

Debat Capres Tahap II pada 17 Februari 2019 akan menjadi ajang ‘tarung bebas’. Kubu pasangan capres-cawapres

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribunwow
Fakta Jelang Debat Pilpres 2019, Polemik Pencopotan Panelis hingga Hasil Survei Terbaru 

Pertama, debat akan menjadi menarik jika apa yang tidak dipikirkan calon 01 namun dipikirkan oleh calon 02, atau juga sebaliknya. Jika kedua calon memikirkan hal yang sama, maka hasilnya akan datar dan tidak akan menarik untuk bisa ditangkap publik.

Debat Pilpres 2014 mempertontonkan sesuatu yang memalukan. Karena materi debatnya serupa sehingga ada satu pasangan calon setuju dengan gagasan dari pendapat calon lain. Kedua, karena cita-cita bangsa yaitu adil, makmur dan sejahtera telah menjadi keharusan (given) oleh siapapun pemimpinnya maka materi debat harusnya bukan lagi mempersoalkan tentang itu.

Masing-masing calon sebatas dituntut pada 3 hal yakni strategi, komiten dan sikap. Jika kedua calon memiliki visi dan misi yang sama maka hal yang bisa membedakan dari keduanya adalah strategi. Andaikan dalam satu klub sepak bola, dua strikernya cedera. Lantas dibutuhkan kerja keras bagi pelatih untuk mengatur strategi menutupi kelemahan itu. Salah satu kendala pencapaian visi bangsa adalah terlibatnya politisi yang minim kualitas dan integritas.

Kasus korupsi yang merajalela menjadi bukti. Untuk menutupi kelemahan ini, seorang pemimpin perlu kerja keras membangun Srategi. Tantangan pembangunan kita adalah tingginya tinggal pertumbuhan penduduk. Perlu strategi agar jumlah penduduk tidak menjadi penghambat pembagunan. Debat juga akan menarik jika calon menawarkan komitmen. Misalnya jika target pencapaian tidak terpenuhi maka ada sesuatu yang harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.

Di negara maju, pemimpin yang gagal memenuhi target, tidak segan menyatakan mengundurkan diri dan mengajukan permintaan maaf ke publik. Mekanisme debat yang dianggap mempengaruhi elektabilitas adalah soal sikap calon. Andaikan dalam posisi dipersimpangan jalan, ada dua kelompok yang berbeda pendapat. Yang lain ingin ke kiri dan yang lain ingin ke kanan. Seorang pemimpin wajib memiliki sikap, walaupun pilihannya itu akan mengandung risiko karena bisa saja sikapnya itu merugikan kelompok lain dan akhirnya tidak mengakui kepemimpinannya.

Dinamika masyarakat kerap diperhadapkan pada keinginan yang berbeda misalnya sangsi bagi koruptor. Sebagian menginginkan hukuman mati namun sebagian menolak karena dianggap pelanggaran HAM. Sebagian masyarakat tidak setuju jika mantan narapidana korupsi bisa jadi caleg namun sebagian menolak karena dianggap pelanggaran HAM.

Soal hubungan diplomasi, sebagian masyarakat menghendaki agar Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel namun sebagian menolak. Menyangkut pilkada, sebagian menginginkan mekanismenya dipilih oleh DPRD namun sebagian menolak. Masih banyak lagi wacana yang melahirkan pro dan kontra berkembang di masyarakat. Harusnya sifat pro dan kontra ini di bawa dalam materi perdebatan calon Presiden.

Di sebagian negara maju, pemilu itu identik dengan referendum terhadap suatu isu. Ada isu yang menjadi pertentangan masyarakat dan dibutuhkan jalan keluar. Di Amerika Serikat, isu publik yang kerap muncul adalah pertentangan masyarkat yang menginginkan perang atau anti perang, menaikan pajak atau menurunkan pajak, anti LGBT atau legitimasi LGBT, anti imigran dan terbuka bagi pendatang.

Pertentangan ini dimanfaatkan oleh masing-masing calon untuk meraih dukungan dengan Cara memilih salah satu pilihan. Dan ini yang disebut sikap politik. Donald Trump lebih berpihak pada pilihan membangun AS hebat kembali dengan cara membatasi kaum pendatang. Sedangkan Hillary Clinton mengambil sikap untuk lebih terbuka. Debat pilpres kita belum terpikir pada mekanisme seperti ini sehingga selain membosankan, publik tidak mendapat pesan politik dan tidak membentuk sikap politik yang permanen baginya.

Pengamat Politik Sulut Taufik Tumbelaka
Pengamat Politik Sulut Taufik Tumbelaka (Tribun Manado/Ryo Noor)

Perlu Moderator Handal

Taufik Tumbelaka, pengamat politik menilai, KPU seperti kebingungan membuat masyarakat semakin antusias terhadap pemilu khususnya pilpres pada April nanti. Upaya menyajikan debat capres pada episode pertama nampaknya dianggap sebagian kalangan kurang greget sehingga perhatian dari masyarakat tidak sesuai ekspektasi.

Adanya wacana ‘tarung bebas’ menjadi salah satu alternatif bisa saja dilakukan, namun jika ‘tarung bebas’ itu gagal dikontrol oleh moderator maka akan berpotensi kontra produktif. Malah muncul ketidaksukaan dari masyarakat karena dianggap tidak sesuai kultur kita.

Untuk itu jika memang ‘tarung bebas’ akan menjadi pilihan dalam Debat Capres berikut, maka KPU perlu meminta komitmen yang kuat dari para capres agar tetap mengedepankan etika politik dan kesantunan yang sesuai kearifan Indonesia.

Sebenarnya menarik atau tidaknya debat tergantung dari para calon itu sendiri dalam penampilannya, hal ini nampak lebih menjadi tantangan KPU untuk ‘menggiring’ untuk tampil all out dan ini tidak mudah dikarenakan nampaknya jika diperhatikan manuver politik yang dimunculkan lebih memainkan manajemen isu melalui perang di media massa dan media sosial guna menggiring opini publik.

Cara ini terlihat lebih disukai oleh tim dari masing-masing paslon sehingga ada kesan debat resmi tidak dijadikan media utama dalam rangka menaikkan elektabilitas.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved