Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ini Pandangan Lengkap Immanuel Tular Soal RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

RUU ini dari Anggota DPR Fraksi PKB dan Fraksi PPP sehingga lebih menguasai materi pengaturan khususnya Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam

Penulis: | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO/DAVID MANEWUS
Immanuel Tular, Staf ahli DPR RI 

Laporan Wartawan Tribun Manado David Manewus

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Immanuel Tular, Staf ahli DPR RI mengatakan definisi Pendidikan Keagamaan dalam Rancangan Undang-Undang pesantren dan pendidikan keagamaan, pengertian pendidikan keagamaan lebih di dominasi oleh pemahaman pendidikan keagamaan dari Agama Islam.

Hal ini dapat disebabkan karena penyusun dari RUU ini berasal dari Anggota DPR Fraksi PKB dan Fraksi PPP sehingga lebih menguasai materi pengaturan khususnya Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam. 

Baca: DPRD Boltim Tetapkan Tatib Pemilihan Kepala Daerah oleh Legislatif

"Sehingga penyusun RUU ini, tidak banyak mengerti dan memahami tentang apa dan bagaimana lembaga yang mengajarkan agama atau penyiaran agama  dari agama Buddha, Hindu, Kunghucu, Kristen, dan Katolik. 

Baca: Ternyata Bukan Mulan Jameela! Ahmad Dhani Akui Sosok Ini yang Lengkapi Hidupnya

Dalam RUU mendefinisikan tentang apa dan bagaimana pendidikan keagamaan Kristen, pendidikan keagamaan Katolik, pendidkan keagamaan Hindu, pendidikan keagamaan Buddha,  dan pendidikan keagamaan Konghucu belum  begitu lengkap,  atau masih sebatas pemahaman pada jalur pendidikan," katanya.

Baca: Pemkab Bolsel Matangkan Pembukaan Kema Bakti Pramuka

Ia mengatakan sebagaimana pengaturannya pada Pasal 1 yang mengatur tentang ketentuan umum dan mendefinisikan tentang pendidikan keagamaan masing-masing agama terlihat jelas hal itu.

Sebagai contoh  Penyusun RUU sangat memahami mendefinsikan Pendidikan Keagamaan Islam yaitu pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama Islam dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agama Islam. 

Baca: Verrell Bramasta & Natasha Wilona Jadi Sorotan karena Sikap Mereka Saat Jadi Bintang Tamu di Sini

"Sementara merumuskan definisi tentang pendidikan keagamaan Kristen, pendidikan keagamaan Katolik, pendidkan keagamaan Hindu, pendidikan keagamaan Buddha,  dan pendidikan keagamaan Konghucu masih sangat dangkal.

Sebagai contoh merumuskan Pendidikan Keagamaan Kristen yaitu Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan nonformal yang bersumber dari ajaran agama Kristen, Pendidikan Keagamaan Katolik adalah Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan nonformal yang bersumber dari ajaran agama Katolik," katanya.

Baca: BAKTI Kemkominfo Optimistis Palapa Ring Tengah Selesai Akhir 2018

Ia mengatakan ditemukan khusus rumusan pendidikan keagamaan Hindu, pendidikan keagamaan Buddha, dan pendidikan keagamaan Konghucu belum dirumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan Hindu, Buddha dan Konghucu.

Namun masih sebatas pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. 

"Pasraman adalah satuan Pendidikan Keagamaan Hindu pada jalur pendidikan formal dan nonformal," katanya.

Baca: 5 Zodiak ini Bisa Berubah Menyeramkan Kalau Marah: Cancer Tak Ragu Rusak Sesuatu

Selain itu katanya dalam ketentuan umum yang didefinisikan lebih pada satuan pendidikan pada agama Hindu,  Buddha, dan Konghucu. 

Sebagai contoh Pesantian adalah satuan Pendidikan Keagamaan Hindu pada jalur pendidikan nonformal yang mengacu pada sastra agama dan/atau kitab suci Weda.

Baca: 6 Zodiak yang Open Minded dan Anti-menghakimi Orang Lain, Aquarius Punya Pikiran yang Terbuka

 
"Kemudian definisi Pabbajja samanera adalah satuan Pendidikan Keagamaan Buddha pada jalur pendidikan nonformal. Serta definisi Shuyuan adalah satuan Pendidikan Keagamaan Khonghucu yang diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan yang mengacu pada Si Shu Wu Jing," katanya

Baca: Ramalan Zodiak Kamis 8 November 2018: Taurus Berubah Secara Ekstrem, Aries Bodo Amat

Ia mengatakan solusinya adalah perlu dilibatkan secara aktif semua pemimpin agama, atau adanya keterwakilan dari setiap unsur perwakilan agama  dalam mengkaji, menganalisa RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini dan/atau dalam setiap Rapat Pembicaraan Tingkat I perlu dilibatkan semua perwakilan agama dan pegiat pendidikan keagamaan.

Ini Analisanya yang lain:

Pada Pasal 81 yang mengatur tentang satuan pendidikan. Terdapat kesalahan yang sangat fatal karena pada Pasal 81 huruf e, oleh pengusul merumuskan pendidikan Diniyah masuk dalam pendidikan keagamaan Katolik, selain itu pada Pasal 81 huruf I, Pengusul memasukan pendidikan keagamaan Kristen dalam bagian pendidikan keagamaan Katolik. Seperti  rumusannya :

Pasal 81 huruf e
“Kalender pendidikan yang berisi seluruh program dan kegiatan satuan Pendidikan Diniyah formal selama 1 (satu) tahun pelajaran yang dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan,"

Pasal 81 huruf i
“Kode etik hubungan antara sesama warga satuan Pendidikan Keagamaan Kristen dan hubungan dengan masyarakat sekitar,"

Secara keseluruhan Pasal 81 berbunyi:

Selain kewajiban memiliki sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, satuan Pendidikan Keagamaan Katolik jalur pendidikan formal wajib memiliki pedoman yang mengatur: struktur organisasi; pembagian tugas pendidik; pembagian tugas tenaga kependidikan; kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus; kalender pendidikan yang berisi seluruh program dan kegiatan satuan Pendidikan Diniyah formal selama 1 (satu) tahun pelajaran yang dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
peraturan akademik; tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik;
peraturan penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; kode etik hubungan antara sesama warga satuan Pendidikan Keagamaan Kristen dan hubungan dengan masyarakat sekitar; dan biaya operasional.

Baca: LAGI! Lion Air Kembali Alami Kecelakaan, Begini Kronologi Lengkap Versi Manajemen, Cek Video!

Menjadi catatan bahwa Penulisan Pendidikan Diniyah, termasuk pendidikan Keagamaan Kristen pada bagian Pendidikan Keagamaan Katolik merupakan penempatan frase yang salah dan sangat fatal.

Sehingga dari aspek kejelasan rumusan bertentangan satu sama lain.

Maka diperlukan ketelitian dari pembentuk undang-undang, dan dari Pemimpin Agama dan Pegiat Pendidikan Keagamaan, sehingga meskipun terkesan copy paste, namun hal ini fatal sehingga terhadap pengaturan ini dibutuhkan  pengkajian lebih mendalam lagi atas pedoman ini. 

Baca: Unggah Foto Ini di Instagram, Putri Umi Pipik dan Pesepak Bola Nasional Ini Jadi Sorotan Netizen

Jika alasannya teknis meng-copy paste justru semakin dipertanyakan lagi, apakah kewajiban pedoman pendidikan jalur formal ini benar-benar melalui sebuah kajian? Pendidikan Diniyah tidak dikenal dalam pendidikan keagamaan Katolik. Jika ini diabaikan, maka Pendidikan Keagamaan Katolik dipaksakan untuk melaksanakannya, dan hal ini bisa dikatakan pengaturan susupan atau kedepan akan menimbulkan permasalahan yang fatal.

Maka perumusan ini menunjukan ketidak konsistensi dari pengusul, karena Pasal 81 merupakan bagian dari pengaturan Pendidikan Keagamaan Katolik, bukan Islam dan bukan Kristen.

Pada Pasal 83 ayat (1) yang mengatur tentang satuan pendidikan keagamaan Katolik oleh Pengusul memasukan satuan pendidikan keagamaan Kristen, seperti kesalahan pada Pasal 81, sementara pada bagian ini mengatur tentang pendidikan keagamaan Katolik. Pengaturan yang salah dan fatal sebagaimana berbunyi:

Pasal 83 ayat (1)

“Setiap satuan Pendidikan Keagamaan Katolik jalur pendidikan formal dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan Pendidikan Keagamaan Kristen jalur pendidikan formal untuk masa 4 (empat) tahun”.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aib untuk Like

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved