Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PGI Setuju Grace Tolak Perda Agama, NU Sulut: Kita Jaga Kedamaian

Peraturan daerah (perda) agama ramai dibicarakan. Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Alexander Pattyranie
Ketua Umum PSI, Grace Natalie dan rombongan saat ke redaksi Tribun Manado, beberapa waktu lalu. 

Selain itu menurutnya pernyataan Grace yang menyebut tidak akan pernah mendukung Perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Injil menurutnya tidak ditujukan kepada agama tertentu secara spesifik.

Hal itu berbeda dengan kasus mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Ahok itu kan memang ayat kitab suci yang disebut ya, kalau ini kan engga ada ayat atau ayat apapun," katanya.

Menurut Bivitri pernyataan Grace tidak termasuk dalam penghinaan karena merupakan sikap politik sebagai ketua partai.

Pernyataan tersebut dilontarkan dengan landasan bahwa Indonesia merupakan negara berlandaskan Pancasila.
Oleh karena itu ia menilai bahwa pelaporan terhadap Grace ke Bareskrim sangatlah mengada-ngada dan dipaksakan.

Karena berdasarkan penilaiannya dasar laporan tersebut tidak kuat.
Ketua Umum PPP, M Romahurmuziy menyebut bahwa partainya mempunyai perhatian besar dalam memperjuangkan undang-undang bernuansa agama (syariah), baik di tingkat nasional maupun daerah.

Bahkan ia menyebut memperjuangkan UU Syariah merupakan farduh kifayah. “Merupakan farduh kifayah adanya partai politik yang memperjuangkan undang-undang bernuansa syariah, atau undang-undang bernuansa Islam ke dalam undang-undang di lingkungan Republik Indonesia,” kata Rommy di Jakarta, Sabtu pekan lalu.

Rommy menyebut selama ini PPP berada di garda terdepan dalam memperjuangan syariah secara konstitusional. Ia mencontohkan PPP berhasil menginsiasi UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti.
Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti. (KOMPAS.com/Indra Akuntono)

Grace Tunjukkan Identitas PSI

Ray Rangkuti, pengamat politik, menilai langkah PSI menolak perda berlandasan agama bermaksud untuk menunjukkan identitas partai. PSI mencoba memberi kejelasan identitas bahwa mereka partai di tengah. Nah, mereka memperjuangkan atau mendesak bahwa aturan bukan untuk agama tertentu sesuai kontitusi dan Undang-Undang Dasar.

Artinya, pandangan sejumlah pihak yang menganggap bahwa sikap PSI melanggar UUD dan Pancasila tidak dapat dibenarkan, lantaran PSI ingin menunjukkan identitas mereka di partai tengah. Itu yang hilang dari partai-partai selama ini di tengah.

Jadi apa yang dilakukan PSI ini justru menempati yang selama ini hilang di partai tengah dan saya pikir untuk strategi identitas mereka saya pikir bagus.

PSI tidak melanggar konstitusi, sehingga tidak pas jika ada pihak yang meminta partai tersebut dibubarkan. Apalagi, disebut sebagai partai yang anti-Pancasila.

Nah itu lah yang sembrono cara menafsirkannya. Jadi tafsir Ketuhanan Yang Maha Esa itu seolah-olah aturan itu harus berdasarkan agama tertentu, bukan.

Justru seharusnya aturan mengayomi seluruh agama, bukan hanya satu agama tertentu. Sesuai Pancasila yang pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Makanya Perda Syariah, Perda Injil atau perda apa lah, enggak tepat. Karena perda itu atas nama agama tertentu. Bukan atas nama kesepakatan agama-agama di Indonesia. (tribun/art/rmc/kps/dtc)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved