Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Berhukum Secara Wajar dan Patut

Tulisan ini bukan sebuah analisis politik terkait motif, skenario, tujuan, keuntungan politis dan lain sebagainya.

Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Maximus Watung 

Mengapa oleh hukum bukan undang-undang? kenapa Rechtstaat atau The Rule of Law bukan Wettensstaat (negara undang-undang). Pertama, secara etimologis penggunaan istilah “ius atau law” (hukum) dan “lex atau laws” (undang-undang) menunjukan tajamnya perbedaan diantara keduanya, kata pertama merujuk pada asas keadilan sedangkan yang kedua manifestasi dari asas legalitas.

Konsep hukum lebih luas dan memiliki makna yang bersifat universal sebab bersifat sudah ada sebelumnya (a priori) dengan sifat filosofis disejajarkan dengan akal budi sebagai sumbernya, sementara undang-undang bersifat a posteriori, karena dibuat oleh penguasa dengan orientasi situasi kondisi lokal, setempat.

Kedua, Hukum merupakan asas regulatif bagi undang-undang.

Hukum tidak identik dengan undang-undang sebagaimana cara pandang ontologis dari hukum positif (legal positivism) yang tidak tepat. 

Hukum tidak dibatasi oleh asas legalitas karena hukum berfungsi sebagai landasan etis yang harus direalisasikan oleh undang-undang, jika tidak maka undang-undang tersebut dapat dinilai sewenang-wenang.

Hukum hakekatnya bersifat moral sedangkan undang-undang makna hakekatnya adalah politik dan kekuasaan.

Hukum tidak hanya mencakup hal yang tertulis tetapi juga yang tidak tertulis karena diakui baik dan benar serta dijadikan pedoman nilai dalam bertingkah laku sedangkan undang-undang hanya terbatas pada apa yang tertulis.

Oleh karena itu, hukum mempunyai posisi yang lebih tinggi dan jangkauannya lebih luas dibandingkan undang-undang. 

Negara hukum Indonesia menempatkan Pancasila sebagai philosofische grondslag, artinya nilai-nilai dasar dan fundamental konseptual paradigmatik dalam berhukum haruslah didasarkan pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi permusyawaratan dan keadilan sosial dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila merupakan puncak dari sistem hukum Indonesia, ia bukan saja himpunan dimensi etis yang terbangun di atas asas kewajaran (redelijkheid) dan kepatutan (bilijkeheid) dalam laku pribadi atau kelompok tetapi merupakan akar dari karakteristik budaya bangsa seperti kekeluargaan, keserasian, keseimbangan, moralitas, etika dan musyawarah untuk mencapai mufakat, sebagai dasar normatif bagi hukum Indonesia.

Oleh karena itu, berhukum di Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan dimensi etis, moralitas dan budi pekerti luhur yang terkandung dalam Pancasila agar ketika berhukum terhindar dari potensi perilaku yang mengundang polemik, curang tidak terpuji dan tidak punya rasa malu.     

Metode Penemuan Hukum

Pembentukan hukum tidak selesai hanya sebatas diproduksinya sejumlah aturan tertulis dalam kuantitas tertentu oleh lembaga legislatif, tetapi justru dalam kasus konkrit yang banyak terjadi di tengah masyarakat, hukum dibentuk oleh institusi peradilan melalui putusan hakim dan yurisprudensi.

Terkadang peraturan tertulis tidak bisa menjangkau kasus konkrit maka guna mengisi ruang kosong hukum tadi diperlukan upaya penemuan hukum (rechtsvinding) yang dilakukan dengan cara selain konstruksi hukum yang terdiri dari analogi, rechtsverfijning (penghalusan hukum) dan argumentum a contrario, penciptaan dan pembentukan hukum (rechtsschepping, law making) juga interpretasi atau penafsiran.

Interpretasi atau penafsiran merupakan sebuah cara kerja yang bersistem ketika aturan tertulis (undang-undang) kurang cukup atau bahkan sama sekali tidak mungkin untuk diterapkan dalam suatu kasus in konkrito, maka pengadilan (baca: hakim) dengan asas jura novit curia atau biasa juga ditulis ius curia novit “dipaksa” karena jabatannya wajib dalam batas kaidah-kaidah yang telah ditentukan untuk mengetahui, memahami dan menggali nilai-nilai hukum yang hidup (living law) di masyarakat guna diterapkan dalam peristiwa konkrit suatu perkara.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved