Kisah Klenteng Kwan Im di Pedalaman Minahasa, Pengunjung Datang Atas Petunjuk Gaib
Klenteng Kwan Im di Desa Palamba, dengan penduduk suku Minahasa, beragama Kristen dan sama sekali asing dengan budaya Tionghoa
Penulis: Arthur_Rompis | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Arthur Rompis
MANADO, TRIBUNMANADO.CO.ID - Bagaimana bisa sebuah Klenteng berdiri di sebuah Desa terpencil di Minahasa, dengan penduduk suku Minahasa, beragama Kristen dan sama sekali asing dengan budaya Tionghoa ?.
Lantas bagaimana bisa Klenteng tersebut bersisian dengan Waruga Opo Toar dan Lumimuut, leluhur suku Minahasa ?.
Sederet pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Tribun Manado kala mengunjungi Klenteng Kwan Im di Desa Palamba, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, Sabtu (3/2) sore.
Dari Teni Sumual, penjaga Waruga Opo Toar dan Lumimuut yang didampingi istrinya Heni Tarumingi, juru kunci Klenteng tersebut, Tribun beroleh jawaban yang malah kian mempertebal kabut misteri Klenteng unik tersebut.
"Mengapa Klenteng tersebut berdiri disini, hal itu adalah bagian dari abstraksi budaya yang sukar dijelaskan," kata Teni.
Teni mencontohkan, peristiwa seseorang yang mendapat petunjuk dalam mimpi akan menemukan cincin di suatu tempat dan benar - benar menemukannya.
Tribun pernah mendengar cerita tentang seseorang beroleh arca Dewi Kwan Im lewat petunjuk gaib sebagai awal mula berdirinya Klenteng itu.
"Nah seperti itulah, begitulah abstraksi budaya," ujar dia tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Salah satu kisah yang populer adalah arca tersebut muncul saat ritual di Waruga Opo Toar dan Lumimuut.
Namun semua tetap merupakan misteri yang disebut Teni sebagai abstraksi budaya.
Dikatakan Teni, bangunan Klenteng dibangun sejak sekira puluhan tahun lalu oleh sejumlah donatur.
Bersamaan dengan itu, Majelis Buddhayana dari Sulut, Gorontalo serta Surabaya datang berkunjung.
"Kini akan dibangun bangunan Klenteng baru samping bangunan yang lama, arca Dewi Kwan Im untuk sementara ditaruh di suatu ruangan di bangunan Klenteng yang lama," kata dia.
Tribun berkesempatan menyaksikan arca Dewi Kwan Im tersebut.
Arca tersebut berwarna putih, terbuat dari batu giok.
Di bawah Arca itu, ada dua Arca milik Hok Tek Ceng Sin dan Sun Go Kong.
Hok Tek Ceng Sin dikenal sebagai Dewa Bumi sementara Sun Go Kong adalah Dewa Perang yang masyur dalam kisah perjalanan ke barat mencari kitab suci.
Sekeliling arca terdapat barang - barang sembahyang seperti yang sering ditemui di Klenteng.
Lagu penyembahan Dewi Kwan Im yang diputar membuat suasana sore itu terasa syahdu.
Sejumlah asesoris Dewi Kwan Im nampak di sekeliling ruangan tersebut.
Dikatakan Teni, beberapa pengunjung mengaku mendapat petunjuk gaib dari sang Dewi untuk datang berkunjung.
"Mereka datang mengikuti petunjuk, ada yang datang dari luar daerah, bahkan ada yang dari Cina," kata dia.
Ada pula pengunjung yang datang untuk meminta kesembuhan serta mencari rezeki.
Sebut dia, beberapa pengunjung datang khusus untuk beroleh anak.
Dewi Kwan Im dalam kepercayaan Tionghoa dikenal sebagai Dewi welas asih yang dipercaya bisa memberi keturunan.
"Ada yang benar - benar memperolehnya," kata dia.
Teori bahwa nenek moyang suku Minahasa berasal dari Tiongkok menguat dengan beradanya Klenteng itu samping Waruga Toar dan Lumimuut.
Teni memberi jawaban dengan mengemukakan tiga versi terkait asal usul suku Minahasa.
"Versi pertama yakni nenek moyang orang Minahasa berasal dari Deutro Mongoloid, versi kedua berasal dari Jepang, versi ketiga berasal dari Minahasa sendiri, kalau saya lebih condong pada versi ketiga," ujar dia.
Alasannya condong pada versi ketiga karena versi Deutro Mongoloid yang menyebut nenek moyang Minahasa adalah seorang Panglima Kerajaan di Cina yang selingkuh dengan selir terasa mesum.
Versi Minahasa menyebut nenek moyang Minahasa adalah Karema yakni utusan surgawi, yang diangkat ke khayangan setelah menurunkan Toar dan Lumimuut.
"Jadi suci karena disebut utusan surgawi, itu sama dengan arti waruga yakni wa adalah aku dan ruga adalah surga, jadi aku surga," kata dia.
Sebut dia, seperti lazimnya Klenteng, hari besar seperti Imlek dan Cap Go Meh kerap dilaksanakan disana.
Pelakonnya berasal dari sejumlah daerah.
"Masyarakat di sekitar sini menghargai perbedaan budaya, bahkan mereka bangga dengan keberadaan Klenteng ini di desanya," kata dia.
Lepas dari misteri di baliknya, sebut dia, Klenteng tersebut adalah bukti dari begitu beragamnya kebudayaan di Minahasa.
Teni dan istrinya, punya tugas maha berat, merawat peninggalan budaya tersebut di tengah degradasi budaya yang menggejala di masyarakat.