Renungan Minggu: Remehkan Hak Kesulungan
Sahut Esau: "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?" (Ayat 32)
Penulis: | Editor: Fransiska_Noel
Pdt Agustinus Depparua MTh
Ketua I MPH Sinode Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
Bacaan, Kejadian 25:19-34
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Sahut Esau: "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?" (Ayat 32)
Esau adalah saudara kembar Yakub, tetapi ia lahir terlebih dahulu, karena itu Esau beroleh hak kesulungan.
Karena tubuhnya berbulu ia dinamai Esau. Kemudian menyusullah Yakub yang ketika lahir memegang tumit Esau, karena itu ia dinamai Yakub, yang berarti si penipu.
Esau tumbuh menjadi orang yang pandai berburu dan menjadi kesayangan ayahnya yang suka makan daging buruan, sedangkan Yakub yang berkepribadian tenang lebih memilih tinggal di kemah dan menjadi kesayangan ibunya.
Sepulang berburu dengan rasa lelah dan lapar Esau melihat Yakub sedang memasak sup kacang merah. Berkatalah ia kepada Yakub, "Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah".
Dasar Yakub si penipu, ia menggunakan kesempatan emas ini untuk membujuk saudaranya itu:"Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu. Sahut Esau: Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?".
Tanpa mempertimbangkan konsekuensi tindakannya, dengan mudahnya Esau menukarkan hak kesulungannya dengan masakan kacang merah, hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya (perutnya).
Ia pun mengucapkan sumpah, sesuai dengan permintaan Yakub dan dijuallah hak kesulungannya itu.
Esau telah memandang rendah hak kesulungan yang dimilikinya dan begitu saja melepaskan hak tersebut, padahal hak kesulungan adalah hak khusus yang diberikan kepada anak laki-laki pertama, yang di dalamnya termasuk warisan yang bernilai dua kali lipat, menjadi ahli waris dan pemimpin keluarga.
Sebagai anak sulung, sebenarnya Esau berhak menjadi penerus Ishak (ayahnya) sebagai kepala keluarga dan mewarisi dua bagian tanah milik mereka, serta berkat dari Tuhan, namun ia telah kehilangan hak kesulungannya.
Dari kisah ini kita mendapat pengertian bahwa Yakub sangatlah menghargai hak kesulungan sampai-sampai ia menempuh segala cara, sekalipun harus menipu saudara kembarnya itu.
Karena kesalahannya dalam membuat pilihan dan keputusan yang tanpa pertimbangan secara masak, Esau harus mengalami kenyataan pahit di sepanjang perjalanan hidupnya karena ia telah kehilangan berkat yang seharusnya menjadi haknya.
Esau tidak mengerti bahwa hak kesulungan merupakan janji Tuhan kepada seseorang. Orang yang meremehkan hak kesulungan telah meremehkan janji Tuhan.
Akhirnya, Yakublah yang berhak menerima berkat-berkat dari Tuhan, bukan karena ia lebih baik atau lebih istimewa dari Esau, tetapi karena Tuhan berkenan kepada orang yang sangat menghargai janji-janji-Nya.
Setelah Yakub menerima hak kesulungan itu terbukti hidupnya benar-benar mengalami berkat Tuhan.
Sesungguhnya semua peristiwa yang terjadi antara Esau dan Yakub bukanlah sebuah kebetulan, karena sebelum kedua anak itu lahir Tuhan sudah berfirman kepada Ribka (ibunya).
"Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda" (Kejadian 25:23).
Ketidaksabaran menanti janji Tuhan seringkali menjadi penyebab kegagalan mengalami penggenapan janji Tuhan.
Ketidaksabaran membuat orang berusaha mencari jalan keluar secara pintas seperti yang dilakukan Esau, hanya melihat dan mementingkan kenikmatan sesaat tanpa berpikir panjang.
Banyak orang Kristen rela menukarkan keselamatan demi mengejar kenikmatan duniawi yang fana, seperti yang Esau lakukan. Penyesalan selalu datang terlambat, sayang sekali tak mampu mengubah keadaan.
"Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku.' Lalu katanya: 'Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?" (Kejadian 27:36). Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.Amin.(*)