Pengusaha Sulut Rugi Rp 36 Miliar: 300 Truk Masih Tertahan di Bitung
Ratusan pengusaha dan sopir menderita kerugian akibat penundaan operasi kapal fery dari Bitung ke Ternate dan Nusa Utara.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG – Ratusan pengusaha dan sopir menderita kerugian akibat penundaan operasi kapal fery dari Bitung ke Ternate dan Nusa Utara. Ditaksir Rp 36 miliar uang ongkos transportasi tak berputar selama tiga pekan terakhir. Belum termasuk kerugian waktu dan peluang dagang yang hilang dari kevakuman bisnis.
Hitung-hitungannya satu truk ukuran besar biasa dibayar Rp 40 juta sekali trip dalam sepekan. Diperkirakan ada 200-an truk tujuan Ternate, Provinsi Maluku Utara dan 100-an truk yang hendak menuju Nusa Utara, Sulawesi Utara tertahan tiga pekan di Pelabuhan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Kota Bitung.
Kebanyakan truk itu mengangkut sembilan bahan kebutuhan pokok atau sembako, bahan bangunan dan air mineral. "Kalau kami sekali trip itu untuk truk besar mendapatkan bayaran Rp 40 juta. Keuntungan bersih Rp 16 juta. Jadi kalau sudah tiga pekan lumayan kerugian kami," kata Ronal Toar, pengusaha sekaligus pemilik beberapa mobil truk yang mengantre di Pelabuhan ASDP Bitung, Jumat (24/8/2018).
Torar mengatakan, untuk truk ukuran kecil sekali trip mendapatkan upah kotor Rp 16 juta. Keuntungan bersih Rp 5 juta - Rp 6 juta. Tergantung dari seberapa jauh lokasi tujuan barang. "Kalau untuk bahan muatan, paling tidak terasa kerugiannya. Kan sampai di sana (Ternate) akan dijual. Berapa keuntungan yang didapat belum diketahui. Tergantung harga barang di sana saat ini," kata dia.
Lanjut Torar, sekali trip biasanya sopir diberikan upah antara Rp 1,5 juta - Rp 2 juta ditambah uang makan seminggu (sekali trip). "Sekarang ini kebanyakan untuk uang makan habis Rp 100 ribu per orang untuk satu hari," kata dia.
Sehingga jika sudah melewati seminggu biasanya sopir menggunakan uang sendiri dan akan diganti bos mereka. "Tapi tergantung (kebaikan) bos juga," ujarnya. Sehingga, menurut dia, jumlah kerugian yang dialami, yaitu pemasukan berkurang, termasuk biaya sopir selepas satu pekan. "Kalau ada barang makanan yang mudah rusak seperti telur ya itu juga kerugian. Di sini ada satu truk yang memuat telur, tapi sopirnya sudah pulang Tobelo," jelasnya.
Menurut informasi, truk itu berisi 700 baki atau 21 ribu butir (satu baki berisi 30 butir) telur dengan harga beli Rp 46 ribu per baki. Jika dikalkulasikan, kerugiannya bisa mencapai Rp 32,2 juta.
Ratusan truk nampak terparkir teratur di lokasi parkir pelabuhan ASDP Kota Bitung sudah hampir tiga pekan. Kebanyakan mobil yang tertahan adalah truk yang akan menuju ke Ternate dan Melonguane.
Kapal tertahan lantaran cuaca buruk, namun belakangan sudah ada yang diberangkatkan lantaran sudah mendapatkan izin berlayar. Selama mobil masih tertahan di pelabuhan, para sopir pun ikut tertahan di pelabuhan. Mereka melakukan berbagai aktivitas untuk menunggu keberangkatan kapal. Tidur dan tidur lagi di pelabuhan.
"Ini kami sudah habis rata-rata Rp 1 juta per orang, bahkan ada yang harus berutang lantaran uang sudah tidak ada lagi," kata Halim Lahita, sopir mobil truk Bitung-Ternate.
Untuk menghilangkan rasa bosan, terkadang mereka mendengarkan musik atau bermain kartu. Atau terkadang ngobrol sesama sopir. Jika sudah lelah mereka memilih tidur di mobil. "Kalau mandi kami di kantor ASDP, namun terkadang air kurang saat mandi," jelasnya.
Terkadang juga tidak diizinkan untuk beristirahat di ruang tunggu ASDP, sehingga mereka tidur di dalam mobil. Harapan mereka agar segera diberangkatkan, atau minimal ASDP menyiapkan kapal lain agar mereka segera berangkat. "Soalnya kami terpisah dengan keluarga sudah terlalu lama," katanya.
Belum jelas kapan mereka berangkat, sebab satu kapal Feri Gorango sudah melayani rute Bitung Ternate, sementara satu kapal lagi harus masuk dok karena ada kerusakan mesin. "Kami tidak tahu kapan akan diberangkatkan, sementara pemesan barang sudah menunggu, katanya harga barang juga sudah naik di Ternate," ujarnya.

ASDP Mulai Operasikan Kapal Fery
Antrean ratusan truk tujuan Ternate masih terjadi di Pelabuhan ASDP Bitung. Sejak Jumat (24/8), empat kapal ASDP mulai beroperasi. KM Gorango menuju ke Ternate.
Sementara KMP Tarusi yang rencananya akan berangkat ke Ternate tidak jadi berangkat lantaran belum mendapatkan surat izin berlayar dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Petugas terkendala belum adanya surat izin perlintasan dari Kementerian Perhubungan.
Sementara untuk KMP Bawal sudah melayani jalur Bitung-Mangarang-Musi-MLG. "Tadi kami sudah mengeluarkan izin berlayar untuk beberapa kapal yang memiliki rute sebenarnya," jelas Frederik Karuntu, Kepala KSOP Bitung, Jumat (24/8/2018).
Sementara kapal yang berubah jalur semisal KMP Tarusi yang akan diperbantukan pada rute Bitung-Ternate belum diberikan izin. "Harus menunggu izin perlintasan dari Dirjen Perhubungan Darat dulu, kalau sudah ada itu baru kami keluarkan SIB," jelasnya.
Dance Maleke, Supervisor PT ASDP Bitung mengatakan, bahwa pelayaran perlahan sudah kembali normal. "Semalam KMP Gorango sudah menuju Ternate, KMP Bawal sudah menuju ke Siau, dan KMP Tarusi sudah berangkat melayani jalur Likupang-Pananaru," jelas dia.
Sementara KMP Dalente Woba akan melayani jalur Bitung-Melonguane pada hari Sabtu. Khusus untuk kapal bantuan yang akan dipakai jalur Bitung-Ternate, direncanakan KMP Tarusi, namun hingga saat ini belum mendapatkan izin perlintasan dari Dirjen Perhubungan Darat.
Bahan Makanan Akan Mubazir
Vecky Masinambow, Dosen Fakultas Ekonomi Unsrat, keterlambatan pengiriman bahan makanan memang berdampak pada kenaikan harga. Namun tidak membuat pengusaha menjadi rugi.
Pada kondisi ini, pengusaha dikatakan rugi? Mungkin tidak. Karena pengusaha itu mengikuti perkembangan harga barang.
Pengusaha itu mengikuti ritme. Kalau memang harga bahan naik, ya pengusaha pun menaikkan harganya. Kalau ada tekanan tidak boleh menjual dengan harga sekian maka pengusaha akan berhenti menjual.
Kecuali pengusaha sudah memiliki bahan, namun kemudian tidak menjualnya, maka akan mubazir.
Kemudian pengusaha tidak akan rugi ketika bahan atau barang terlambat dikirimkan ke tempat tujuan.
Tergantung barangnya. Jika bahan seperti beras dan sebagainya maka pengusaha tidak akan rugi. Biasanya pengusaha atau penyedia bahan makanan telah mengantisipasi. Sehingga punya stok bahan. Sepanjang pengusaha memiliki stok, berapa lama pun hambatan tersebut maka tidak masalah. Intinya tergantung stok yang disediakan pengusaha.
Bersyukur Selamat
Bicara ombak besar, mengingatkan Shelyn Saman ketika pertama naik kapal laut. Kapal yang ditumpanginya harus berhadapan dengan gelombang tinggi saat berlayar.
“Waktu itu akan berangkat ke Ternate. Yang saya rasakan itu seru tapi bikin takut pas mengalami ombak tinggi. Ketika itu yang saya lakukan saat berada di kapal dan kondisi gelombang laut begitu kencang, hanyalah berdoa dan berdoa,” katanya kepada tribunmanado.co.id, Jumat (24/8/2018).
Sementara, lanjut dia, orang di kapal jadi tidak karuan. semuanya panik dan ketakutan. “Semua orang saling berpegangan tangan, karena jika tidak berpegangan tangan bisa terlempar-lempar," ujar perempuan kelahiran Kotamobagu 10 November 1994.
Tapi ia bersyukur tidak terjadi apa-apa dan bisa sampai di tujuan dengan selamat. Namun di balik ketakutan naik kapal laut ada hal menyenangkan juga. "Karena ini menjadi pengalaman pertama bagi saya. Dan seru juga ketika berada di atas kapal karena bisa menikmati pemandangan laut begitu indah," kata karyawati swasta ini.

Satu Keranjang Tude Tembus Rp 1 Juta
Perahu penangkap ikan parkir berjejer di pesisir pantai Siau.
Nelayan di sana memang lagi istirahat melaut. Usut punya usut, mereka enggan mencari ikan lantaran gelombang laut tinggi. Terlalu berisiko bagi keselamatan.
Seperti dikatakan Markus Sasue, nelayan dari Siau Barat. Kata dia, sebagai nelayan memilih memarkirkan perahu. Dalam berapa hari terakhir gelombang tinggi masih terjadi di perairan Sitaro. "Tidak mau ambil risiko, baiknya pilih parkirkan perahu," katanya, Kamis (23/8/2018).
Lanjut Markus, saat ini, gelojak di perairan tidak dapat diprediksi. Sewaktu-waktu langsung berubah ekstrem dan menyulitkan nelayan. "Jadi untuk saat ini sambil menunggu ada perubahan cuaca membaik, saya ke kebun untuk membersikan tanaman pala," kata dia.
Nelayan yang lain, S Hormati juga memilih tidak melaut. "Saya tidak memaksakan jika kondisi ombak masih tinggi," katanya. Karena, kata dia lagi, mereka hanya nelayan kecil yang menggunakan perahu tidak terlalu besar.
"Nelayan kecil seperti kami pastinya perahu juga kecil. Jadi tidak dapat bertahan dengan kondisi gelombang tinggi. Mungkin beda cerita dengan nelayan yang menggunakan kapal pajeko yang ukuran besar dan dapat menampung berapa orang," kata dia.
Perairan Sitaro memang terus bergejolak. Angin selatan begitu kencang dalam satu bulan terakhir. Pengaruhnya ke harga ikan yang ada di pasar tradisional di Siau.
Seperti amatan tribunmanado.coid di pasar tradisional, harga ikan masih mahal. Novalin Dalending, penjual yang ada dipasar Ulu Siau, mengaku rata-rata ikan mahal. "Ikan tude satu termos dapat mencapai Rp 500 ribu," katanya.
Harga itu dibeli oleh penjual dari nelayan besar seperti pajeko di tengah laut. "Jika sudah di darat harga malah lebih mahal lagi," sambungnnya.
Untuk harga satu keranjang ikan tude dapat mencapai Rp 1 juta. Itu juga didapat oleh penjual ikan dari nelayan.
"Jadi suami menggunakan perahu dari rumah untuk menjemput ikan di tengah laut dari nelayan, agar dapat mendapatkan untung lebih. Karena itu harga sedikit murah," terangnya.
Sementara ketika cuaca bersahabat, kata dia, untuk 6 hingga 7 ikan tude dijual Rp 20 ribu. "Namun saat ini 4 ekor dijual Rp 20 ribu," tambahnya.
Untuk ikan tuna, saat ini per ekor dapat mencapai 1 juta seratus per ekor. Jika cuaca baik bisa capai 800 ribu rupiah per ekor. "Ini yang ukuran besar," tambahnya. Ikan tongkol ukuran sedang yang biasanya 7 ekor seharga Rp 20 ribu, kini 5 ekor Rp 20 ribu.
Emil Tamaka, penjual ikan lain mengatakan, saat ini harga ikan masih cukup mahal. "Karena saat ini belum banyak nelayan yang melaut akibat tinggi gelombang yang terjadi di perairan Sitaro," kata Tamaka.
Lanjut dia, mereka juga kesulitan mendapatkan ikan dari nelayan. "Jadi juga harus berebut dengan penjual lain," lanjutnya.
Lanjutnya, yang paling banyak ikan tongkol karena paling murah. "Jika ikan tude dijual 4 ekor Rp 20 ribu," terangnya.
Banyak pembeli berahli ke ikan asin atau memilih telur. "Itulah lika-liku sebagai penjual ikan, yang diperhadapkan dengan kondisi cuaca, serta harga ikan," akhirnya.
Sementara Uto Linda, pembeli yang ditemui di Pasar Ulu Siau mengatakan, dalam berapa minggu terakhir harga ikan di pasar tradisional Siau masih tinggi. "Hanya pintar-pintar saja kelola uang untuk belih ikan. Karena memang kondisi gelombang masih tinggi," akhirnya. (oly/chi/dik/amg)