PGI Setuju Grace Tolak Perda Agama, NU Sulut: Kita Jaga Kedamaian
Peraturan daerah (perda) agama ramai dibicarakan. Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Peraturan daerah (perda) agama ramai dibicarakan. Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dalam pernyataan politiknya menegaskan, PSI tidak akan mendukung perda keagamaan seperti Perda Syariah atau Perda Injil. Pernyataan Grace menuai kontroversi. Bahkan, sampai berujung ke laporan polisi dugaan penistaan agama.
Ketua PSI Sulut, Melky Pangemanan mempertanyakan tudingan penistaan agama terhadap Grace. "Pelaporan itu aneh, jika PSI tidak mendukung perda agama itu bukanlah penistaan," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Minggu (18/11/2018).
Pangemanan justru mempertanyakan rasa kebangsaan para pelapor. Menurut Pangemanan, pihaknya hanya ingin menjaga toleransi di Indonesia. "Kami justru menjaga toleransi, agar toleransi tetap hidup kita tidak boleh bersikap toleran pada kaum intoleran. Perda berbasis agama yang diskriminatif tidak boleh ditoleransi," ujar Pangemanan.
Lebih lanjut, dikatakannya, pelaporan dengan tuduhan penistaan agama kepada Grace adalah ujian bagi prinsip hukum dan demokrasi yang dianut Indonesia. Ia berharap agar tidak ada lagi tumbal seperti Ahok, Basuki Tjahja Purnama.
"Ini adalah ujian, dulu peradilan hukum kalah dengan kekuatan politik dan desakan massa lewat demonstrasi yang melibatkan kaum radikal dan intoleran. Semoga kejadian yang menimpa Ahok jangan terulang," ujarnya.
Penggumpalan identitas, khususnya mengenai primordialisme agama, sedang meningkat di negeri ini. Kondisi tersebut tentu mengancam kebhinnekaan yang ada di Indonesia.
Atas fakta tersebut, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty menanggapi positif sikap politik Grace yang menolak kehadiran Perda Syariah dan Injil.
"Menurut saya, pernyataan Grace itu harus dilihat dalam konteks keprihatinan dia dan teman-teman PSI serta sebagian besar warga bangsa ini yang merasa terancam oleh kecenderungan meningkatnya penggumpalan identitas. Primordialisme agama," ujarnya, Sabtu (17/11/2018).
Albertus menilai Grace ingin mengkritik para politisi yang tega menggunakan isu politik identitas dalam meraih kekuasaan. Mantan presenter itu, sambungnya, tidak ingin ketegangan antarkelompok di negeri ini meningkat.
"Kritik Grace ditujukan kepada para politisi yang demi meraih kekuasaan jangka pendek, tega menggunakan isu-isu primordialisme agama. Ini bukan saja bisa menghancurkan kohesi sosial bangsa kita, tetapi juga menciptakan diskriminasi," sambungnya.
Senada dengan Grace, Albertus juga menilai tidak sedikit dari para politisi yang mulai abai dengan kebhinnekaan dan memaksakan aturan untuk kelompok tertentu.
Mantan Kepala Humas Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow mengatakan, perda agama seperti berlandaskan Injil tidak dapat dijadikan landasan hukum. Injil menyangkut moral.
Demikian disampaikan aktivis lintas agama ini. Menurutnya, Injil adalah hukum moral bukan hukum positif yang dapat dijadikan acuan untuk membuat peraturan.
"Jadi Injil itu memang hukumnya hanya hukum moral saja, dia enggak bisa jadi hukum positif," ujar Jeirry, Sabtu (17/11/2018). Ia menjelaskan, selama ini umat Kristen juga tidak mengenal istilah Perda Injil.
Pihaknya pun menghargai penolakan PSI terkait perda agama, yang dinilai sebagai platform dan agenda partai. "Iya saya kira itu kan agenda atau platform partai mereka ya, dan saya kira sah-sah saja. Bagi kami memang kan apa kami tidak mengenal adanya perda Injil," ujar Jeirry.
Ketua Nahdatul Ulama (NU) Sulut, Sya'ban Mauludin enggan mengomentari banyak soal polemik ucapan Ketua PSI Grace Natalie mengenai perda agama.
Syaban menyatakan, sudah ada stetmen resmi dari PBNU Pusat. "Itu berlaku secara linier," kata dia. Dikatakan Syaban, masalah tersebut sudah diklarifikasi oleh PSI. Ia mengimbau agar tak ada lagi kegaduhan. "Yang utama adalah kita menjaga kedamaian," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengaku tidak sependapat dengan pernyataan Grace yang menolak perda berlandaskan agama.
"Saya ormas tidak sependapat, itu kan pendapatnya PSI," kata Said, di Kantor Lembaga Persahabatan Ormas-ormas Islam (LPOI) di Jakarta, Sabtu lalu.
Menurut Said, konteks keluarnya perda yang berlandaskan agama, Perda Syariah atau Injil di daerah, didasarkan atas kondisi atau situasi. "Misalkan, saya kepala daerah tertentu, banyak sekali pelacuran, minum-minum. Kita terpaksa mengeluarkan perda itu," katanya.
Meski demikian, Said mengatakan pihaknya merespons pernyataan PSI itu dengan kepala dingin. PBNU pun tidak berencana melaporkan Grace ke kepolisian seperti yang dilakukan Eggi Sudjana. "Terserah dia yang punya hak melapor. Saya nggak akan lapor. NU tidak akan lapor," ujarnya.
Cawapres yang didukung PSI, Ma'ruf Amin, mengomentari pernyataan Grace. "Kan undang-undang tentang perbankan syariah juga ada (di) nasional, menurut saya tidak usah menjadi polemik," kata Ma'ruf di Pesantren An Nawawi Tanara, Kabupaten Serang, Banten, Minggu (18/11/2018).
Menurut Ma'ruf, perda syariah dibentuk oleh daerah masing-masing. Jika suatu daerah menghendaki adanya aturan syariah, Ma'ruf tak mempermasalahkannya, termasuk jika ada Perda Injil yang dibuat di daerah tertentu.
Sebelumnya, pada HUT PSI ke-4, Grace mengatakan PSI akan mencegah diskriminasi dan tindakan intoleransi. Selain itu, menurut Grace, saat ini tidak boleh lagi ada penutupan rumah ibadah secara paksa. "PSI akan mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi, dan seluruh tindak intoleransi di negeri ini," kata Grace di ICE BSD Hall 3A, Tangerang, Minggu (11/11/2018).
Grace Natalie pun berharap masalah ini bisa didiskusikan. Pasalnya, dasar PSI menolak wacana perda agama tersebut hanyalah ingin memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
"Ini sekaligus pendidikan politik kapada masyarakat. Sekarang ini kalau berbeda seolah-olah salah. Ayo dong kita diskusi, yang mana yang tidak setujunya," ujar Grace saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/11/2018).
Menurut dia, diskusi lebih baik ketimbang langsung melayangkan laporan ke aparat penegak hukum. "Jadi jangan enggak setuju terus kemudian lapor. Penjara bisa penuh dengan orang-orang yang dilaporin," kata dia.
Grace menyatakan, penolak PSI terhadap peraturan daerah (Perda) berbasis agama lantaran ingin Indonesia memiliki produk hukum yang menyeluruh untuk setiap personal hingga seluruh pemeluk kepercayan manapun.
Maarif Institute: Mari Kembali ke Pancasila
Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz menilai, tak perlu ada pelaporan terhadap Grace Natalie atas dugaan penistaan agama.
Diketahui, Eggy Sudjana yang diberikan kuasa hukum atas Sekjen PPMI Zulkhair melaporkan Grace ke Bareskrim Polri, Jumat (16/11) siang.
Hal itu dikarenakan Grace sempat memberi pernyataan bahwa partainya menolak Perda Syariah dan Injil karena hukum di Indonesia mesti universal berlaku untuk semua agama, tidak parsial.
Darraz menilai langkah hukum yang diambil Eggy itu tidak diperlukan. "Nggak perlu, nggak penting dilakukan kalau kita sudah konsisten pada Pancasila," ujar Darraz, ketika dikonfirmasi, Jumat (16/11/2018).
Ia justru mengkhawatirkan jika nantinya Perda Syariah dan Perda Injil tersebut direalisasikan. Menurutnya, Perda itu bisa menjadi pemantik perpecahan di masyarakat nantinya lantaran menonjolkan masing-masing agama.
