Kubu Prabowo Subianto Ancam Mundur Pilpres 2019 & Reaksi Tim Jokowi, Aturan KPU Begini
Tim pemenangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno mengultimatum ancam mundur dari kontestasi Pilpres 2019.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pilpres 2019 atau Pemilihan Presiden 2019 kian dekat.
Terbaru, tim pemenangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno mengultimatum ancam mundur dari kontestasi Pilpres 2019.
Lalu bagaimana reaksi tim Jokowi - KH Maruf Amin dan KPU RI?
Baca: Dijemput Mobil Pelat Merah, Benarkah Vanessa Angel Tidur dengan Pejabat?
Jelang memberi pidato kebangsaan, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah bikin geger.
Pasangan ini mengancam akan mundur jika ada kecurangan di Pilpres 2019, beber Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso.
Soal rencana Prabowo-Sandiaga mundur dari kontestasi Pilpres 2019 disampaikan Djoko Santoso dua kali di Malang.
"Kalau memang potensi kecurangan itu tidak bisa dihindarkan, maka Prabowo Subianto akan mengundurkan diri," ucap Djoko Santoso saat menghadiri #Bising yang digagas Gerakan Milenial Indonesia di Malang, Minggu (13/1/2019).
Spontan, banyak komentar bermunculan menanggapi ancaman mundur Prabowo dari Pilpres, bukan saja dari pengamat tapi kubu Jokowi-Maruf Amin.
Baca: Prostitusi Online - Terungkap! Ada Artis yang Dibayar Rp 7.5 Juta Permenit, Perdetiknya Rp 125 Ribu
Berikut TribunJakarta.com himpun sejumlah fakta soal Prabowo berencana mundur dari perhelatan Pilpres 2014, termasuk ancaman pidananya.
Singgung orang gila
Djoko Santoso mencontohkan salah satu potensi kecurangan sudah di depan mata menjelang Pilpres 2019 yang akan berlangsung April nanti.
Mantan Panglima TNI ini memprotes penyandang disabilitas mental atau tuna grahita diperbolehkan menggunakan hak pilihnya.
"Memang ini sudah luar biasa. Masak orang gila suruh nyoblos," kata Djoko Santoso.
Ribut-ribut soal orang gila, KPU RI sebagai penyelenggara pemilu pun angkat bicara dan meluruskannya.
"Tuhan saja tidak memberi tanggung jawab kepada orang gila. Masak kami memberi tanggung jawab nyoblos," imbuh dia.
Djoko Santoso akan mendukung Prabowo Subianto jika benar mengundurkan diri dari kontestasi Pilpres 2019 meski ancaman pidana menunggu.
"Prajurit itu akan bertugas menegakkan keadilan dan kebenaran. Pidana, pidanakan saja. Kami sudah kontrak mati kok," jelasnya.
KPU RI pun meluruskan kabar soal orang gila yang dipersoalkan kubu Prabowo-Sandiaga karena boleh memberikan hak pilihnya.
Ketua KPU RI Arief Budiman menjelaskan pihaknya mendata mereka yang memiliki disabilitas mental, bukan pengidap gangguan jiwa seperti gelandangan.
"Gelandangan dia mengenal dirinya saja tidak mampu, dia itu bahkan makannya sembarangan, gitu loh, bukan yang itu atau yang biasa orang-orang sebut orang gila," kata Arief tempo hari.
Putusan Mahkamah Konstitusi sudah memperintahkan mengakomodir mereka disabilitas mental lebih karena untuk melindungi hak pilihnya.
Disabilitas mental ada yang ringan hingga berat. Berdasarkan putusan MK, semua warga yang masih mampu wajib untuk dilindungi hak pilihnya.
"Tapi untuk menggunakan hak pilihnya, kalau pada hari pemungutan suara dia tidak mampu maka dia akan dikeluarkan," ungkap Arief.
Pendataan ini juga sudah pernah dilakukan pada Pilkada 2015 dan ini didasari pada putusan MK yang menyebut disabilitas mental tak boleh dimaknai terganggu jiwanya permanen.
Dianggap cari kambing hitam
Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily, angkat bicara terkait pernyataan Djoko Santoso soal Prabowo Subianto akan mundur jika ada potensi kecurangan.
Ace justru bertanya dan bingung karena Pilpres 2019 saja belum dimulai, bagaimana mau menyimpulkan adanya kecurangan di dalamnya.
"Bertempur dulu secara sehat lalu bicara soal kecurangan. Pilpresnya saja belum mulai. Pemilunya saja belum mulai. Tapi kenapa sudah bicara soal itu," sindir Ace, Senin, (14/1/2019).
Politikus Golkar ini menduga wacana Prabowo akan mundur sebagai alibi bila kalah dalam Pilpres nanti, dengan kata lain mencari kambing hitam.
"Itu cara berpikir orang yang kalah. Bukan cara berpikir pihak yang selalu optimis menghadapi pertarungan yang sehat di pilpres 2019," kata dia.
Soal tuna grahita diberi hak suara, menurut Ace, kubu Prabowo-Sandiaga harus melihat secara rinci. Tak semua tuna grahita diberi hak suara.
Lagipula, menurut Ace, hak suara bagi tuna grahita atau disabilitas mental sudah diterapkan sejak Pemilu sebelumnya.
"Perintah undang-undang, setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk dipilih dan memilih. Soal tuna grahita itu ada gradasinya, ada yang karena autis dan lainnya. Jadi harus kita lihat jenisnya juga. Jadi jangan asal generalisir apa yang dimaksud dengan tuna grahita itu," ucap dia.
Terancam pidana 5 tahun
Pengamat politik senior LIPI Syamsuddin Haris meminta kubu Prabowo-Sandiaga membaca pasal 552 ayat (1) Undang-Undang Pemilu.
Nasihat Syamsuddin Haris menanggapi wacana Prabowo Subianto bakal mundur dari Pilpres 2019 jika ada potensi kecurangan dalam prosesnya.
Hal itu disampaikan Syamsuddin Haris di akun Twitternya @sy_haris.
Menurut dia, setiap capres atau cawapres mundur akan diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar.
Lalu Syamsuddin menyampaikan cuitan berikutnya.
Dalam pasal 553 ayat (1), bagi capres atau cawapres yang mundur setelah pemungutan suara putaran pertama, terancam pidana paling lama enam tahun.
Syamsuddin Haris meminta kedua kubu untuk sama-sama memiliki niat baik dalam bersaing di Pemilu 2019 ini.
Ia meminta baik kubu Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma'ruf harus punya niat baik bersaing di Pilpres 2019 dan menyelematkan demokrasi serta keutuhan dan kelangsungan bangsa.
"Ketimbang sekadar keselamatan kelompok dan golongan sendiri," ungkap Syamsuddin Haris.
Reaksi KPU
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggapi ancaman kubu Prabowo yang akan mundur jika ada kecurangan di Pilpres 2019.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso, soal ancaman mundurnya Prabowo jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Wahyu mengatakan, Undang-Undang Pemilu sudah mengatur segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilpres, termasuk kemungkinan bagi pasangan calon untuk mengundurkan diri.
"Kami belum berkomentar, tapi yang pasti segala sesuatu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Djoko Santoso, soal ancaman mundurnya Prabowo jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Wahyu mengatakan, Undang-Undang Pemilu sudah mengatur segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pilpres, termasuk kemungkinan bagi pasangan calon untuk mengundurkan diri.
"Kami belum berkomentar, tapi yang pasti segala sesuatu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
"Jadi hak dan kewajiban paslon presiden dan wakil presiden setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu itu ada hak dan kewajiban," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua BPN Djoko Santoso menyebut Prabowo Subianto akan mengundurkan diri jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.
Mereka menuduh, potensi kecurangan pemilu hingga saat ini terus terjadi.
Potensi kecurangan tersebut adalah diperbolehkannya penyandang disabilitas mental atau tunagrahita untuk menggunakan hak pilihnya.
Djoko menyampaikan akan mendukung Prabowo Subianto jika benar mengundurkan diri dari kontestasi pilpres meskipun ada ancaman pidana.(*)
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kubu Prabowo Ancam Mundur dari Pilpres, KPU: Semua Sudah Diatur dalam UU,