Darraz pun mengingatkan pendiri bangsa Indonesia sudah memaklumi perbedaan agama sejak dulu. Itu ditunjukkan dengan dimasukkannya unsur tersebut pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. "Pendiri bangsa kita juga nggak mau itu (menonjolkan ego). Mereka memaklumi kita ini beragama. Agama itu dirangkul," jelasnya.
"Adanya perda itu (Syariah dan Injil) malah menonjolkan egoisme masing masing agama, walaupun saya yakin masing-masing agama mengajukan itu. Tapi Perda itu bisa jadi cikal bakal perpecahan. Mari kembali ke Pancasila," imbuh Darraz.
Pakar Hukum Bivitri Susanti menilai pernyataan Grace tak tergolong penodaan agama. Pasalnya pernyataan Grace tersebut tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. "Karena penodaan agama itu kan biasanya dimaknai sebagai sesuatu yang membuat resah masyarakat gitu," ujar Bivitri.
Selain itu menurutnya pernyataan Grace yang menyebut tidak akan pernah mendukung Perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Injil menurutnya tidak ditujukan kepada agama tertentu secara spesifik.
Hal itu berbeda dengan kasus mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Ahok itu kan memang ayat kitab suci yang disebut ya, kalau ini kan engga ada ayat atau ayat apapun," katanya.
Menurut Bivitri pernyataan Grace tidak termasuk dalam penghinaan karena merupakan sikap politik sebagai ketua partai.
Pernyataan tersebut dilontarkan dengan landasan bahwa Indonesia merupakan negara berlandaskan Pancasila.
Oleh karena itu ia menilai bahwa pelaporan terhadap Grace ke Bareskrim sangatlah mengada-ngada dan dipaksakan.
Karena berdasarkan penilaiannya dasar laporan tersebut tidak kuat.
Ketua Umum PPP, M Romahurmuziy menyebut bahwa partainya mempunyai perhatian besar dalam memperjuangkan undang-undang bernuansa agama (syariah), baik di tingkat nasional maupun daerah.
Bahkan ia menyebut memperjuangkan UU Syariah merupakan farduh kifayah. “Merupakan farduh kifayah adanya partai politik yang memperjuangkan undang-undang bernuansa syariah, atau undang-undang bernuansa Islam ke dalam undang-undang di lingkungan Republik Indonesia,” kata Rommy di Jakarta, Sabtu pekan lalu.
Rommy menyebut selama ini PPP berada di garda terdepan dalam memperjuangan syariah secara konstitusional. Ia mencontohkan PPP berhasil menginsiasi UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Grace Tunjukkan Identitas PSI
Ray Rangkuti, pengamat politik, menilai langkah PSI menolak perda berlandasan agama bermaksud untuk menunjukkan identitas partai. PSI mencoba memberi kejelasan identitas bahwa mereka partai di tengah. Nah, mereka memperjuangkan atau mendesak bahwa aturan bukan untuk agama tertentu sesuai kontitusi dan Undang-Undang Dasar.
Artinya, pandangan sejumlah pihak yang menganggap bahwa sikap PSI melanggar UUD dan Pancasila tidak dapat dibenarkan, lantaran PSI ingin menunjukkan identitas mereka di partai tengah. Itu yang hilang dari partai-partai selama ini di tengah.
Jadi apa yang dilakukan PSI ini justru menempati yang selama ini hilang di partai tengah dan saya pikir untuk strategi identitas mereka saya pikir bagus.
PSI tidak melanggar konstitusi, sehingga tidak pas jika ada pihak yang meminta partai tersebut dibubarkan. Apalagi, disebut sebagai partai yang anti-Pancasila.
Nah itu lah yang sembrono cara menafsirkannya. Jadi tafsir Ketuhanan Yang Maha Esa itu seolah-olah aturan itu harus berdasarkan agama tertentu, bukan.
Justru seharusnya aturan mengayomi seluruh agama, bukan hanya satu agama tertentu. Sesuai Pancasila yang pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Makanya Perda Syariah, Perda Injil atau perda apa lah, enggak tepat. Karena perda itu atas nama agama tertentu. Bukan atas nama kesepakatan agama-agama di Indonesia. (tribun/art/rmc/kps/dtc)